Tentang Misteri Predestinasi
Berikut ini adalah terjemahan yang kami sarikan dari buku karangan Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, tentang misteri Predestinasi, p. 242-245:
1. Konsep dan realitas Predestinasi
a. Konsep
Dalam arti terluas, Predestinasi berarti setiap Keputusan dari Kehendak Ilahi. Dalam artian yang lebih sempit, adalah bahwa melaluinya Keputusan Kehendak Ilahi yang mengacu kepada tujuan akhir yang adikodrati dari mahluk-mahluk ciptaan yang berakal budi, apakah tujuannya adalah penerimaan mereka ke dalam kebahagiaan kekal atau tidak termasuknya mereka ke dalam kebahagiaan kekal tersebut. Dalam artian yang paling sempit, adalah Keputusan Kehendak Ilahi untuk mengangkat mahluk ciptaan tertentu ke dalam kebahagiaan Surgawi… (lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology (ST), I, q. 23, a. 2)
Berkenaan dengan daya gunanya dalam waktu, predestinasi dibedakan menjadi dua macam: 1) Predestinasi yang tidak lengkap (incomplete), yaitu kepada rahmat saja, atau kepada kemuliaan saja, atau 2) Predestinasi yang lengkap, baik kepada rahmat maupun kemuliaan, atau yang menurut definisi St. Thomas, “Persiapan rahmat di dalam kehidupan di dunia sekarang ini dan persiapan kemuliaan dalam kehidupan yang akan datang” (ST, I, 23, 2 ob.4)
b. Realitas
Tuhan, dengan Keputusan Kehendak Ilahi-Nya, telah menentukan sebelumnya beberapa manusia kepada kebahagiaan kekal (De fide).
Ajaran ini dirumuskan oleh Magisterium Biasa (Ordinari) dan Umum sebagai kebenaran Wahyu Ilahi. Definisi-definisi ajaran dari Konsili Trente mendasari rumusan ini (D 805, 825, 827…). Realitas Predestinasi jelas disebutkan dalam Kitab Suci (lih. Rom 8:29-)
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (lih. Mat 25:34; Yoh 10:27-; Kis 13:48; Ef 1:4-)
St. Agustinus dan para muridnya mempertahankan ajaran Predestinasi dan menyebutnya sebagai tradisi Iman, melawan paham Pelagian dan Semi-Pelagian [Pelagian adalah heresi yang mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh melalui perbuatan baik manusia]. St. Agustinus mengatakan, “Keyakinan akan Predestinasi ini, yang sekarang ini secara antusias dipertahankan untuk melawan ajaran-ajaran sesat yang baru, telah selalu dipegang oleh Gereja” (De dono persev. 23, 65)
Predestinasi adalah bagian dari Rencana Penyelenggaraan Ilahi.
2. Dasar Predestinasi
a. Problemnya
Kesulitan terbesar dari ajaran Predestinasi ada pada pertanyaan apakah keputusan kekal Tuhan tentang Predestinasi telah diambil dengan atau tanpa pertimbangan jasa manusia.
Hanya Predestinasi yang tak lengkap kepada rahmat yang tidak tergantung dari setiap jasa manusia, sebab rahmat yang pertama tidak dapat diperoleh dari jasa. Dengan cara yang sama, Predestinasi yang lengkap (kepada rahmat dan kemuliaan) secara bersama-sama tidak tergantung dari setiap jasa, sebab rahmat pertama tidak diperoleh dari jasa, dan rahmat-rahmat yang mengikutinya sebagai konsekuensi, demikian juga jasa-jasa yang diperoleh dengan rahmat-rahmat ini dan penghargaannya, tergantung seperti ikatan rantai, kepada rahmat yang pertama. Jika Predestinasi dipahami sebagai Predestinasi kepada kemuliaan saja, maka pertanyaan muncul, tentang apakah Predestinasi terjadi karena alasan jasa-jasa manusia yang telah diketahui oleh Allah sebelumnya, atau tanpa pertimbangan tentang hal itu. Menurut pandangan yang pertama, Keputusan Ilahi tentang Predestinasi ini dikondisikan (bersyarat), sedangkan paham yang kedua, tidak bersyarat.
b. Usaha mencapai solusi
a. Para pengikut St. Thomas, St. Agustinus, dan mayoritas pengikut Scotis dan kaum Molinis yang terdahulu (seperti Suarez dan St. Bellarminus) mengajarkan Predestinasi absolut. Menurut mereka, Tuhan secara bebas memutuskan sejak dari kekekalan, tanpa mempertimbangkan jasa-jasa manusia oleh rahmat-Nya, untuk memanggil orang-orang tertentu kepada kebahagiaan kekal dan karena itu mengaruniakan kepada mereka rahmat yang tidak dapat gagal untuk menetapkan keputusan Dekrit Ilahi. Dalam waktu, Tuhan awalnya memberikan kepada orang-orang yang ditentukannya, rahmat yang berdaya guna dan lalu kebahagiaan surgawi sebagai penghargaan bagi jasa-jasa yang mengalir dari kerjasama mereka secara bebas dengan rahmat Tuhan….
