Tentang tingkatan Pengajaran Magisterium

Sebagai umat Katolik, kita percaya bahwa Tuhan-lah memberikan wewenang kepada Magisterium untuk mengajarkan kepada kita interpretation yang otentik tentang Sabda Allah (lih. KGK 85). Magisterium menerapkan otoritas yang dipercayakan kepadanya dari Kristus ketika ia menentukan dogma (KGK 88). Dalam hal pengajaran definitif tentang iman dan moral, maka Magisterium diberi kuasa untuk tidak mungkin salah (infallibility), seperti yang dinyatakan dalam Lumen Gentium.

Perlu kita ketahui di sini terdapat tingkatan dalam pengajaran dari Magisterium ini, berdasarkan yang disebutkan dalam Apostolic Letter Motu Proprio Ad tuendam fidem oleh Paus Yohanes Paulus II, yang kemudian diperjelas oleh CDF (Kongregasi Ajaran Iman) dalam dokumen Professio Fidei dan penjelasannya. Berikut ini adalah ringkasannya:

1. Credenda

Credenda (kan. 750, 1) artinya, harus dipercaya, ‘to be believed’:
Semua yang tercantum dalam Sabda Allah — baik yang tertulis dalam Kitab Suci maupun yang diturunkan sebagai Tradisi Suci — yang oleh Gereja telah dinyatakan sebagai wahyu ilahi, baik melalui keputusan resmi [seperti pernyataan Dogma], maupun melalui ajaran Magisterium yang biasa dan universal. Termasuk di sini adalah deposit of faith, yaitu pernyataan artikel iman Katolik.

Pengajaran yang termasuk dalam categori Credenda adalah semua artikel yang ada dalam Credo/ Aku percaya, berbagai doktrin Kristologis dan dogma tentang Maria, doktrin tentang pendirian Sakramen- sakramen oleh Kristus dan penyampaian rahmat Allah melalui sakramen, doktrin tentang kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi, tentang hakekat kurban dalam Ekaristi, tentang Gereja yang didirikan oleh Kristus, doktrin tentang keutamaan dan infalibilitas (tidak dapat sesat) dari Bapa Paus, doktrin tentang dosa asal, doktrin tentang jiwa rohani [manusia] yang kekal dan penghakiman yang terjadi sesaat setelah kematian, doktrin bahwa tak ada kesalahan dalam Alkitab, doktrin tentang keseriusan kesalahan moral dalam hal pembunuhan seorang manusia yang tak bersalah, secara langsung dan dengan sengaja.

Ajaran-ajaran tersebut di atas tercantum dalam Sabda Allah, yang tertulis maupun yang diturunkan dan didefinisikan melalui keputusan resmi sebagai kebenaran-kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, entah melalui Paus ketika ia berbicara “ex-cathedra” (di atas kursi/ atas nama Rasul Petrus), atau oleh kolese para Uskup dalam konsili, atau secara infalibel dinyatakan untuk diimani, oleh Magisterium biasa dan universal.

Tanggapan yang disyaratkan: harus dipercaya dengan iman yang katolik dan ilahi (catholic and theological faith). Maka orang yang berkeras menentang ajaran Credenda, menempatkan dirinya dalam posisi heretik, sebagaimana disebutkan dalam KHK kan.12.

2. Tenenda

Tenenda (kan 750, 2) artinya, harus dipegang, ‘to be held’:
Semua yang dinyatakan secara definitif tentang iman dan moral (termasuk hal-hal yang ditentukan untuk melindungi dan menjaga penerapan hal-hal credenda), sebagaimana diajarkan oleh Gereja, tentang ajaran iman dan moral. Termasuk di sini adalah ajaran dogmatik dan moral yang perlu untuk melaksanakan ajaran iman Katolik, meskipun belum dinyatakan oleh Magisterium sebagai pernyataan wahyu ilahi.

