Sudahkah kita diselamatkan?

Pendahuluan

Pernahkah anda ditanya, “Apakah anda sudah diselamatkan?” atau “Apakah anda sudah menerima Yesus Kristus sebagai Penyelamat anda secara pribadi?” Sebagai orang Katolik mungkin saja kita tidak terbiasa untuk menanyakan hal-hal di atas kepada orang lain, tetapi bukan berarti kita sebaiknya mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, karena umumnya mereka yang bertanya demikian mempunyai motif kasih yang berkobar kepada Yesus dan semangat yang besar untuk menyebarkan Injil, yaitu kabar gembira tentang keselamatan. Untuk itu, janganlah kita bersikap negatif terhadap mereka yang bertanya demikian kepada kita. Namun, mari kita belajar dari perkataan Yesus sendiri tentang keselamatan kekal, dan kehendakNya bagi kita untuk mencapai keselamatan itu, sehingga kita dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan seperti di atas dengan sikap yang positif dan dengan iman yang benar.

Pembaptisan: pintu gerbang Keselamatan

Sedikitnya ada tiga kesempatan penting di mana Yesus sendiri menyatakan bahwa Pembaptisan adalah permulaan jalan menuju keselamatan kekal. Pertama, Yesus sendiri memberi diri-Nya dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, di awal masa pewartaan Injil dan pernyataan diriNya sebagai Mesias. Pembaptisan Yesus ini bukan berarti penghapusan dosa- karena sebagai Putera Allah, Yesus tidak berdosa- namun Yesus menunjukkan rasa solidaritas kepada kita manusia yang berdosa, dan memberi contoh akan langkah awal yang harus kita ambil untuk dapat mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Makna Pembaptisan Yesus ini dinyatakan dengan jelas dalam Misteri Paska. Turunnya Yesus ke dalam air melambangkan kematian-Nya karena menanggung dosa-dosa kita, dan naikNya kembali melambangkan kebangkitan-Nya dari mati, suatu tanda yang nyata bahwa Yesus adalah sungguh Anak Allah, yang kepadaNya Allah berkenan.[1] Solidaritas Yesus ini membawa berkat yang tak terhingga bagi kita, yaitu urapan Roh Kudus yang turun atas-Nya, dan seruan Allah Bapa yang ditujukan kepadaNya itupun ditujukan kepada kita semua yang dibaptis, “Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk 3:22). Yesus telah merendahkan diri untuk mengangkat kita yang berdosa, agar kita digabungkan dengan kematian-Nya supaya kitapun mengambil bagian di dalam kebangkitan-Nya. Maka melalui Pembaptisan, kita pergi ke tempat di mana Yesus menyatakan solidaritasNya sebagai manusia, dan di sana kita menerima rahmatNya yang mengangkat kita menjadi anak-anak Allah. Paus Benedict XVI menuliskannya dengan begitu indah, “To accept the invitation to be baptized… is to go where he identifies himself with us and to receive there our identification with him.” [2]

Kedua, dalam pembicaraannya dengan Nikodemus, Yesus menghubungkan keselamatan kekal dengan Kerajaan Allah (lih. Yoh 3:16 dan Yoh 3:3,5).[3] Yesus berkata bahwa seseorang harus dilahirkan kembali di dalam air dan Roh agar dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (lih. Yoh 3:5). Kelahiran kembali di dalam air dan Roh inilah yang disebut sebagai Pembaptisan. Karena itu, Pembaptisan ini menjadi pintu gerbang kehidupan di dalam Roh dan awal yang memungkinkan kita menerima sakramen-sakramen yang lain, yang menguduskan kita dan mengarahkan kita kepada keselamatan kekal. Melalui Pembaptisan, dosa-dosa kita diampuni; kita dilahirkan kembali sebagai anak-anak angkat Allah, sebagai anggota Kristus dan dipersatukan dengan Gereja-Nya, serta mengambil bagian di dalam misi Gereja.[4] Tentu, dilahirkan kembali di dalam Roh Kudus ini hanya mungkin jika seseorang bertobat dari segala dosa, dan mempunyai iman akan Allah Tritunggal yang menyelamatkan kita melalui Yesus Kristus.

