Apakah Hukum Taurat Dibatalkan Yesus?

Banyak orang yang bingung tentang apakah Yesus membatalkan atau menggenapi Hukum Taurat. Mat 5:17 menuliskan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Mat 5:17 menuliskan bahwa Yesus tidak membatalkan Hukum Taurat namun Ef 2:15 menyatakan bahwa Yesus membatalkan Hukum Taurat, dengan menuliskan “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.” Untuk mengerti tentang hal ini, maka kita melihat terlebih dahulu 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama. St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

  1. Hukum moral
    Hukum moral adalah bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah  10 Perintah Allah. Hukum tersebut mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan digenapi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.
    Dalam pengertian inilah maka memang Tuhan Yesus tidak mengubah satu titikpun.
  2. Hukum seremonial
    Hukum seremonial merupakan suatu ekspresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi, berdasarkan prinsip hukum kodrat. Contoh penerapannya adalah: hukum persembahan kurban (Im 1-12), sunat (Kel 17:10, Im 12:3), perpuluhan (Mal 3:6-12), ketentuan penyucian persembahan, tentang makanan, pakaian, dll.Dengan kedatangan Kristus, hukum seremonial tidak diberlakukan sama dengan ketentuan di zaman Musa, karena sudah digenapi di dalam Kristus. Maka yang masih tetap sama adalah jiwa atau  maksud utama diadakannya hukum tersebut, namun cara melakukannya diperbaharui oleh Kristus. Sebab Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna, Kurban Anak Domba Allah bagi keselamatan umat manusia. Karena itu, persembahan yang paling berkenan kepada Allah adalah kurban Kristus dan kurban kita yang dipersatukan dengan kurban Kristus itu,  sebagaimana dinyatakan dalam sakramen- sakramen Gereja, terutama Ekaristi kudus.

    Demikian pula, ketentuan sunat jasmani diperbaharui oleh Kristus, menjadi sunat rohani (Rm 2:29) yaitu sakramen Baptis. Persembahan perpuluhan dalam Perjanjian Lama disempurnakan oleh perintah untuk memberi persembahan kepada Allah dengan sukacita sesuai dengan kerelaan (lih. 2 Kor 9:7), dengan demikian tidak lagi dengan patokan mutlak sepuluh persen. Sebab  “kerelaan hati dan sukacita” ini malah dapat melebihi dari sepuluh persen, seperti pada hidup para orang kudus, para imam, biarawan dan biarawati, yang mempersembahkan segala yang mereka miliki untuk Tuhan. Mereka mengikuti teladan hidup Kristus yang memberikan Diri-Nya secara total kepada Allah Bapa dan manusia. Demikianlah, hukum seremonial digenapi oleh Kristus dan Gereja-Nya.Jadi, hukum seremonial itu tidak dibatalkan, namun dipenuhi dengan cara yang berbeda, seturut dengan kehendak Kristus yang menurunkannya kepada Gereja. Demikianlah Gereja yang menentukan aturan-aturan sakramen, hal pantang dan puasa, tata tertib liturgi dst. Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) juga tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini, dan juga klik ini).
  3. Hukum yudisial
    Hukum yudisial adalah peraturan yang menetapkan hukuman/ sanksi agar peraturan lainnya dapat dijalankan dengan baik. Contohnya: sanksi jika hukum perpuluhan dilanggar (lih. Bil 18:26,32), pencuri domba harus mengembalikan empat kali lipat (Kel 22:1); hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3); mata ganti mata, gigi ganti gigi (Kel 21:24, Im 24:20, Ul 19:21), dst.

    Setelah kedatangan Kristus, hukum yudisial ini tidak berlaku lagi. Demikianlah maka hukuman rajam,  cambuk yang tertulis dalam hukum Lama tidak diberlakukan. Yesus tidak mengajarkan hukum yudisial, karena hal itu telah diserahkan kepada kewenangan otoritas pada saat itu. Yesus sendiri tunduk kepada kewenangan otoritas pemerintahan di zaman-Nya, yang akhirnya memutuskan untuk menyalibkan Dia.