b. Mayoritas Molinis dan juga St. Francis dari Sales (w. 1622), mengajarkan Predestinasi yang dikondisikan (bersyarat)… Menurut mereka, Tuhan, dengan pengetahuan-Nya, telah melihat sejak semula, bagaimana manusia akan menanggapi secara bebas berbagai rahmat-Nya. Dalam terang pengetahuan ini, Ia memilih, menurut kehendak bebas-Nya, ketentuan rahmat yang tetap dan tertentu. Dengan penglihatan pengetahuannya, Ia tanpa salah mengetahui sebelumnya apakah yang akan dilakukan setiap manusia terhadap rahmat yang diberikan kepadanya. Ia memilih untuk kebahagiaan abadi, mereka yang oleh karena jasa-jasa mereka yang telah Ia ketahui sebelumnya, tetap bertahan bekerjasama dengan rahmat. Sementara Ia menentukan untuk penghukuman kekal di neraka, mereka yang karena perbuatan-perbuatan mereka yang telah diketahui Allah sebelumnya, menolak bekerjasama dengan rahmat. …
Kedua usaha untuk menjelaskan ini diperbolehkan secara gerejawi (lih. D 1090). [Sebab] bukti dari Kitab Suci tidak secara pasti memihak kepada salah satu pandangan. Para pengikut St. Thomas terutama mengutip surat kepada jemaat di Roma, di mana faktor Ilahi dalam keselamatan dikemukakan secara kuat (Rm 8:29; 9:11-13; 9,20). Namun demikian, Rasul Paulus tidak hanya membicarakan tentang predestinasi kepada kemuliaan saja, tetapi juga kepada rahmat dan kemuliaan secara bersama-sama, yang tidak tergantung dari setiap jasa manusia. Kaum Molinis bersandar kepada perikop yang menyatakan kehendak Allah akan keselamatan secara universal, terutama 1 Tim 2:4,dan juga keputusan yang disebutkan oleh Hakim Dunia (Mat 35:34-36), di mana perbuatan-perbuatan belas kasih dijadikan dasar bagi penerimaan ke dalam Kerajaan Surga. Namun, bahwa hal-hal ini juga merupakan dasar bagi “persiapan” untuk Kerajaan Surga, yaitu, bagi keputusan kekal tentang Predestinasi, tidak dapat secara definitif dibuktikan dari ayat-ayat tersebut.
Kutipan-kutipan dari para Bapa Gereja atau dari para tokoh skolastik tidak menunjukkan satu suara yang jelas, sebab masalah ini baru timbul setelah konsili Trente. Ketika tradisi sebelum St. Agustinus lebih mengarah kepada penjelasan kaum Molinis. St. Agustinus, setidaknya pada tulisan-tulisan terakhirnya, lebih mengarah kepada penjelasan menurut St. Thomas. Pandangan kaum Thomis menekankan Allah sebagai Penyebab universal keselamatan, sedangkan pandangan kaum Molinis menekankan kehendak ilahi untuk menyelamatkan secara universal, kehendak bebas manusia dan kerjasamanya untuk keselamatannya. Kesulitan yang tetap ada di kedua sisi membuktikan bahwa Predestinasi bahkan bagi akal budi yang diterangi iman, merupakan misteri yang tak terpahami (Rom 11:33-).
3. Sifat-sifat Predestinasi
a. Imutabilitas (tidak berubah)
Keputusan Perdestinasi, sebagai tindakan pengetahuan Ilahi dan kehendak Ilahi, merupakan sesuatu yang tidak berubah, seperti hakekat Tuhan sendiri [yang tidak berubah]. Jumlah mereka yang tercatat di buku kehidupan (Flp 4:3; Why 17:8; lih. Luk 10:20), secara resmi dan secara material telah ditetapkan, yaitu, bahwa Allah telah mengetahui dan menentukan dengan kepastian yang tidak mungkin salah sedari semula, berapa banyak orang dan orang-orang yang mana saja yang akan diselamatkan. Berapa jumlah orang yang diselamatkan, hanya Tuhan yang tahu. Kontras dengan pandangan ekstrim dari Mat 7:13- (lih. Mat 22:14), yang dengannya St. Thomas juga setuju (lih. ST I, 23, 7), bahwa jumlah dari mereka yang ditentukan [untuk selamat] lebih sedikit dari jumlah mereka yang dihukum, seseorang dapat memperkirakan dengan baik, atas dasar kehendak Tuhan secara universal akan keselamatan, dan dari jasa Kristus yang universal bagi keselamatan, bahwa Kerajaan Kristus tidak akan lebih kecil daripada Kerajaan setan.
b. Tidak dapat ditentukan dengan pasti
Konsili Trente menyatakan secara resmi, bertentangan dengan Calvin, bahwa kepastian sehubungan dengan predestinasi seseorang hanya dapat diperoleh dari Wahyu yang khusus saja (special Revelation only, D 805, lih. 825-) Kitab Suci mengajarkan kita untuk mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp 2:12). Ia yang menyangka bahwa ia akan teguh berdiri harus waspada, jika tidak, ia akan jatuh (1 Kor 10:12). Namun di samping ketidakpastian ini, terdapat tanda-tanda Predeterminasi yang menunjukkan kemungkinan yang besar akan predestinasi seseorang, contohnya: ketekunan mempraktekkan kebajikan-kebajikan yang diajarkan oleh Delapan Sabda Bahagia, penerimaan Komuni Kudus sesering mungkin, secara aktif mengasihi sesama, Kristus dan Gereja, memberikan penghormatan kepada Bunda Tuhan.