Pengajaran yang termasuk dalam categori Tenenda misalnya adalah ajaran-ajaran yang terkait dengan wahyu ilahi menurut keharusan yang logis dan keharusan menurut sejarah.

a. Ajaran kebenaran yang terkait dengan wahyu ilahi menurut keharusan yang logis adalah seperti doktrin tentang definisi infalibilitas Bapa Paus, sebelum hal itu dinyatakan secara definitif dalam Konsili Vatikan I. Sebab sebelum dinyatakan sebagai Credenda dalam Konsili Vatikan I, ajaran ini telah dipercaya sebagai wahyu dan diakui sebagai sesuatu yang definitif. Maka Konsili Vatikan I bukanlah saat pertama untuk menyatakan infalibilitas Paus secara definitif, tetapi pada Konsili Vatikan I hal tersebut dinyatakan sebagai kebenaran ilahi/ ‘a divinely revealed truth’. Sejarah jelas menunjukkan bahwa apa yang telah diterima dalam kehidupan Gereja, dianggap sebagai ajaran yang benar sejak awal, dan selanjutnya dipegang sebagai ajaran definitif, walaupun baru pada Konsili Vatikan I diterima dan dinyatakan sebagai kebenaran yang diwahyukan Allah.

Proses yang sama ada pada doktrin tentang ordinasi imam yang terbatas hanya untuk kaum pria. Juga doktrin yang menolak euthanasia yang diajarkan dalam surat ensiklikal Evangelium Vitae. Demikian pula doktrin yang menolak prostitusi dan percabulan.

b. Ajaran kebenaran yang terkait dengan wahyu ilahi melalui keharusan sejarah, dan yang harus dipegang secara definitif, walaupun tak dapat dinyatakan sebagai diwahyukan Allah, seperti: legitimasi pemilihan Paus, perayaan Konsili, Kanonisasi Santo/ Santa, pengesahan tahbisan imam Anglikan (menurut deklarasi Paus Leo XIII, dalam surat Apostolik Apostolicae Curae).

Semua doktrin Tenenda di atas dapat: 1) didefinisikan secara resmi oleh Paus ketika ia berbicara “ex-cathedra” atau 2) oleh kolese para Uskup dalam Konsili ataupun 3) diajarkan secara infalibel oleh Magisterium biasa dan universal, sebagai pernyataan “sententia definitive tenenda.” Dengan demikian, meskipun tidak diwahyukan secara ilahi, namun pengajaran ini tetap infallible, karena diajarkan oleh Gereja dalam bimbingan Roh Kudus.

Tanggapan yang disyaratkan: harus dipegang dengan teguh dan dipertahankan; dan tidak boleh ditolak. Dasarnya adalah iman akan Roh Kudus yang membimbing Magisterium Gereja, dan ajaran iman Katolik tentang infalibilitas dari Magisterium dalam hal-hal pengajaran ini. Maka orang yang menentang kebenaran-kebenaran ajaran ini berada dalam posisi menolak kebenaran ajaran Katolik dan karena itu tidak dapat dikatakan sebagai berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik.

3. Obsequium

Obsequium (artinya adalah ‘ketaatan’) adalah ajaran-ajaran yang disampaikan dengan benar, ataupun pasti, bahkan jika ajaran-ajaran tersebut belum didefinisikan melalui keputusan resmi atau dinyatakan definitif oleh Magisterium yang biasa dan universal, baik itu oleh Paus atau oleh kolese para Uskup.

Maka Obsequium dibagi dua katagori yaitu, 1) ketaatan kepada ajaran Bapa Paus atau kolese para Uskup; dan 2) ketaatan kepada ajaran para Uskup yang ada dalam persekutuan dengan Paus, baik Uskup tersebut mengajar secara pribadi, ataupun bersama-sama  dalam konferensi atau konsili.

a. Obsequium terhadap pengajaran Bapa Paus atau kolese para Uskup ketika mereka melakukan wewenang mengajar (kan. 752).
Berupa: Doktrin tentang iman dan moral yang dinyatakan oleh Paus dan kolese Uskup ketika melaksanakan wewenang mengajar.
Tanggapan yang disyaratkan: ketaatan religius dari akal budi dan kehendak bebas dan menghindari hal-hal yang tidak sejalan dengan hal itu.

b. Obsequium terhadap otoritas dari para uskup (kan. 753).
Berupa: Pengajaran otentik dari seorang uskup atau beberapa uskup.
Tanggapan yang disyaratkan: ketaatan religius dari akal budi kepada otoritas.

Dalam Lumen Gentium 25, disebutkan di sana hal “ketaatan religius” sebagai tanggapan yang selayaknya kepada apa yang secara sah telah diajarkan oleh otoritas Gereja dalam hal iman dan moral.

4. Servandi

Servandi (kan. 754)
Berupa: Konstitusi/ dekrit dari Paus/ uskup yang menyatakan pengajaran atau yang menolak pengajaran yang salah.
Tanggapan yang disyaratkan: Obligasi untuk melaksanakannya.