    Di masa sekarang, hukum yudisial ditetapkan oleh penguasa/ pemerintah negara yang bersangkutan sebagai perwakilan dari Tuhan. Penggenapan Perjanjian Lama oleh Kristus mengakibatkan dikenalnya nilai-nilai Injil secara universal di seluruh dunia. Oleh nilai-nilai Injil, prinsip martabat hak-hak azasi manusia ditegakkan di negara manapun, oleh pihak otoritas pemerintahan setempat.

    Sedangkan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, sebab Kristus telah memberikan kuasa untuk mengatur Gereja kepada para rasul (lih. Mat 18:18). Disiplin Gereja ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan, contohnya Kitab Hukum Kanonik yang diperbaharui, edisi tahun 1917 ke 1983. Dengan Kristus menggenapi hukum Taurat, tidak lagi dikenal denda, “mata ganti mata dan gigi ganti gigi” (Kel 21:24, Mat 5:58) namun “kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39), bahkan, “kasihilah musuhmu” (Mat 5:44). Perintah kasih ini akan dapat lebih kita hayati setelah kita melakukan prinsip keadilan, yang ditekankan dalam Perjanjian Lama. Baru setelah kita menerapkan prinsip keadilan itu, kita ketahui bahwa ajaran Kristus tentang kasih di Perjanjian Baru  ternyata jauh melampaui prinsip keadilan Perjanjian Lama.

Penjabaran di atas menunjukkan bahwa Kristus datang untuk memperbaharui hukum Taurat dalam arti mempertahankan hukum moralnya (yaitu Sepuluh Perintah Allah), namun tidak lagi memberlakukan hukum seremonial dan yudisial-nya. Atau lebih tepatnya, Yesus menggenapi hukum-hukum tersebut secara berbeda, karena hukum-hukum itu hanya merupakan ‘persiapan’ bagi kesempurnaan yang diberikan oleh Kristus. Namun jiwa yang melatarbelakangi segala ketentuan hukum Taurat, yaitu hukum kasih, tetap berlaku. Bahkan hukum kasih diberlakukan dengan lebih tepat dan ketat, sehingga dapat dikatakan dalam ungkapan metafor bahwa apa yang ditetapkan sebelumnya dalam hukum Taurat, yang merupakan gambaran samar-samar akan kesempurnaan Kristus, tetap berlaku sampai sekecil-kecilnya, bahkan tak ada satu iota (titik pun), yang diubah (lih. Mat 5:18).

Mari kita bersama membaca Kitab Suci dengan selalu memperhatikan kesatuan antara Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Jangan lupa, sekitar 2/3 Kitab Suci terdiri dari Perjanjian Lama; maka terdapat pengajaran-pengajaran di PL yang memang masih sangat relevan bagi kita untuk dikaitkan dengan PB, sehingga kita dapat semakin lebih menghargai dan menghayati penggenapannya di dalam diri Kristus Yesus Tuhan kita. Yesus memang tidak menghendaki siapapun untuk menghilangkan satu titikpun dari hukum Taurat (lih. Mat 5:17-19), sebab Ia ingin agar kita dapat melihat secara utuh penggenapan dan penyempurnaan hukum Taurat itu dalam diri-Nya.

4 12 votes
Article Rating
88 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
martinus_kds
10 years ago

Pak Stef dan bu Ingrid yang saya hormati,
Berulang-ulang saya membaca tulisan di atas, tentang Penggenapan / Pembatalan hukum Taurat. Terus terang masih ada kesulitan saya untuk memahaminya.
Apakah pengertian Penggenapan / Pembatalan hukum Taurat yang diringkas menjadi 3 macam hukum ( Hukum Moral, Hukum Seremonial dan Hukum Yudisial) justru membuat Gereja terpecah menjadi bermacam-macam denominasi? Contoh : Pengertian tentang persembahan perpuluhan, menjaga hari Sabat, tentang makanan haram dan halal dan lain sebagainya.
Mohon kalau bisa lebih diperjelas lagi uraian tentang Hukum Moral, Hukum Seremonial dan Hukum Yudisial.