Misteri Penghukuman/ Reprobasi
1. Konsep dan realitas Penghukuman (Reprobation)
Dengan penghukuman, dipahami Keputusan Ilahi Kehendak Allah untuk tidak memasukkan sejumlah mahluk ciptaan ke dalam kebahagiaan kekal. Sementara Tuhan, oleh rahmat-Nya, secara positif bekerjasama dalam jasa adikodrati [dalam diri seseorang], yang memimpin kepada kebahagiaan surgawi, Ia hanya mengizinkan dosa, yang memimpin kepada penghukuman kekal.
Tentang isi dari keputusan Penghukuman (Reprobasi), pembedaan dibuat mengenai reprobasi positif dan reprobasi negatif, tergantung dari apa yang dimiliki keputusan Ilahi tentang Reprobasi, yaitu tujuan penghukuman dalam hukuman kekal di neraka, atau tidak termasuknya dalam Pandangan Surgawi. Dengan memperhitungkan alasan untuk Reprobasi, pembedaan dibuat antara Reprobasi bersyarat dan tidak bersyarat (absolut), sejauh mana keputusan Ilahi tentang Reprobasi itu tergantung dari atau tidak tergantung dari penglihatan sebelumnya akan perbuatan-perbuatan yang patut dihukum yang dilakukan di kemudian hari.
Tuhan, dengan Kehendak bebas-Nya yang kekal, menentukan orang-orang tertentu, karena dosa-dosa mereka yang telah diketahui sebelumnya, kepada penolakan abadi. (De fide)
Realitas Reprobasi tidak secara resmi didefinisikan, tetapi merupakan ajaran umum Gereja. Sinoda Valence (855)mengajarkan: Dinyatakan dalam Mat 25:41, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya…” (Mat 25:41) dan Rom 9:22, “Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan?”
2. Reprobasi Positif
a. Berbagai bentuk Predestinasi yang sesat (oleh imam Lucidius di abad ke-5, pertapa Gottschalk di abad ke-9, … Wycliffe, Huss dan secara khusus Calvin), mengajarkan predeterminasi kepada dosa secara positif dan Predestinasi tanpa syarat kepada penghukuman kekal di neraka, yaitu tanpa pertimbangan perbuatan-perbuatan yang patut dihukum. Paham ini ditolak sebagai ajaran yang salah, oleh Sinoda Partikular di Orange (D 200), Quiercy dan Valence (D 316, 322) dan oleh Konsili Trente (827). Reprobasi secara positif dan tak bersyarat mengarah kepada penolakan terhadap keuniversal-an kehendak Ilahi akan keselamatan, dan Penebusan, dan bertentangan dengan Keadilan dan Kekudusan Tuhan dan juga kehendak bebas manusia.
b. Menurut ajaran Gereja, terdapat Reprobasi positif yang bersyarat, yaitu, itu terjadi dengan mempertimbangkan perbuatan-perbuatan yang layak dihukum di waktu mendatang, yang telah diketahui [oleh Allah] sebelumnya.
Adanya kodrat persyaratan dari Reprobasi positif dituntut dari Keputusan Ilahi secara universal dari Allah untuk keselamatan. Paham ini tidak memungkinkan Allah untuk sedari awal menghendaki penghukuman terhadap orang-orang tertentu (lih. 1Tim 2:4; Yeh 33:11; 2 Ptr 3:9)….
3. Reprobasi Negatif
Tentang masalah Reprobasi, pandangan kaum Thomis mengarah kepada Reprobasi negatif. Pandangan ini diyakini oleh kebanyakan kaum Thomis, sebagai tidak dipilihnya seseorang kepada kebahagiaan kekal, bersamaan dengan Keputusan Ilahi untuk mengizinkan sejumlah mahluk yang berakal budi untuk jatuh ke dalam dosa, dan karena itu, dengan keadaan pelanggaran mereka sendiri, kehilangan keselamatan kekal. Bertentangan dengan Reprobasi positif yang absolut dari kaum Predestinarian, kaum Thomis menekankan ke-universal-an Keputusan Ilahi akan Keselamatan dan Penebusan dan pemberian rahmat-rahmat yang cukup bagi para reprobat dan kehendak bebas manusia….
Sifat-sifat dari Reprobasi
Seperti halnya Keputusan Predestinasi, Keputusan Ilahi tentang Reprobasi, juga tidak dapat berubah, tetapi tanpa pewahyuan khusus, kejadian ini tidak dapat diketahui oleh manusia.
Berarti intinya takdir itu ada dong??
[dari katolisitas: Silakan melihat juga artikel ini – silakan klik]