Lebih lanjut tentang ini, berikut adalah keterangan yang kami terima dari Dr. Lawrence Feingold, yang adalah pembimbing Teologis website Katolisitas ini. [Berikut ini adalah teksnya dalam bahasa Inggris]

With regard to the question about infallible teachings, it is important that these can be of two kinds: those which must be “firmly believed,” and those which must be “firmly held.” The former are said to be “credenda” and the latter “tenenda.” Both kinds of teachings are infallible. A very common error is to limit infallible teachings to those which are said to be “credenda.”
The teachings which are to be “firmly believed,” are dogmas of faith, and correspond to the first level of assent, as explained in the doctrinal commentary (by Ratzinger, then Prefect of the CDF) on the Motu proprio, Ad tuendam fidem, of John Paul II.
However, the teachings which require the second level of assent are also infallible, and must be “firmly held.” These teachings are said to be “tenenda” (to be held).
The doctrinal commentary on Ad tuendam fidem says the following about the second level of assent:

The second proposition of the Professio fidei states: “I also firmly accept and hold each and everything definitively proposed by the Church regarding teaching on faith and morals.” The object taught by this formula includes all those teachings belonging to the dogmatic or moral area, which are necessary for faithfully keeping and expounding the deposit of faith, even if they have not been proposed by the Magisterium of the Church as formally revealed.

Such doctrines can be defined solemnly by the Roman Pontiff when he speaks ‘ex cathedra’ or by the College of Bishops gathered in council, or they can be taught infallibly by the ordinary and universal Magisterium of the Church as a “sententia definitive tenenda“. Every believer, therefore, is required to give firm and definitive assent to these truths, based on faith in the Holy Spirit’s assistance to the Church’s Magisterium, and on the Catholic doctrine of the infallibility of the Magisterium in these matters. Whoever denies these truths would be in a position of rejecting a truth of Catholic doctrine16 and would therefore no longer be in full communion with the Catholic Church.

The truths belonging to this second paragraph [Tenenda] can be of various natures, thus giving different qualities to their relationship with revelation. There are truths which are necessarily connected with revelation by virtue of an historical relationship; while other truths evince a logical connection that expresses a stage in the maturation of understanding of revelation which the Church is called to undertake. The fact that these doctrines may not be proposed as formally revealed, insofar as they add to the data of faith elements that are not revealed or which are not yet expressly recognized as such, in no way diminishes their definitive character, which is required at least by their intrinsic connection with revealed truth. Moreover, it cannot be excluded that at a certain point in dogmatic development, the understanding of the realities and the words of the deposit of faith can progress in the life of the Church, and the Magisterium may proclaim some of these doctrines as also dogmas of divine and catholic faith.

With regard to the nature of the assent owed to the truths set forth by the Church as divinely revealed (those of the first paragraph/ Credenda) or to be held definitively (those of the second paragraph/ Tenenda), it is important to emphasize that there is no difference with respect to the full and irrevocable character of the assent which is owed to these teachings. The difference concerns the supernatural virtue of faith: in the case of truths of the first paragraph, the assent is based directly on faith in the authority of the Word of God (doctrines de fide credenda); in the case of the truths of the second paragraph, the assent is based on faith in the Holy Spirit’s assistance to the Magisterium and on the Catholic doctrine of the infallibility of the Magisterium (doctrines de fide tenenda).

The Magisterium of the Church, however, teaches a doctrine to be believed as divinely revealed (first paragraph) or to be held definitively (second paragraph) with an act which is either defining or non-defining. In the case of a defining act, a truth is solemnly defined by an “ex cathedra” pronouncement by the Roman Pontiff or by the action of an ecumenical council. In the case of a non-defining act, a doctrine is taught infallibly by the ordinary and universal Magisterium of the Bishops dispersed throughout the world who are in communion with the Successor of Peter. Such a doctrine can be confirmed or reaffirmed by the Roman Pontiff, even without recourse to a solemn definition, by declaring explicitly that it belongs to the teaching of the ordinary and universal Magisterium as a truth that is divinely revealed (first paragraph) or as a truth of Catholic doctrine (second paragraph). Consequently, when there has not been a judgment on a doctrine in the solemn form of a definition, but this doctrine, belonging to the inheritance of the depositum fidei, is taught by the ordinary and universal Magisterium, which necessarily includes the Pope, such a doctrine is to be understood as having been set forth infallibly. The declaration of confirmation or reaffirmation by the Roman Pontiff in this case is not a new dogmatic definition, but a formal attestation of a truth already possessed and infallibly transmitted by the Church.