Stefanus Tay
Admin
Reply to  martinus_kds
10 years ago

Shalom Martinus,

Perpecahan gereja bukan disebabkan karena tiga macam hukum yang ada di dalam Perjanjian Lama, melainkan karena otoritas. Ketika manusia membuang otoritas, maka sungguh sulit mengetahui pokok-pokok iman yang sungguh-sungguh benar, karena ada begitu banyak subyektifitas dalam menginterpretasikan Kitab Suci. Mohon dijelaskan di bagian mana yang masih membingungkan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

martinus_kds
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Pak Stef, terima kasih atas tanggapannya.
Bagian yg masih membuat saya bingung adalah dalam penjelasan Hukum Moral. Dalam Hukum Moral dikatakan sebagai hukum kodrati dan tetap mengikat, diantaranya adalah menghormati hari sabat dan perpuluhan.
Namun di gereja kita tidak mewajibkan perpuluhan dan menghormati hari sabat layaknya orang yahudi. Hal ini bisa saya mengerti karena ada penjelasannya di situs katolisitas.org. Pdahal penjelasan tentang Hukum Moral ini ditulis oleh St. Thomas Aquinas, dan dikatakan sebagai hukum kodrati dan tetap mengikat. Inilah yg membuat saya bingung.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas perhatian pak Stef terhadap pertanyaan-pertanyaan saya.

Stefanus Tay
Admin
Reply to  martinus_kds
9 years ago

Shalom Martinus, Hukum moral memang hukum yang mengikat, karena dituliskan di dalam hati nurani manusia. (lih. Rom 2:15), yang dapat disarikan sebagai mengasihi Allah dan sesama. Bentuk mengasihi Allah dalam PL adalah beribadah hari Sabat dan pada PB adalah beribadah pada hari Minggu – hari Kebangkitan Kristus. Dengan kata lain, hukum moral tetap mengikat, yaitu kuduskanlah hari Tuhan. Demikian juga dengan perpuluhan. Hukum moralnya adalah mengasihi sesama, yang diwujudkan dengan pemberian harta kita, yang kalau memang diperlukan Gereja Katolik dapat menentukan besarannya. Jadi, hukum moralnya adalah sama, yaitu kita ingin mengasihi sesama, dengan cara berbagi. Diskusi tentang perpuluhan dapat dilihat… Read more »

Herman Jay
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Diskusi Lanjutan Tentang Tiga Jenis Hukum Versi Thomas Aquinas 1. Ada benarnya bahwa perpecahan dalam gereja merupakan akibat dari “pembuangan” otoritas. Namun di lain pihak dari sejarah objektif , nampaknya perpecahan gereja juga disebabkan oleh karena gereja mengutamakan hukum seremonial yang temporer pada abad ke 16, misalnya soal simoni. Apakah kesan ini benar? 2. Apakah dapat dikatakan bahwa gereja katolik mempunyai juga hukum seremonial yang merupakan aplikasi dari hukum seremonial perjanjian lama? Hal ini terlihat dalam berbagai berbagai pernak pernik aturan liturgi, yang diambil dari kitab suci? Contoh konkrit : pendupaan yang oleh saudara seiman non katolik mungkin dianggap aneh… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Herman Jay
9 years ago

Shalom Herman Jay, 1. Apakah Gereja mengutamakan hukum seremonial maka terjadi perpecahan di abad ke-16? Anda menyebutkan simoni sebagai salah satu contoh hukum seremonial tersebut. Sejujurnya saya tidak sepaham dengan penggunaan istilah ‘simoni’ sebagai contoh hukum seremonial. Sebab menurut Katekismus, simoni mempunyai konotasi negatif, sebab berkaitan dengan jual beli barang-barang/ hal-hal yang bersifat rohani: KGK 2121    Simoni terdiri dari penjualan atau pembelian barang-barang rohani. Kepada Simon tukang sihir, yang hendak membeli kekuasaan rohani yang menurut penglihatannya bekerja di dalam para Rasul, santo Petrus berkata: “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia… Read more »

martinus_kds
Reply to  martinus_kds
9 years ago

Pak Stef yg baik,

Terima kasih atas penjelasannya.