Ketiga, sebelum Yesus naik ke surga, Ia memberikan amanat kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (lih. Mat 28:19-20). Oleh karena Kristus sendiri mengajarkan bahwa Pembaptisan itu diperlukan untuk keselamatan dan kebahagiaan abadi, maka Gereja Katolik juga mengajarkan demikian.[5]

Pembaptisan ini tidak bertentangan dengan pengajaran Rasul Paulus, yang dalam suratnya kepada jemaat di Roma menyebutkan bahwa “dengan hati orang percaya dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Karena, Pembaptisan tidak saja merupakan upacara ‘mencelupkan’ seseorang ke dalam air, tetapi juga pengakuan iman dengan perkataan yang diucapkan dengan mulut, yang berdasarkan atas Sabda Tuhan. Gereja Katolik, melalui Roman Cathechism mengajarkan bahwa Pembaptisan merupakan kelahiran kembali oleh air dalam Sabda,[6] berdasarkan atas pengajaran bahwa Kristus mengasihi jemaat-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya untuk menguduskannya, dengan memandikannya dengan air dan firman (Ef 5:26). Pembaptisan sebagai gerbang menuju keselamatan juga diajarkan oleh Rasul Paulus, seperti yang dikatakannya kepada kepala penjaranya di Filipi, “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” Dan seketika itu juga, ia dan keluarganya memberi diri dibaptis (Kis 16:31- 33). Maka dalam hal ini, iman kepada Yesus tidak terpisahkan dengan Pembaptisan, yang merupakan pernyataan seseorang akan imannya itu.

Makna Sakramen Pembaptisan: Pembersihan dari dosa dan Pembaharuan dalam Roh Kudus

Pembaptisan berasal dari kata “baptizein” (Yunani) yang artinya “mencelup”. Pencelupan ke dalam air ini melambangkan dimakamkannya kita sebagai manusia lama ke dalam kematian Kristus, dan keluarnya dari air melambangkan kebangkitan kita bersama dengan Kristus sebagai ‘manusia baru’.[7] Pada saat Pembaptisan inilah, kita dapat berkata, ‘aku yang dulu sudah mati, sekarang aku hidup bersama Kristus dan di dalam Kristus’. Artinya, kita dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus (Yoh 3:5), menjadi ciptaan yang baru (2 Kor 5:17), seorang anak angkat Allah (Gal 4:5-7), mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Ptr 1:4), anggota Kristus (1 Kor 12:27), ahli waris bersama Kristus (Rom 8:17) dan kenisah Roh Kudus (1 Kor 6:19).[8] Oleh rahmat Allah kita dimampukan untuk meninggalkan dosa-dosa dan kebiasaan lama yang buruk, untuk hidup baru seturut dengan ajaran Kristus.

Pembaptisan juga dikatakan sebagai Penerangan, karena melalui sakramen ini kita menerima Sabda, yaitu Kristus, Sang Terang dunia. Maka oleh Pembaptisan kita menjadi anak-anak terang (1 Tes 5:5), bahkan menjadi terang itu sendiri (Ef 5:8)[9] yang meneruskan Terang Kristus. Melalui Pembaptisan kita diubah menjadi serupa dengan Kristus, dan kita ditandai dengan meterai rohani yang tak terhapuskan.[10]

Dari semua makna ini, dapat diringkas bahwa terdapat dua makna utama dari Pembaptisan, yaitu: 1) pertobatan yang artinya menanggalkan manusia lama; 2) kelahiran kembali dalam Roh Kudus, atau hidup baru di dalam Kristus. Pencelupan ke dalam air yang melambangkan kematian ‘manusia lama’ di dalam Kristus, membawa dua macam rahmat. Pertama adalah pembersihan dari dosa-dosa, kedua adalah kelahiran kembali dan pembaharuan di dalam Roh Kudus.[11] Dengan demikian rahmat pembaptisan merupakan perwujudan dari firman Tuhan yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, yaitu “jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya… Demikianlah hendaknya… bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom 6:6-7, 11)