With regard to the category of “obsequium,” this refers to the ordinary teachings of the Magisterium, to which we have to give “religious submission of mind and will.” These teachings are not infallible, but the faithful must still give them an interior assent, even though it is theoretically possible that they could be changed or refined in the future.
With regard to the assent required by Humanae vitae, this is a difficult and controverted question. I would say that the fundamental moral norm taught by HV is infallible in virtue of the universal ordinary Magisterium (see LG25), by which the Church constantly taught that every use of the marital act had to remain intrinsically open to life. This infallibility does not apply to the entire encyclical, but only to the absolute moral norm formulated in n. 11:
The Church, nevertheless, in urging men to the observance of the precepts of the natural law, which it interprets by its constant doctrine, teaches that each and every marital act must of necessity retain its intrinsic relationship to the procreation of human life.
Likewise in n. 12:
This particular doctrine, often expounded by the magisterium of the Church, is based on the inseparable connection, established by God, which man on his own initiative may not break, between the unitive significance and the procreative significance which are both inherent to the marriage act.

With regard to your question about the bishops of Indonesia, the same was true in many other episcopal conferences. However, the way a group of bishops present the issue does not affect the binding value of a teaching that has already been taught infallibly or authoritatively by the universal Church. One should always seek to give the most benevolent reading to such statements.
Furthermore, even if the teaching of HV is not infallible, it still requires religious submission of mind and will, and thus one could not tell couples simply to “follow their consciences.” The faithful have the obligation to form their consciences by giving their assent to the teachings of the Magisterium. Therefore, whether or not HV is infallible, the faithful still have a grave obligation to follow the teaching of HV, and to receive it in the spirit indicated by Christ’s words to His Apostles: “He who hears you, hears Me” (Lk 10:16).
In Veritatis splendor, John Paul II discusses the error of “creative conscience,” by which one puts one’s personal conscience above the authoritative moral teachings of the Church.

Jadi kesimpulannya, pengajaran yang ditetapkan secara definitif, baik itu Credenda ataupun Tenenda, keduanya adalah infallible (tidak mungkin sesat), dan karenanya kita sebagai umat Katolik harus menaatinya. Jadi tidak ada istilah infallible atau setengah infallible, sebab begitu hal iman dan moral diajarkan secara definitif oleh Magisterium, maka itu adalah infallible. Dalam kaitannya dengan Humanae Vitae, memang yang terpenting adalah bahwa secara prinsip, Magisterium Gereja mengajarkan bahwa hubungan suami istri harus terbuka bagi kemungkinan kelahiran anak- anak, dan sesungguhnya kita sebagai umat beriman tak berhak untuk memisahkan unitive act dan pro-creative act dalam hubungan suami istri. Maka seharusnya hati nurani kita selayaknya mengikuti apa yang diajarkan oleh Magisterium ini.

Sumber:

1. St. Paus Yohanes Paulus II, Ad Tuendam Fidemhttp://w2.vatican.va/content/john-paul-ii/en/motu_proprio/documents/hf_jp-ii_motu-proprio_30061998_ad-tuendam-fidem.html
2. Professio fidei by CDF, http://www.ewtn.com/library/CURIA/cdfoath.htm

3. Doctrinal Commentary on Professio fidei by CDF, http://www.ewtn.com/library/CURIA/CDFADTU.HTM
4. Summary of Doctrinal Commentary by CDF, http://www.ewtn.com/library/Theology/SUMMARY.HTM

1.5 2 votes
Article Rating
19/12/2018
22 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Yohanes
Yohanes
10 years ago

Dear Katolisitas, Salam Damai Sejahtera. Setelah membaca keterangan tentang magisterium, koq seakan2 ada persepsi katolik itu menjadi sedemikian rumit dan terkotak-kotak ya (beberapa level magisterium, hierarchy of truth/kebenaran/misteri? mungkin saya yang bodoh yang belum mengerti). Krn katolik yang saya anut dan mengerti selama ini adalah mudah saja, umum terbuka dan menjangkau siapa saja karena didalamnya ada Kasih Allah utk semua manusia, sama seperti Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus pun simple dan mudah, yang bekerja dalam pengalaman bathin diri saya, sehingga saya mengalami sentuhan pengalaman rohani yang lembut dan pertumbuhan iman yang mesra. It’s so simple dan tdk serumit… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Yohanes
10 years ago