Berkah dalem,

Bogoro
10 years ago

Selamat siang, Admin Katolisitas. Saya ingin menanggapi artikel ini. 1. Pembagian hukum taurat menjadi 3 jenis ini merupakan hasil pemikiran St. Aquinas, seseorang dari abad ke-13. Apakah memang pada awalnya hukum taurat dibagi menjadi tiga jenis seperti itu? Bisa tolong tunjukkan ayat-ayat Alkitab perjanjian lama yang menunjukkan hal itu? 2. Apakah Yesus sendiri juga mengajarkan hukum taurat terbagi-bagi? Sepertinya saya tidak menemukan satu ayat pun perkataan Yesus yang membagi-bagi hukum taurat menjadi tiga bagian seperti di atas. 3. Pada Matius 5: 19 Yesus berkata; “Siapa yang meniadakan salah satu hukum Taurat sekalipun yang paling kecil dan mengajarkannya demikian, ia akan… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, 1. Pembagian hukum taurat menjadi 3 jenis ini adalah hasil pemikiran St. Thomas di abad ke 13? Apakah sejak awalnya memang terbagi sedemikian? Mana bukti ayatnya? Pembagian hukum Taurat menjadi tiga kelompok ini memang adalah pemikiran dari St. Thomas Aquinas, namun pemikiran ini bukannya tanpa dasar. Sebab pada saat diberikannya dalam Kitab Suci, memang sudah terdapat adanya pengelompokan ini, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit. St. Thomas hanya memperjelas pengelompokan ini, sehingga Gereja dapat semakin melihat korelasinya dengan penggenapan hukum Taurat di dalam Yesus Kristus yang menjadi benang merah dari segala ketentuan yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Sebab apapun… Read more »

Bogoro
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Terima kasih sudah menanggapi, Bu. Namun saya masih kurang puas dengan tanggapan Ibu. Maka dari itu, saya ingin menanggapi sebagai berikut: 1. Penjelasan mengenai penggenapan hukum taurat dan pembagian hukum taurat menjadi 3 jenis sudah sangat jelas bagi saya. Namun Ibu belum menjelaskan maksud dari nats Matius 23:23 yang menyatakan “yang satu harus dilakukan, yang lain jangan diabaikan”. Menurut pemahaman saya, frasa “yang satu” dari ayat itu merujuk pada hukum seremonial, sedangkan frasa “yang lain” merujuk pada hukum kodrati. Saya berpikir demikian karena pada ayat tersebut Yesus mengkritik orang Farisi yang cuma menerapkan persepuluhan (hukum seremonial) tetapi tidak melakukan keadilan… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, 1. Mat 23:23 menyatakan: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” Dalam bahasa Inggris (RSV), dikatakan demikian: “Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! for you tithe mint and dill and cummin, and have neglected the weightier matters of the law, justice and mercy and faith; these you ought to have done, without neglecting the others.“ Dalam A Catholic… Read more »