Melalui pembaptisan, kita dibersihkan dari segala dosa, baik dosa asal (dari Adam) maupun dosa pribadi yang dilakukan sebelum dibaptis. Namun demikian, kita tetap tidak terbebas dari kecondongan kepada dosa, atau yang dikenal sebagai ‘concupiscentia‘ (keinginan tak teratur). Keinginan tak teratur ini ‘tertinggal’ agar kita terus berjuang untuk mengalahkannya, agar kelak kita menerima mahkota (2 Tim 2:5). [12] Itulah sebabnya, pada saat dibaptis, kita memang diubah menjadi kudus, namun selanjutnya, kita harus berjuang mempertahankan kekudusan itu dengan mengalahkan kecondongan berbuat dosa. Bukanlah memang demikian halnya? Setelah dibaptis, contohnya, kita masih saja mengalami godaan untuk marah, malas, berdosa dengan mulut dan pikiran, dst. Namun, kuasa dan rahmat Roh Kudus yang kita terima dalam Pembaptisan memungkinkan kita untuk mengalahkan dorongan tersebut, dan memilih melakukan perintah Tuhan.

Jika kita terus menerus memilih mengikuti kehendak dan perintah Tuhan, maka di akhir nanti kita akan dibenarkan oleh Tuhan. Hal ini yang diartikan sebagai “keselamatan”. Namun sebaliknya, jika setelah dibaptis, kita memilih untuk mengikuti kecondongan berbuat dosa dari pada mengikuti perintah Tuhan, maka kita akan ‘kehilangan’ rahmat keselamatan tersebut; bukan karena meterai rohani yang diberikan oleh Allah itu terhapus oleh dosa, ataupun rahmat Tuhan itu kurang ‘berkuasa/powerful‘, tetapi karena kita dapat, oleh kehendak sendiri menolak keselamatan tersebut.[13] Jadi keselamatan bukanlah rahmat yang diperoleh seketika untuk selamanya, melainkan rahmat yang harus selalu kita jaga dan pertahankan, agar kita dapat terus bertumbuh di dalam rahmat itu.

Makna kedua dari Pembaptisan adalah pembaharuan di dalam Roh Kudus, dan ini dinyatakan tidak saja dengan di dalam hidup kita sebagai individual, tetapi juga di dalam kelompok sebagai pengikut Kristus. Melalui Pembaptisan, kita diurapi oleh Roh Kudus, dan digabungkan menjadi anggota dalam Kristus. Urapan Roh Kudus yang mengalir dari Kepala kepada anggota Tubuh-Nya menjadikan kita mengambil bagian di dalam misi Kristus sang Kepala, sebagai imam, nabi dan raja.[14]

Peran kita sesudah dibaptis: sebagai imam, nabi dan raja [15]

Setelah dibaptis, kita menjalani ketiga peran Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Peran imam di sini bukan berarti bahwa setelah dibaptis kita semua menjadi pastor/ imam, melainkan bahwa kita mengambil bagian dalam imamat Kristus (Why 1:6) sebagai bangsa pilihan Allah, imamat yang rajani (1 Pet 2:9). Partisipasi dalam imamat Kristus ini diwujudkan dalam dua macam peran yang saling berkaitan, yang pertama adalah imamat bersama/ common priesthood, dan yang kedua adalah imamat jabatan/ hirarchical priesthood.[16] Mereka yang menjabat sebagai imam bertugas melayani umat yang oleh Pembaptisan menerima peran imamat bersama.