Shalom Yohanes, Kalau saya mengikuti cara berfikir Anda, maka kita juga dapat mengatakan bahwa sebenarnya mesin cuci itu tidaklah rumit, karena  tinggal tekan tombol kiri dan kanan, terus tekan “go“, maka dalam waktu 1 jam pakaian akan tercuci bersih. Namun, kalau Anda ingin mengetahui cara kerja dari mesin cuci maka tidak ada cara lain, Anda mungkin harus melihat “buku manual” dan mulai membaca secara lebih detil. Kalau Anda ingin mengetahui kerja rangkaian elektronik yang menyebabkan satu tombol dapat menjalankan fungsi yang begitu luar biasa, maka tidak ada cara lain, kecuali mencoba mempelajari sirkuit elektronik yang dipakai. Jadi, memang ada perbedaan… Read more »

Agung
Agung
11 years ago

Shalom,

adakah dokumen2 resmi GK yang tidak termasuk dalam Credenda, Tenenda, Obsequium, Servandi alias hanya dokumen biasa?

Kalau ya, apakah konsili (Vatikan 1, 2 dll) juga pernah menghasilkan dokumen biasa (yang tidak termasuk dalam Credenda, Tenenda, Obsequium, Servandi)? Apa contohnya?

Terima kasih. GBU

Ingrid Listiati
Reply to  Agung
11 years ago

Shalom Agung, Nampaknya, harus dipahami bahwa tingkatan pengajaran tentang Credenda, Tenenda, Obsequium dan Servandi adalah berkaitan dengan pernyataan ajaran-nya, dan bukan dokumen Gereja-nya itu sendiri. Dengan pengertian ini, maka kita mengetahui bahwa dalam Konsili Vatikan II, dan KGK itu sendiri ada pengajaran-pengajaran yang bersifat Credenda, Tenenda, Obsequium dan Servandi. Demikian pula dalam dokumen-dokumen Gereja Katolik lainnya, dapat mengandung salah satu atau lebih atau bahkan ke-empat tingkatan pengajaran tersebut sekaligus. Silakan dibaca kembali di artikel di atas, apakah contoh pengajaran yang termasuk di dalam katagori Credenda, Tenenda tersebut, sehingga di luar pernyataan tersebut, dapat dikatakan termasuk katagori berikutnya, entah itu Obsequium,… Read more »

Budi
Budi
Reply to  Ingrid Listiati
11 years ago

Terima kasih Bu Ingrid atas penjelasannya. Jadi mulai sejarah konsili GK yang pertama kali sampai yang terakhir (Konsili Vatikan 2). Seluruh dokumen dan seluruh pernyataannya masuk dalam lingkup Magisterium, baik itu di tingkat Credenda sampai dengan Servandi. [Dari Katolisitas: Mohon dipahami bahwa pernyataan dalam dokumen Konsili atau dokumen-dokumen Gereja lainnya terdiri dari banyak kalimat. Nah tidak setiap kalimat itu pasti mengandung tingkat Credenda sampai Servandi. Yang penting dilihat adalah adanya pernyataan-pernyataan tertentu yang berhubungan dengan dogma atau ajaran yang tertentu, sehingga dapat dinyatakan termasuk katagori Credenda, atau Tenenda, atau Obsequium atau Servandi] Jadi paling tidak saya tahu kalau tidak ada… Read more »

Budi
Budi
Reply to  Budi
11 years ago

Shalom Bu Ingrid Ooo, maksud saya bukan tiap kalimat Bu Ingrid. Ya tentu saja kita tidak akan bisa melihat suatu pernyataan lengkap dalam satu kalimat saja. Tapi sebuah pernyataan lengkap ini pasti terdiri dari beberapa kalimat / paragraf / 1 halaman penuh supaya sebuah pernyataan itu memiliki arti yang lengkap dan jelas. Karena pasti tiap kalimat dalam seluruh dokumen hasil konsili gereja itu menjelaskan pernyataan – pertanyaan tertentu. Yang ingin saya tekankan (atau mungkin tanyakan, ya ?) adalah apakah semua pernyataan dalam semua dokumen dari seluruh konsili ekumenikal gereja itu masuk dalam kebenaran gereja / Magisterium Gereja ? Mungkin saya… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Budi
11 years ago