Bogoro
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Terima kasih atas tanggapannya, Bu Ingrid. Tanggapan Ibu benar-benar telah membuat saya mengerti. Namun sebelum melangkah ke topik selanjutnya, ijinkan saya bertanya beberapa hal demi memastikan bahwa jawaban Ibu punya dasar yang kuat. Dalam penjelasan di atas, Ibu mengatakan: “Sebab hukum seremonial PL dimaksudkan sebagai hukum yang mempersiapkan bangsa Israel untuk dapat menerima penggenapannya dalam diri Kristus, sebagai satu-satunya Kurban yang sempurna, dan Imam Agung yang Tertinggi, yang memperbaharui cara penyembahan yang sempurna kepada Allah.” Bisa tolong berikan dasar ayat perjanjian lama atas pernyataan ini? Karena apabila pernyataan ini hanya didasarkan pada perjanjian baru, bisa saja itu hanya akal-akalan para… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, Ayat Perjanjian Lama yang samar-samar menyampaikan nubuatan tentang Kristus, sebagai Kurban yang kudus yang akan dipersembahkan oleh bangsa-bangsa (artinya termasuk bangsa- bangsa non Yahudi), adalah dari Kitab Maleakhi, demikian: “Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam.” (Mal 1:11) Di sini dikatakan/ dinubuatkan bahwa setiap hari dari terbitnya matahari sampai terbenamnya (artinya selamanya, sampai akhir zaman, selama matahari masih terbit dan terbenam) akan dipersembahkan kurban yang tahir bagi… Read more »

Bogoro
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Terima kasih atas jawaban dari Bu Inggrid. Saya sudah mendapatkan gambaran bahwa hukum seremonial bertujuan untuk mempersiapkan diri agar setiap orang dapat menerima penggenapan dari Kristus. Namun saya rasa kalimat Ibu yang menyatakan “Sedangkan hukum yudisial PL dimaksudkan sebagai hukum yang mempersiapkan umat-Nya untuk menerima prinsip hukum yang adil …” belum memiliki dasar yang kuat. Saya mengatakan ini karena Yesus sendiri malah mengubah beberapa hukum yudisial. Yesus membatalkan hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi, Yesus membatalkan hukum lempar batu terhadap orang yang berzinah. Jadi, bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa hukum yudisial mempersiapkan umat menerima prinsip yang adil dari… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, Kitab Perjanjian Lama memang tidak mengklasifikasikan secara eksplisit adanya ketiga jenis hukum pada hukum Taurat Musa. Sebagaimana telah disampaikan di atas, ketiga klasifikasi tersebut dijabarkan oleh St. Thomas Aquinas, agar kita lebih memahami kesinambungan hukum tersebut, dengan penggenapannya di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Maka klasifikasi itu dimaksudkan untuk membantu pemahaman kita, tanpa mengubah apapun yang telah disampaikan dalam Perjanjian Lama. Dalam kitab Musa sendiri, Nabi Musa menubuatkan tentang Kristus sebagai Seseorang yang menyampaikan segala yang diperintahkan oleh Tuhan, dan dengan demikian menyatakan secara implisit bahwa kelak segala perintah Tuhan akan dinyatakan: “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara… Read more »

Bogoro
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Terima kasih atas jawabannya, Bu Inggrid.
Saya masih memiliki beberapa tanggpan.

Apabila Yesus memang menekankan keadilan, yaitu setiap orang harus menerima sanksi yang setimpal dengan perbuatannya, bagaimana mungkin Yesus mengganti “hukum mata ganti mata gigi ganti gigi” dengan “berilah pipi kananmu apabila pipi kirimu ditampar”?
Mata ganti mata gigi ganti gigi jelas-jelas sangat adil. Tapi mengapa Yesus menghilangkan hukum yudisial itu?
Lalu kalau Yesus memang menekankan keadilan, mengapa pula Yesus menghapuskan hukum melempari pezinah? Bukankah hukum di perjanjian lama memang sudah dianggap adil?

Demikian tanggapan dari saya.

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, Fakta adanya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang tercatat dalam Kitab Suci menunjukkan adanya tahapan Wahyu ilahi yang dinyatakan Allah kepada manusia. Allah secara berangsur mempersiapkan umat-Nya yang berhati lamban dan keras, agar dapat menerima prinsip keadilan-Nya. Yaitu bahwa selalu ada konsekuensi dari segala perbuatan kita. Dalam Perjanjian Lama hal konsekuensi ini ditekankan kepada hal membayar ‘ganti rugi’ -yang diwujudkan secara lahiriah/ material- dan ini merupakan langkah awal untuk menumbuhkan rasa keadilan di tengah umat-Nya. Namun dalam Perjanjian Baru, Allah menyatakan bahwa keadilan-Nya sesungguhnya tak terpisahkan dengan kasih-Nya, dan mengarah kepada perwujudan kasih-Nya yang memuncak di dalam kurban… Read more »