Perwujudan peran imamat ini mencapai puncaknya di dalam sakramen-sakramen, terutama perayaan Ekaristi. Para imam mengajar umatNya, dan bertindak atas nama Kristus dalam perayaan Ekaristi, dan mempersembahkan kurban Ekaristi kepada Tuhan atas nama umat. Sedangkan umat menjalankan peran imamat mereka dengan menggabungkan kurban mereka dengan kurban Kristus. Selanjutnya, mereka semua menjalankan peran imamat mereka dengan menerima sakramen-sakramen, dengan doa dan ucapan syukur, dengan hidup kudus melalui mati raga dan berbuat kasih.[17] Jika kita menghayati peran imamat bersama, maka seharusnya kita dapat lebih menghayati keterlibatan kita di dalam sakramen-sakramen, terutama pada perayaan Ekaristi, karena pada saat itulah kita mempersembahkan diri kita sebagai bagian dari persembahan Kristus kepada Allah Bapa. Persembahan kita ini berupa ucapan syukur, segala suka duka dan pergumulan yang sedang kita hadapi, maupun segala pengharapan yang kita miliki. Keterlibatan ini menjadikan kita sebagai bagian dari Sang Pelaku utama yaitu Kristus, dan bukan hanya sebagai ‘penonton’ Misteri Paska.

Selain sebagai imam, kita yang sudah dibaptis mengambil bagian di dalam peran Kristus sebagai nabi, dengan cara, 1) berpegang teguh pada iman, 2) memperdalam iman kita, dan 3) menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia.[18] Di sinilah kita dipanggil untuk mewujudkan iman di dalam perbuatan, sehingga dapat menjadi saksi yang hidup akan pengajaran Kristus.

Akhirnya, Pembaptisan juga mengakibatkan kita mengambil peran Kristus sebagai raja, yang tidak sama dengan pengertian raja menurut dunia. Sebagai Raja, kita dipanggil untuk: 1) menjadi pemenang atas dosa dan kelemahan kita sendiri, dan berjuang untuk membela kebenaran; 2) membawa banyak orang kepada Kristus. Kristus menarik manusia kepada-Nya melalui kematian dan kebangkitanNya. Sebagai pengikut Kristus, kitapun dipanggil untuk membawa banyak orang kepada-Nya, dan dengan demikian kita turut mengambil bagian dalam misi Kristus sebagai Raja; 3) melayani Tuhan dan sesama. Kristus memberikan teladan, bahwa sebagai Raja, Ia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Maka panggilan kita sebagai raja adalah untuk melayani Dia di dalam sesama terutama di dalam mereka yang miskin dan menderita, sebab di dalam merekalah Gereja melihat wajah Sang Kristus, yang menderita.

Hanya ada satu Pembaptisan

Begitu pentingnya makna Pembaptisan, yang meninggalkan pada kita meterai rohani yang tak terhapuskan, maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa hanya ada satu Pembaptisan. Kristus sendiri mengajarkan hal ini, saat Ia berkata pada Rasul Petrus yang memohon kepada Yesus untuk mempermandikan dirinya. Yesus berkata, “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi…” (Yoh 13:9-10). Tertullian, mewakili para Bapa Gereja melihat hal ini sebagai tanda bahwa para murid telah menerima baptisan Yohanes, dan karenanya tidak perlu dibaptis lagi oleh Kristus.[19] Dengan demikian Gereja Katolik mengakui satu pembaptisan yang mengukirkan meterai rohani yang tak terhapuskan dan tak dapat diulangi.[20]

‘Satu Baptisan’ ini mempersatukan kita umat Katolik dengan para pengikut Kristus dari gereja lain. “Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis dengan sah (di dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus), berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, sungguhpun tidak secara sempurna. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan.” [21]

Sekarang, bagaimana dengan mereka yang menginginkan Pembaptisan, namun sebelum menerima baptisan mereka sudah meninggal, atau para martir yang belum sempat dibaptis? Untuk hal ini Gereja Katolik mengajarkan bahwa, selain Pembaptisan oleh air, dikenal juga Pembaptisan darah, yaitu mereka yang menyerahkan nyawanya sebagai martir untuk membela iman mereka. Para martir ini dibaptis untuk dan bersama Kristus oleh kematiannya.[22] Selanjutnya juga dikenal Pembaptisan oleh keinginan (Baptism of desire), seperti pada para katekumen yang wafat sebelum menerima Pembaptisan. Mereka diselamatkan oleh kerinduan mereka akan Pembaptisan, oleh penyesalan atas dosa-dosanya dan cinta kasih mereka. Juga semua orang yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan, sebab orang-orang semacam itu dapat menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar bahwa baptisan diperlukan untuk mencapai keselamatan.[23] Hal ini dimungkinkan karena “Kristus telah wafat bagi semua orang… dan Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan Misteri Paska itu.”[24]