Shalom Budi, Semua pengajaran Magisterium Gereja umumnya mengandung sisi iman dan moral, hanya tingkatannya berbeda-beda: ada yang sifatnya doktrinal, ada yang walaupun berkaitan dengan doktrin namun lebih bersifat tata cara pelaksanaan. Namun demikian semua pengajaran Gereja mengandung kebenaran. Pengajaran iman dan moral yang sifatnya doktrinal, jika dimaklumkan secara definitif, termasuk katagori Credenda dan Tenenda. Contoh Credenda dan Tenenda, sudah dijelaskan di artikel di atas. Sedangkan pernyataan/ ajaran lainnya, yang tidak dinyatakan dengan secara definitif termasuk katagori termasuk Obsequium dan Servandi. Karena semua pengajaran ini berkaitan dengan iman dan moral, semua pengajaran ini mempunyai pengaruh terhadap umat beriman dan mensyaratkan ketaatan… Read more »

Budi
Budi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Kalau mendengar penjelasan dari Bu Ingrid, berarti apakah pernyataan yang saya berikan untuk teman saya itu sesuai dengan ajaran GK ? Kalau lupa saya copy paste di bawah ini dan saya berikan penambahan untuk lebih jelas : Seluruh dokumen dan seluruh pernyataan (tentunya dimana pernyataan tersebut dijelaskan oleh banyak kalimat) di seluruh konsili ekumenikal gereja itu adalah BENAR. Namun BENAR ini dibagi menjadi 2, yaitu : *Kebenaran yang bersifat absolut / mengikat selamanya / infallible -> Pernyataan yang berhubungan dengan iman dan moral / doktrinal & dogmatic (Credenda & Tenenda) *Kebenaran yang bersifat biasa / tidak mengikat / keputusan yang… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Budi
10 years ago

Shalom Budi, 1. Tentang tingkatan ajaran Magisterium Semua pengajaran Magisterium Gereja umumnya mengandung sisi iman dan moral, entah itu tingkatan Credenda, Tenenda, Obsequium ataupun Servandi. Ajaran yang di tingkatan Credenda mensyaratkan iman yang Katolik (artinya jika tidak diimani sedemikian, maka orang tersebut bukan Katolik lagi/ memisahkan diri dari iman Katolik). Ajaran di tingkat Tenenda, Obsequium dan Servandi juga mensyaratkan ketaatan, dan kegagalan memberikan ketaatan adalah pelanggaran/ dosa, namun tidak serta merta bermakna pemisahan diri dari iman Katolik.  Jadi secara umum keempat tingkatan ajaran tetaplah adalah ajaran yang benar, menyangkut iman dan moral dan mensyaratkan kewajiban untuk dilaksanakan. Hanya saja, tingkatan… Read more »

Budi
Budi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Shalom Bu Ingrid, Pertama-tama terima kasih atas jawabannya. Nomor 2 = Oh jadi memang cuman 4 saja ya yang RESMI. Jadi kalau ada penerimaan konstantinopel sebagai tempat istimewa setelah roma, ya itu RESMI di hasil konsili yang lain (Lateran). Nomor 1 = Terima kasih saya mengerti tentang Templar, ternyata bukan keputusan konsili toh. Tapi ada 1 poin penting di Nomor 1 yang saya rasa belum saya terima jawabannya, yaitu = Apakah hal-hal di luar iman dan moral dari hasil konsili RESMI (General / Ecumenical Council ) bisa ‘salah’ ? atau Roh Kudus tetap menjaga SEMUA/SETIAP hasil pernyataan/dokumen konsili dari kesalahan… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Budi
10 years ago

Shalom Budi, 1. Apa yang tertulis dalam dokumen resmi hasil Konsili adalah hal-hal sehubungan dengan ajaran iman dan moral, dan semuanya benar. Namun tidak semua dari kalimat per kalimat bersifat infallible yang menuntut ketaatan iman yang Katolik. Nah pembentukan Templar itu bukan hasil Konsili dan tidak tercatat secara resmi dalam dokumen ajaran Gereja, karena memang bukan ajaran iman dan moral. Hanya Paus saat itu menyetujui pembentukannya, karena bertujuan baik, yaitu untuk mempertahankan keberadaan Gereja di Yerusalem. 2. Kanon hasil Konsili Konstantinopel I yang diakui oleh Gereja Latin kuno, berdasarkan tulisan para Bapa Gereja di abad itu, ada 4 kanon, sebagaimana… Read more »