Bogoro
Reply to  Bogoro
9 years ago

Terima kasih atas jawabannya, Bu Inggrid. “Maka dalam Perjanjian Baru, hal ‘ganti rugi’ diperbaharui dan disempurnakan dengan dimensi rohaniah, yaitu pertobatan, yang menjadi tujuan sejati dari maksud diberlakukannya sanksi dari perbuatan dosa. ” Saya rasa jawaban ibu ini tidak cocok apabila dikaitkan dengan perkataan Yesus. Yesus berkata “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Tetapi aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Apabila Yesus memang menekankan pertobatan, seharusnya kalimatnya bukan “berilah pipi kirimu.” Gimana orang yang berdosa bisa bertobat kalau kita cuma… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bogoro
9 years ago

Shalom Bogoro, Kemungkinan Anda beranggapan demikian, sebab Anda hanya menaruh perhatian kepada kehidupan manusia di dunia, dan kecenderungan umum pada manusia. Tetapi Tuhan Yesus yang mengajarkan kesempurnaan, menaruh perhatian kepada kehidupan kekal yang dapat diberikan kepada manusia, jika manusia mengejar kesempurnaan sebagaimana yang diajarkan oleh Allah. Nah, maka hal mengampuni orang yang bersalah kepada kita, memang secara akal manusia mungkin sangat terlihat tidak adil, dan bahkan mustahil dilakukan, jika yang dijadikan dasar adalah perasaan pihak yang sudah disakiti. Dan, kalau hal perasaan dan kecenderungan manusia saja yang diikuti, maka memang yang terjadi adalah saling membalas tanpa akhir, seperti yang terjadi… Read more »

Mian Panggabean SSSP
Mian Panggabean SSSP
10 years ago

* Ayat2 dibawah ini, menunjukkan bahwa HUKUM TAURAT yang DIGENAPI adalah NUBUATAN tentang Yesus, yang SEMUANYA PASTI AKAN TERJADI. Matius 5:17-18 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan HUKUM TAURAT atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk MENGGENAPInya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari HUKUM TAURAT, SEBELUM SEMUANYA TERJADI Lukas 24:44 Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus DIGENAPI semua yang ada tertulis TENTANG AKU dalam kitab… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Mian Panggabean SSSP
10 years ago

Shalom Mian, Ya, benar, bahwa Sabda Tuhan dalam Injil maupun surat-surat para Rasul mengatakan bahwa hukum Taurat itu digenapi di dalam Kristus. Kristus merupakan penggenapan nubuat-nubuat para nabi dan kitab Mazmur. Itulah sebabnya Rasul Paulus kerap kali mengkontraskan antara hukum Taurat dan iman akan Kristus, dengan mengatakan bahwa yang menyelamatkan kita adalah iman akan Kristus dan bukan karena perbuatan melakukan hukum Taurat (lih. Gal 2:16). Dengan demikian aturan sunat jasmaniah dalam hukum Taurat digenapi dengan sunat rohaniah (lih. Rm 2:29); dan makna sunat itu sendiri digenapi dalam Pembaptisan, sebab yang ditanggalkan bukan hanya kulit jasmani, namun keseluruhan manusia lama, untuk… Read more »