Pembaptisan menurut Para Bapa Gereja

  1. Didache, Pengajaran para Rasul (80-160), mengajarkan untuk “membaptis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus di dalam air … tuangkan tiga kali pada kepala dengan berkata ‘di dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.’ Sebelum Pembaptisan, biarlah yang membaptis dan yang menerima baptisan berpuasa terlebih dahulu, dan yang lain juga, jika sanggup…. Mereka yang dibaptis harus berpuasa sehari atau dua hari sebelum Pembaptisan.”[25]
  2. Yustinus Martyr (100- 165), First Apology, menuliskan bahwa pengganti para rasul “berdoa dan memohon pada Tuhan dengan berpuasa untuk mendatangkan penghapusan dosa bagi mereka yang akan dibaptis. Kemudian, mereka dibawa kepada air tempat mereka akan dibaptis, sebagaimana para penerus rasul tersebut-pun dibaptis. Sebab, di dalam nama Allah Bapa Pencipta alam semesta, Allah Putera Penyelamat dunia, dan Roh Kudus, mereka yang dibaptis menerima pembersihan (dari dosa) oleh air… Untuk alasan inilah, kami menerima mandat dari para Rasul.”[26]
  3. Tertullian (155-222), melalui tulisannya, On Baptism, menyatakan bahwa melalui Sakramen Permandian kita dibersihkan dari dosa-dosa, dibebaskan (dari kuasa dosa) dan diterima di dalam kehidupan kekal.[27] Tanpa Pembaptisan, orang tidak dapat diselamatkan, berdasarkan atas ajaran Yesus, “Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah”(Yoh 3:5).[28]
  4. Santo Cyril (Sirilus) dari Yerusalem (313-386), mengatakan tanpa dibaptis, seorang tidak dapat diselamatkan, kecuali para martir, yang walau tanpa dibaptis dapat mencapai Kerajaan Allah.[29]
  5. Santo Agustinus (354-430), melalui Enchiridion, mengatakan bahwa Sakramen Pembaptisan menunjukkan kematian diri kita terhadap dosa bersama Kristus, dan kebangkitan kita bersama Dia ke dalam kehidupan yang baru.[30]
  6. Santo Ambrosius (338-397), melalui On Repentance, menjelaskan bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah. Allah mau dan mampu mengampuni dosa kita, meskipun kita berpikir bahwa dosa tidak dapat diampuni. Sebab kelihatannya mustahil bahwa air dapat menghapuskan dosa, namun hal yang tidak mungkin ini dibuat menjadi mungkin oleh Allah … [31]

Pengajaran Para Bapa Gereja ini menjadi saksi yang nyata bahwa Pembaptisan adalah sesuatu yang ditentukan oleh Yesus sendiri, dan yang dilaksanakan oleh para rasul dan para penerus mereka sejak jaman abad-abad awal.

Kesimpulan

Berdasarkan pengajaran Yesus sendiri, maka kita mengetahui bahwa Pembaptisan diperlukan supaya kita dapat diselamatkan. Melalui Pembaptisan, kita dibersihkan dari segala dosa dan diperbaharui di dalam Roh Kudus; kita meninggalkan manusia lama beserta dengan dosa-dosa kita, dan mengenakan Kristus, sebagai manusia baru. Melalui Pembaptisan seseorang menyatakan imannya kepada Yesus Kristus, (lih. Rom 10:10) dan dengan demikian oleh rahmat Allah yang diterimanya saat Pembaptisan, ia dapat diselamatkan. Dengan perkataan lain, kita digabungkan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan bersama Kristus sebagai ciptaan yang baru, yaitu menjadi anak-anak angkat Allah, menjadi anggota Kristus dan Gereja-Nya, yang menghantar kita kepada kehidupan kekal. Dengan demikian kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi dan di dalam misi Kristus, sebagai imam, nabi dan raja di dunia ini, untuk mempersiapkan diri memasuki Kerajaan Allah di surga.