Budi
Budi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Syalom Bu Ingrid, terima kasih atas jawabannya. Saya simpulkan pengertian saya sebagai berikut (kalau memang sudah sesuai dengan pengajaran Gereja Katolik, tidak perlu ditanggapi, cukup ditulis OK saja ;) NOMOR 3 : Memang di Syahadat aslinya (Yunani) HANYA menggunakan kata “ekporeusis”, yang berkonotasi berasal dari 1 sumber (meskipun 1 sumber ini ya Bapa & sekaligus Putera dalam kesatuan), namun Syahadat di terjemahan latin ada tambahan Filique yang HANYA MEMPERJELAS bahwa Roh Kudus berasal dari BAPA dengan kesatuan bersama Putera (yang sudah dari awal memang benar). NOMOR 2 : Saya sudah mengerti. Berarti yang resmi & benar cuman 4 kanon saja,… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Budi
10 years ago

Shalom Budi, a. Konsili- konsili memang membahas sehubungan pengajaran iman dan moral. Namun tidak semua pernyataan Konsili bersifat infallible, sebab syarat infalibilitas suatu ajaran (tidak mungkin sesat) adalah jika: 1) pernyataan definitif; 2) tentang iman dan moral; 3) dikeluarkan dari kursi Petrus, artinya atas nama rasul Petrus, oleh kuasa Kristus; 4) berlaku untuk Gereja Universal. Selanjutnya tentang infalibilitas Paus, klik di sini. Nah, tentang penerimaan/pengakuan akan kepatriark-an Konstantinopel, memang ada hubungannya dengan ajaran iman (yaitu tentang hirarki kepemimpinan Gereja), namun lebih berpengaruh terhadap Gereja setempat yaitu Gereja Timur, secara khusus Konstantinopel, namun tidak berpengaruh bagi ajaran Gereja universal. b. Tidak… Read more »

Andreas
Andreas
14 years ago

Shalom, Pak Stefanus dan Bu Ingrid. Saya sudah baca https://katolisitas.org/dogma-impikasinya-dan-daftar-dogma/ Apakah daftar dogma tersebut sudah lengkap untuk tahun 2009? Daftar dogma menurut Dr. Ludwig Ott dalam bukunya “Fundamentals of Catholic Dogma” (I. The Unity and Trinity of God, II. God the Creator, III. God the Redeemer, IV. The Mother of the Redeemer, V. God the Sanctifier, VI. The Catholic Church, VII. The Communion of Saints, VIII. The Sacraments, IX. Baptism, X. Confirmation, XI. Holy Eucharist, XII. Penance, XIII. Holy Orders, XIV. Matrimony, XV. Anointing of the sick, XVI. The Last Things) referensinya apa? Apakah Dr. Ludwig Ott memperoleh daftar dogma… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Andreas
14 years ago

Shalom Andreas, Menurut pengetahuan saya, daftar dogma dari Dr. Ludwig Ott itu sudah sangat akurat dan lengkap karena sudah mencakup dogma yang terakhir tentang Bunda Maria diangkat ke surga oleh Paus Pius XII tahun 1950. Dr. Ludwig Ott bukannya menyatakan sendiri pendapatnya ataupun menarik kesimpulan sendiri atas pengajaran Magisterium Gereja. Ia hanya mengumpulkannya dan memisah-misahkannya menjadi bagian-bagian sehingga lebih sistematis. Point-point yang disebutkan dalam daftar Dogma itu adalah yang disebut "De Fide", dan itu memang adalah pengajaran Magisterium Gereja Katolik, yang harus diterima dengan iman Katolik oleh umat Katolik. (Artinya jika kita tidak mempercayainya, sebenarnya kita tidak sungguh-sungguh Katolik). Semua… Read more »

Andreas
Andreas
14 years ago

Hai Pak Stef dan Bu Ingrid. Saya mau tanya apa saja yang bisa masuk Tradisi Suci Gereja. Apa saja deskripsi Tradisi Suci? Bagaimana cara memprosesnya? Apakah melalui konsili? Kalau dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Tradisi adalah dogma, bukankah dogma itu tertulis? Sebenarnya Tradisi Suci Gereja itu tertulis atau tidak? Kalau Tradisi tidak lekas-lekas ditulis, bagaimana cara meneruskannya? Karena ingatan/memori manusia tentu tidak sempurna.

Apakah ajaran seorang Santo atau Santa bisa dikatakan magisterium atau tradisi? Padahal mereka bukan Uskup maupun Paus. Dan saya percaya Santo-Santa bisa salah dalam mengajar.