Erwin
Erwin
10 years ago

Syalom, Sebelumnya saya ingin berterima kasih atas artikel dalam website ini, karena telah banyak membantu membangun pemahaman saya yang lebih mendalam mengenai iman Katolik. Dalam kesempatan ini perkenankan saya juga memohon ijin untuk mengutip (sekalipun telah ditulis dalam pojok kanan bawah setiap halaman web ini) artikel – artikel dalam website ini untuk keperluan buletin bulanan Recharge yang diterbitkan komunitas muda – mudi kami untuk didistribusikan di area Keuskupan Surabaya. Sedikit koreksi dari saya, terkait penggunaan kata “sangsi”, akan lebih tepat untuk diganti dengan “sanksi”. Terima kasih dan semoga Saudara – Saudara semakin semangat dalam pelayanan ini. Tuhan memberkati. [Dari Katolisitas:… Read more »

agustinus dw
agustinus dw
10 years ago

Mat 5:17 menuliskan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Mat 5:17 menuliskan bahwa Yesus tidak membatalkan Hukum Taurat namun Ef 2:15 menyatakan bahwa Yesus membatalkan Hukum Taurat, dengan menuliskan “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.” pertanyaannya : 1. siapakah paulus?, koq berani mengajarkan berbeda dengan yang Yesus ajarkan? 2. dari siapa ajaran paulus?, paulus bukan salah satu dari 12… Read more »

Robert
Robert
11 years ago

Dear Katolisitas,

mengapa Rasul Paulus tampak anti terhadap hukum Taurat? Bahkan dibilang dalam hukum Taurat tidak ada keselamatan (Gal 2:21).

Terima kasih,
Robert

Ingrid Listiati
Reply to  Robert
10 years ago

Shalom Robert, Gal 2:21, dalam bahasa Inggrisnya berbunyi: “I do not nullify the grace of God; for if justification were through the law, then Christ died to no purpose.” (Gal 2:21, RSV) Jadi lebih tepatnya maksudnya adalah: jika justifikasi/ pembenaran adalah melalui Hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus. Sebab memang kita dibenarkan/ memperoleh keselamatan oleh karena kasih karunia Allah, dan bukan karena melakukan perbuatan-perbuatan yang disyaratkan oleh hukum Taurat. Hukum Taurat itu memang diberikan Allah pada zaman Perjanjian Lama, untuk mempersiapkan umat pilihan-Nya menerima Kristus Sang Penyelamat dalam Perjanjian Baru. Melalui hukum Taurat ini, manusia mengenal adanya dosa, yaitu pelanggaran… Read more »

bima
bima
11 years ago

Saya ingin menanggapi pernyataan dari sdr.budi darmawan ‘Sebuah agama yang baik bisa dilihat dari buah ajarannya’ Memang benar seperti itu tp mari kita lihat sejarah ke belakang indonesia di jajah belanda berapa tahun?mayoritas agama apa bangsa belanda?katolik masuk indonesia lewat siapa?bagaimana penyebarannya? Mayoritas agama apa bangsa perancis,inggris,portugis yang sekarang menduduki negeri yang di katakan amerika?tanahnya siapa itu?ada surat jual belikah dengan bangsa indian?bagaimana bangsa indian waktu itu? australia yang mayoritas orang inggris,agama apakah mereka?mana surat jual beli dengan suku aborigin? kasihilah musuhmu”’masih ingatkah anda dengan nagasaki dan hiroshima?bangsa yang punya agamakah yang melakukan itu? Ingatkah anda irak tahun 2003 yang… Read more »

RD. Yohanes Dwi Harsanto
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  bima
11 years ago

Salam Bima, Apakah Anda bisa menyebutkan “hukum Tuhan” itu di dunia ini saat ini yang sungguh-sungguh berhasil membuat keadilan di dunia? Manakah “hukum Tuhan” yang secara efektif membuat manusia selama masih di dunia ini taat tunduk padanya tanpa merampas sedikitpum kebebasannya sebagai manusia? Menurut ajaran Katolik, Allah menganugerahi manusia dengan kebebasan atau kehendak bebas dan daya kesadaran diri. Inilah yang membuat manusia berbeda dari makhluk ciptaan lain. Manusia memiliki kebebasan untuk menolak 100 persen Allah dan ajaran agama maupun bebas untuk menerimanya 100 persen. Allah tidak represif. Memang, justeru dengan kesadaran akan kasih sayang Allah yang sedemikian besar itu, seharusnya… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
88
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x