[Hari Minggu Biasa ke XVII – 30 Juli 2017]: 1 Raja 3:5,7-12; Mzm 119:57,72,76-77,127-130; Rm 8:28-30; Mat 13:44-52]
44. “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
45. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. 46. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”
47. “Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. 48. Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. 49. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, 50. lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
51. Mengertikah kamu semuanya itu?” Mereka menjawab: “Ya, kami mengerti.” 52. Maka berkatalah Yesus kepada mereka: “Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”
Teman-teman,
Dalam Injil hari ini, Yesus menunjukkan kepada kita keagungan ajaran-Nya.[1] Perumpamaan pertama (44) menekankan kelimpahan ajaran Injil, yang dibandingkan dengan “harta yang terpendam di ladang.” Perumpamaan kedua (45-46) menonjolkan keindahan ajaran Injil, indah bagaikan “mutiara yang sangat berharga.” Akhirnya, perumpamaan ketiga (47-49) mengajarkan bahwa ajaran Injil ditujukan kepada semua orang.
Injil hari ini sangat kaya akan makna. Mari bersama kita lihat kembali frase dalam perumpamaan pertama: “lalu dipendamkannya lagi” (44). Mengapa harta tersebut harus dipendamkan lagi? Apakah ia yang menemukan harta terpendam di ladang adalah seseorang yang serakah dan ingin menyimpan penemuannya hanya bagi dirinya sendiri? Tidaklah demikian! Sebaliknya, ia kembali memendam harta tersebut untuk melindunginya.[2]
Pertama-tama, ia ingin melindungi harta—ajaran Injil—yang ia temukan supaya harta tersebut berbuah dan bertumbuh. Api yang terkurung memberikan kehangatan yang lebih; demikian pula Sabda Tuhan berbuah ketika direnungkan di dalam hati. Apakah kita selalu menyempatkan diri merenungkan Injil setiap hari? Tidak perlu lama-lama: cukup lima menit, misalnya, sebelum mulai bekerja, saat jam istirahat di siang hari, atau sambil menunggu masakan matang.
Kedua, ia ingin melindungi harta tersebut dari pujian yang sia-sia. Kita semua ingat ajaran Yesus: “Berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Mt 6:6). Seringkali ketika kita berbuat baik kepada orang lain, kita mengharapkan balasan atau, setidaknya, ucapan terima kasih dari orang tersebut. Namun, sekali-sekali, cobalah menolong suami, isteri, saudara, atau teman kalian secara tersembunyi, tanpa diketahui oleh mereka yang menerima pertolongan.[3] Misalnya, anak-anak bisa mencuci piring ketika orangtua tidak ada di dapur; suami bisa merapikan lemari ketika istri sedang belanja di pasar; istri bisa menyalakan pendingin ruangan setengah jam sebelum suami pulang dari kantor supaya, ketika tiba di rumah, suami merasa sejuk. Di sini, kuncinya adalah cinta kasih dan kreativitas!
Siapkah kita untuk memendam ajaran Injil dalam hati kita dan menunjukkan perbuatan baik kita hanya kepada Bapa “yang ada di tempat tersembunyi” (Mt 6:6)?
[1]Thomas Aquinas, Super Evangelium S. Matthaei lectura, cap. 13 l. 4: “Si intelligitis, potestis scire quod thesaurus est sacra doctrina”.
[2]Thomas Aquinas, Super Evangelium S. Matthaei lectura, cap. 13 l. 4: “Quod autem absconditur, non debet esse ex invidia, sed ex cautela.”
[3]JosemarĂa Escrivá de Balaguer, Camino, 440: “Cuando hayas terminado tu trabajo, haz el de tu hermano, ayudándole, por Cristo, con tal delicadeza y naturalidad que ni el favorecido se dĂ© cuenta de que estás haciendo más de lo que en justicia debes. –¡Esto sĂ que es fina virtud de hijo de Dios!”