Dalam kisah penciptaan dunia dalam Kitab Kejadian, Nabi Musa menggunakan kata “Kita” sebagai kata ganti Allah. “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita….” (Kej 1:26).
Penggunaan kata “Kita” di ayat ini menimbulkan pertanyaan, dan yang paling umum ditanyakan adalah apakah ini mengacu kepada banyak Allah? Tentu tidak, sebab kita semua mengetahui bahwa Nabi Musa yang sama, di ayat-ayat lainnya dalam kitab-kitab yang ditulisnya, mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah, dan tidak ada allah yang lain (Kel 20:3; Ul 5:7; 6:4; lih. Kel 32). Juga berkali-kali Musa menuliskan bahwa Allah berkata, “Akulah, Tuhan, (bukan Kami-lah Tuhan”… ” (Kel 6:6-7; Im 11:45;19:34,36;22:33;25:38;26:13, dst). Maka, bagaimana mengartikan ayat Kej 1:26-27 ini?
Sejumlah orang memperkirakan bahwa perkataan “Kita/ we” di sini adalah kata ganti yang umum dipakai untuk menjadi kata ganti orang pertama/ orang yang bicara, pada pembicaraan resmi, seperti di hadapan raja -seperti halnya yang juga ada pada gaya bahasa resmi dalam bahasa Indonesia sekarang. Namun nyatanya, kita tidak menemukan bukti tentang hal ini pada tulisan-tulisan yang se-zaman dengan kitab Pentateuch/ kitab-kitab Musa tersebut. ((Taylor, C.V., The First Hundred Words, (Gosford, NSW, Australia: The Good Book Co., 1996), p. 3. )) Oleh karena itu, pandangan macam ini tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Ada sejumlah orang yang lain, yang mengambil interpretasi Yahudi, yang percaya bahwa pada ayat-ayat tersebut (Kej 1:26-27), Allah berbicara dengan para malaikat-Nya, yang sudah diciptakan-Nya sebelum menciptakan manusia. Namun pandangan ini tidak masuk akal, karena jika demikian, maka malaikat juga ikut serta menciptakan manusia. Padahal di ayat-ayat Kitab Suci yang lain, dikatakan bahwa hanya ada satu Allah yang menciptakan langit dan bumi/ alam semesta dan segala isinya (lih. Kej 1:1; 14:22; Mzm 8:4;1 Kor 8:4,6; 2 Mak 7:28). Maka, paham ini tidak sesuai dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci.
Maka yang paling masuk akal adalah pandangan berikut ini. Adalah suatu fakta, bahwa dalam Kitab Suci, kata Elohim, yaitu kata benda plural/ jamak yang mengacu kepada sebutan Allah, dituliskan sebanyak sekitar 2500 kali, yang diikuti dengan kata kerja maupun kata sifat yang sifatnya singular/ tunggal. Fakta ini mengakibatkan ada banyak ahli Kitab Suci mengatakan bahwa hal ini menunjukkan adanya penggambaran ‘uniplurality’ dalam diri Allah. Hal ini tentu bukan kebetulan ataupun ketidaksengajaan, sebab diulangi sampai ribuan kali. Bahwa dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, artinya belum sepenuhnya dinyatakan, namun dalam Perjanjian Baru, Allah kemudian menyingkapkan maksudnya. Yaitu bahwa penggambaran ini mengacu kepada adanya Tiga Pribadi dalam diri Allah yang Satu, yang kemudian dikenal dengan “Trinitas” atau “Allah Tritunggal”. Pewahyuan ini secara bertahap disingkapkan oleh Kristus Sang Putera Allah, sebagaimana disampaikan oleh para Rasul-Nya. Injil Yohanes menyatakan hal ini dalam Yoh 1:1-14, dengan mengatakan bahwa: 1) pada mulanya adalah Firman, Firman itu ada bersama Allah, dan Firman itu adalah Allah; 2) oleh Firman segala sesuatu dijadikan/ diciptakan; 3) Dan Firman itu kemudian menjelma menjadi manusia dalam diri Kristus. Maka Yoh 1:1-14 ini menjelaskan dan menggenapi makna ayat-ayat tentang penciptaan yang telah dituliskan oleh Nabi Musa dalam kitab Kejadian, yang memang menyebutkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu melalui Firman-Nya. Sebab dikatakan di sana, “Berfirmanlah Allah, ….” (Kej 1:3,6,11,14,20,24,26,29). Demikian pula, dengan disebutkannya bahwa “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kej 1:2) di awal mula penciptaan dunia, ini merupakan gambaran samar-samar akan penggenapannya di dalam Perjanjian Baru, yaitu saat kita diciptakan secara baru di dalam Kristus saat Pembaptisan, yaitu saat kita dilahirkan kembali dalam air dan Roh (Yoh 3:5).