Kembali ke pertanyaan di atas, “Apakah kita sudah diselamatkan?” Maka, jawabannya adalah: jika kita telah dibaptis, kita telah diberi rahmat awal keselamatan itu. Kita telah memasuki pintu gerbang yang membawa kita ke sana. Jika kita terus mempertahankan rahmat itu dengan hidup kudus, menolak dosa dan segala keinginan berbuat dosa, dan terus tinggal di dalam Tuhan, dan dalam perbuatan kasih, maka kita bertumbuh dan berjalan menuju kepenuhan janji keselamatan itu. Singkatnya, agar kita diselamatkan, kita yang sudah dibaptis harus hidup sesuai dengan janji Pembaptisan kita. Mari kita berjuang dengan bantuan rahmat Tuhan, agar kita dapat setia kepada-Nya sampai pada kesudahannya, sehingga di akhir nanti kita dapat mendengar suara Allah, “Engkaulah anak-Ku, yang Kukasihi, kepadamu-lah Aku berkenan.”(Luk 3:22)


[1] Lihat Pope Benedict XVI, Jesus of Nazareth, (Double Day, New York, 2007), p. 18, “The Baptism is an acceptance of death for the sins of humanity, and the voice that calls out “This is My beloved Son” over the baptismal waters is an anticipatory reference to the resurrection. This also explains why… Jesus used the word of baptism to refer to his death (cf. Mk 10:38; Lk 12:50)”

[2] Ibid., p. 18

[3] Lihat Katekismus Gereja Katolik 1215

[4] Lihat KGK 1213

[5] Lihat KGK 1257

[6] Lihat Roman Catechism, Part Two, The Sacraments, Baptism, The Definition of Baptism, 5, “Baptism… as the sacraments of regeneration by water and in the word.”

[7] Lihat KGK 1214

[8] Lihat KGK 1265

[9] Lihat KGK 1216

[10] Lihat KGK 1272, “Pembaptisan menandai warga Kristen dengan satu meterai (character) rohani yang tidak dapat dihapuskan oleh dosa manapun, meskipun dosa menghalang-halangi Pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan.”

[11] Lihat KGK 1262

[12] Lihat KGK 1264

[13] St. Augustinus, dalam On Rebuke and Grace, Chap. 6:9R, seperti dikutip oleh John Willis, SJ, The Teachings of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002, reprint 1966 Herder and Herder, New York), p. 294.,”If however, being already regenerate and justified (through Baptism), he relapses of his own will into an evil life, assuredly he cannot say, ‘I have not received,’ because of his own free choice to evil he has lost the grace of God, that he had received.”

[14] Lihat KGK 1241, KGK 783

[15] Lihat KGK 782, 783, 784, 785, 786.

[16] Lihat Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatic tentang Gereja, 10

[17] Ibid.

[18] Lihat KGK 785

[19] Tertullian (155-222), On Baptism, chap. 9

[20] Lihat KGK 1280.

[21] Unitatis Redintegratio 3, Dokumen Vatikan II, Dekrit tentang Ekumenisme.

[22] Lihat KGK 1258

[23] Lihat KGK 1260

[24] Gaudium et Spes, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di dalam Dunia Modern, 22

[25] Diterjemahkan dari The Didache, Chap. 7

[26] Diterjemahkan dari St. Yustinus Martir, First Apology, Chap. 61.

[27] Tertullian (155-222), On Baptism, Chap. 1

[28] Ibid., Chap. 12

[29] Lihat St. Cyril dari Yerusalem, Catecheses, 3:10

[30] St. Augustinus, Enchiridion 8, chap. 42

[31] Lihat St. Ambrosius, On Repentance, Bk.2, Chap.2.

5 3 votes
Article Rating
39 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
39
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x