Terima kasih banyak lho.

Ingrid Listiati
Reply to  Andreas
14 years ago

Shalom Andreas, Mengenai pengertian Tradisi Suci dalam kaitannya dengan Kitab Suci, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Intinya, menurut ajaran Gereja Katolik, Tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan satu kesatuan Wahyu Ilahi yang diumumkan kepada bangsa pilihan-Nya. Wahyu umum/publik ini[2] bermula dari wahyu yang diberikan kepada para nabi, dan berakhir dengan wafatnya rasul Kristus yang terakhir.[3] Wahyu publik ini terdiri dari dua jenis, yang tergantung dari cara penyampaiannya; yaitu Kitab Suci (tertulis) dan Tradisi Suci (lisan).[4] Maka kita ketahui ketiga hal ini: 1) Kitab Suci adalah Wahyu ilahi yang disampaikan secara tertulis di bawah inspirasi Roh Kudus.[5] Inilah definisi… Read more »

fxe
fxe
14 years ago

Sebelumnya, maaf kalau pertanyaan saya kurang relevan dgn topik ini. Saya ada beberapa pertanyaan dan ingin penjelasan dari Ibu: 1. Apakah yg dimaksud dgn “hierarchy of truths” dalam ajaran GK (UR no.11) , bisakah ibu men-share diagram/chart dari hierarchy ini? 2. Apakah ada hubungan antara hierarchy ini dgn status Credenda dan Tenenda, apakah dengan mengetahui posisi sebuah ajaran dalam hierarchy tsb, kita juga bisa mengetahui statusnya: Credenda/Tenenda/ atau lainnya? 3. Apakah dengan adanya hierarchy ini – meskipun semua ajaran adalah BENAR – berarti: ada ajaran yg harus langsung di-imani oleh umat tanpa bertanya / sikap kritis, dan di lain pihak… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
14 years ago

Shalom Fxe, Saya ingin mengacu kepada tulisan dari Prof. Douglas Bushman, STL yang adalah mantan dosen saya, yang tulisannya tentang Hierachy of Truth dimuat di situs Ignatius Insight, silakan klik di sini. Terminologi "hiearchy of truths" ini sering disalah artikan seolah-olah kebenaran iman bisa dinegosiasikan, atau seolah ada kebenaran yang kurang benar jika dibandingkan dengan kebenaran yang lain. Padahal, maksudnya bukan demikian! "Hierarchy of truths" sebenarnya hanya merupakan prinsip pengaturan tentang misteri iman berdasarkan cara yang bervariasi yang menunjukkan hubungan satu kebenaran dengan kebenaran lainnya dengan iman dasar Kristiani, seperti yang dirangkum dalam Credo/ Syahadat Aku Percaya. Maka pada Unitatis… Read more »

Chandra
Chandra
14 years ago

Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid, saya mau tanya apakah ada upaya dari Gereja untuk membukukan / menuliskan Tradisi (bukan tradisi – “t” kecil)yang ada di Gereja Katolik? Jika tidak ada, apa alasannya? Apakah dasarnya Yoh 21:25 (jika semuanya itu harus ditulis agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab)? 2000 tahun jika memang ada niat untuk menuliskan semua Tradisi itu pasti akan terlaksana juga sebenarnya. Saya menanyakan hal tersebut karena banyak sekali saudara kita dari Protestan yang tidak bisa menerima Tradisi itu yang katanya bisa saja salah karena tidak tertulis. Atau bias, atau lama kelamaan dari generasi ke generasi… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Chandra
14 years ago

Shalom Chandra, Sebenarnya terdapat pengertian yang harus diluruskan di sini. Sebab, Tradisi Suci dikatakan tidak tertulis adalah dalam hubungannya dengan sumber utamanya yaitu Kristus dan para rasul, sedangkan setelah menjadi pengajaran Gereja Katolik, maka sebenarnya semua diturunkan secara tertulis, entah dalam bentuk pengajaran Bapa Paus dalam surat-suratnya, dalam Dogma, Konsili ataupun dokumen Gereja lainnya.  Jadi Tradisi Suci yang disampaikan secara lisan oleh para rasul sebenarnya adalah pesan Injil yang diturunkan secara tidak tertulis, sedangkan Alkitab adalah pesan Injil yang bersumber pada para rasul dan disampaikan secara tertulis. Maka karena sumbernya sama, maka Gereja Katolik menghormati keduanya, Tradisi Suci maupun Kitab… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
22
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x