Ajaran menginterpretasikan Kitab Suci dengan melihat hubungan tipologi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri (lih. Luk 24:13-35). Demikianlah pula, para penerus Rasul mengajarkannya kepada kita, bahwa ayat Kej 1:26-27 tersebut adalah ayat-ayat yang menggambarkan tentang Allah Trinitas. Demikianlah ajaran mereka:
1. St. Barnabas (74):
“Sebab Kitab Suci berbicara tentang kita, ketika Ia [Allah] berkata kepada Putera-Nya, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Lih. St. Barnabas, Epistle of Barnabas, Ch. VI). Di abad ke-1 ini, St. Barnabas telah mengajarkan bahwa kita manusia, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah; sebagaimana yang dikatakan oleh Allah kepada Putera-Nya.
2. St. Yustinus Martir (150):
Berbicara kepada para teolog Yahudi, St. Yustinus mengatakan bahwa perkataan, “Baiklah Kita menjadikan…” kita dapat dengan tiada ragu mengetahui bahwa Allah bercakap dengan Seseorang Pribadi yang lain… Dan Allah mengatakan, “Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita… (Kej 3:22), Musa menyatakan bahwa terdapat sejumlah Pribadi yang saling berhubungan, bahwa minimal ada dua Pribadi…. [Pribadi ini] lahir dari Bapa, dan telah ada bersama dengan Bapa sebelum segala ciptaan lainNya, dan Bapa bersekutu dengan-Nya sebagaimana dikatakan dengan jelas dalam Kitab Suci oleh Salomo, bahwa Ia yang disebutkan Salomo sebagai Kebijaksanaan, telah lahir sejak awal mula sebelum semua ciptaan-Nya…” (St. Justin Martyr, Dialogue with Trypho, a Jew: Ch. LXII)
3. St. Irenaeus (180):
“Maka bukan para malaikat, yang menciptakan kita, ataupun membentuk kita, juga para malaikat tidak mempunyai kuasa untuk membuat/ mencipta sebuah gambar rupa Allah. Tidak seorangpun, tidak ada kuasa apapun yang terpisah dari Bapa segala sesuatu, selain daripada Sang Firman Allah [yang mencipta]. Sebab Allah tidak memerlukan para malaikat ini, untuk menyelesaikan apa yang telah ditentukan-Nya sejak semula, seolah Ia tidak memiliki tangan-Nya sendiri. Sebab pada-Nya selalu hadir Sang Firman dan Kebijaksanaan, Sang Putera dan Roh Kudus, yang dengan Keduanya dan di dalam Keduanya.. Ia [Allah] menciptakan segala sesuatu; yang kepada Keduanya Ia berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kej 1:26) (St. Irenaeus, Against Heresies, 4:20:1).
4. Tertullian (200)
Tertullian mengatakan bahwa pemilihan kata jamak “Kita” pada Kej 1:26, mempunyai maksud menggambarkan adanya pluralitas dalam ketunggalan Allah, sebab tidak mungkin Allah bermaksud menipu ataupun membuat kita bingung, jika sebenarnya Ia hanya punya Pribadi yang Tunggal. Juga bukan maksud Allah mengatakan bahwa Ia sedang berbicara kepada para malaikat, seperti yang diinterpretasikan oleh orang-orang Yahudi, sebab mereka tidak mengenali Sang Putera Allah.
– Sebab Allah telah mempunyai Putera-Nya di samping-Nya, dan Pribadi ke-tiga juga…, sehingga Ia dengan sengaja mengambil kata jamak, “Biarlah Kita menjadikan…” “menurut rupa Kita”; “dan menjadi salah satu dari Kita.” (Tertullian, Against Praxeas, Ch. XII.)
– “Maka sebab ia [manusia] adalah gambaran Penciptanya (sebab Ia, ketika melihat kepada Kristus Sang Firman-Nya, yang akan menjadi manusia, bersabda, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambaran dan rupa Kita”), bagaimana mungkin saya mempunyai kepala lain selain Dia yang menurut gambaran-Nya saya diciptakan? Sebab kalau saya adalah gambaran Pencipta, maka tidak ada ruang dalam diriku bagi kepala yang lain” (Tertullian, Book V, Elucidations, Ch VIII.)
5. Origen (w 254):
“Adalah kepada Dia [Kristus] Allah berkata mengenai penciptaan manusia, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Origen, Against Celsus, Book V, Ch. XXXVII)
6. Novatian (w 258):
“Sebab siapa yang tidak mengenali bahwa Pribadi Sang Putera adalah Pribadi yang kedua setelah Bapa, ketika ia membaca apa yang dikatakan oleh Bapa kepada Sang Putera, “Baiklah Kita membuat manusia menurut gambar dan rupa Kita;” dan setelah ini, maka hubungannya adalah, “Dan Allah menciptakan manusia, dan Allah menciptakannya menurut gambar-Nya?” (Novatian, A Treatise Concerning the Trinity, Ch XXVI.)
Tulisan-tulisan ini merupakan beberapa bukti dari ajaran Bapa Gereja sebelum abad ke-4, yang menunjukkan bahwa Gereja sejak awal mengartikan Kej 1:26 sebagai salah satu ayat yang mengajarkan tentang Allah Trinitas dalam kitab Perjanjian Lama. Maka ajaran tentang Trinitas itu sudah menjadi keyakinan Gereja sejak zaman para Rasul, dan bukan baru diyakini di abad ke-4 sebagaimana disangka oleh sejumlah orang. Bahwa ajaran itu baru dirumuskan pada Konsili Nicea (325) yang kemudian disempurnakan dalam Konsili Konstantinopel (381), itu disebabkan karena di abad tersebut berkembang ajaran sesat Arianisme yang menentang ajaran tentang Trinitas, sehingga Gereja merumuskan ajaran tentang Trinitas ini secara definitif, untuk meluruskan paham yang sesat ini.
Kesimpulannya, jika ditanya, mengapa Musa menggunakan kata “Kita” dalam Kej 1:26? Maka jawaban yang paling masuk akal adalah, karena Allah memang mewahyukannya demikian kepada Musa. Musa hanya menuliskannya dengan setia, suatu frasa yang mungkin belum sepenuhnya dipahami pada saat itu. Namun Allah sendiri kemudian menyatakan maksudnya dalam Perjanjian Baru. Yaitu setelah Ia sendiri mengutus Yesus Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya yang menginspirasikan para penulis Injil dan surat-surat para Rasul lainnya, yang menjelaskan tentang adanya ketiga Pribadi Allah ini dalam ke-esaan Allah.
Berikut ini adalah artikel-artikel lain yang terkait dengan topik ini:
Ajaran para Bapa Gereja sebelum abad ke-4 tentang Trinitas
Tentang Ajaran sesat Arianisme
Apa yang terjadi dalam Konsili Nicea (325)
Trinitas, Satu Allah dalam Tiga Pribadi
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dalam kisah penciptaan dunia dalam Kitab Kejadian, Nabi Musa menggunakan kata “Kita” sebagai kata ganti Allah. “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita….” (Kej 1:26).
Tiga tahun yang lalu Roh Pengertian menginspirasiku bahwa kata “Kita” itu Allah berbicara kepada PutraNya(Misteri Allah Tritunggal). Sungguh indah ketika kita membaca Kitab Suci, yang dibimbing oleh Roh Kudus, Dia akan membantu kita supaya kita dapat memahami Firman Tuhan. Apa yang ditulis oleh para Santo tersebut merupakan ilham Roh Kudus.
[Dari Katolisitas: Ya, pemahaman itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh para Bapa Gereja, dan Magisterium Gereja Katolik].
Dear Katolisitas,
Bisa dimengerti bahwa Bapa-Bapa Gereja menafsirkan ayat itu sebagai prefigurasi akan Trinitas, karena Bapa Gereja mengimani bahwa Yesus adalah Allah.
Pertanyaan saya: bagaimana umat Yahudi sendiri sebelum masa Yesus menafsirkan ayat itu? Karena ayat itu sudah hidup lama bersama umat sebelum kelahiran Kristus… apakah penafsiran mereka saat itu (sebelum Inkarnasi)?
terima kasih.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca kembali alinea ke-4, “….Ada sejumlah orang yang lain, yang mengambil interpretasi Yahudi, yang percaya bahwa pada ayat-ayat tersebut (Kej 1:26-27), Allah berbicara dengan para malaikat-Nya,….” ]