Makna penggunaan ukupan wewangian dalam Misa

Pertanyaan:

Salam Katolisitas,

Terima kasih kepada Bu Ingrid yang sudah menjawab pertanyaan saya sebelumnya.
Saya punya pertanyaan lain lagi. Kebetulan saya ditanya juga oleh orang lain yang non Katolik dan saya yang Katolik merasa tidak mengetahui jawaban yang benar, jadi saya tanyakan ke Katolistas.

Di awal misa, sebelum naik ke altar, Imam seringkali mengasapi altar dengan sesuatu wewangian. Selama ini saya pikir itu adalah kemenyan, tapi saya kurang yakin. Apa sebenarnya tujuan dan maksud dari pengasapan itu?
Setelah persembahan pun biasanya putra altar meminta umat untuk berdiri dan kemudian mengasapi umat secara simbolis. Apakah maksud dan tujuannya?

Terima kasih sebelumnya atas penjelasan yang diberikan.

Salam,
Paulina

Jawaban:

Shalom Paulina,

Sebenarnya, penggunaan ukupan wewangian (incense) yang digunakan dalam Misa Kudus itu merupakan simbol dari doa-doa yang naik ke hadapan tahta Allah, seperti yang disebutkan dalam Kitab Suci, demikian:

Mzm 141: 1-2
“Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.”

Why 8:3-4
Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.

Persembahan wewangian tersebut bahkan secara khusus diperintahkan Tuhan kepada Musa untuk menghormati kehadiran-Nya di dalam Tabernakel/ Kemah Pertemuan dalam Perjanjian Lama.

Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu.”

Gereja Katolik percaya Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Kristus dan bahwa kini Tuhan Yesus Kristus sungguh hadir di dalam Tabernakel suci dalam rupa Ekaristi, dan karena itu, maka digunakan ukupan wewangian untuk menghormati kehadiran Tuhan tersebut. Wewangian ini digunakan Selain untuk tanda penghormatan,wewangian ini digunakan juga untuk menciptakan suasana penyembahan kepada Tuhan yang hadir dalam perayaan Ekaristi tersebut.

Gereja Katolik, berdasarkan pengajaran Kristus dan para rasul, mengajarkan bahwa pada setiap Misa Kudus, maka kurban Yesus Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, untuk mendatangkan berkat pengudusan bagi umat-Nya. (Selanjutnya tentang makna Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani, silakan klik di sini). Kurban Kristus dalam Ekaristi, yang dihormati dengan korban bakaran ukupan/ wewangian inilah yang menggenapi nubuat nabi Maleakhi, dalam Mal 1:11, “Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam.”

Karena makna “kurban” tersebut, maka Altar tempat terjadinya kurban merupakan obyek yang suci, oleh karena itu kita melihat wewangian ukupan diarahkan kepada Altar. Demikian juga ukupan tersebut digunakan juga pada saat prosesi/ sesaat sebelum pembacaan Injil, yang dihormati karena Injil merupakan Sabda Tuhan. Ukupan juga ditujukan kepada imam yang mempersembahkan Misa, karena karena pada saat Misa, ia bertindak atas nama Kristus (“persona Christi”). Ukupan juga ditujukan kepada umat, sebab melalui Pembaptisan, setiap umat beriman menjadi tempat kediaman Roh Kudus dan mempunyai peran imamat bersama, sehingga dalam perayaan Ekaristi, setiap umat diundang untuk mengangkat persembahan doa-doanya ke hadapan Tuhan, sehingga dengan demikian mereka mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diucapkan oleh imam) kepada Allah Bapa.

Jadi penggunaan ukupan wewangian sebenarnya telah berakar sejak lama dalam sejarah umat beriman, dan Gereja Katolik melanjutkan tradisi ini, karena memang mengandung makna yang dalam. Wewangian ini melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan yang melibatkan seluruh panca indera kita dalam Ekaristi: dengan indra penglihatan kita melihat seluruh ibadah,  dengan indra pendengaran kita mendengar kidung pujian dan doa-doa, dengan indra peraba kita mengambil air suci yang melambangkan rahmat Pembaptisan, dan dengan indra pengecap kita menyantap Hosti kudus, dan dengan indra penciuman kita menikmati wewangian ukupan yang melambangkan naiknya doa-doa kita ke hadapan tahta Allah.

Demikian yang dapat saya tuliskan tentang penggunaan wewangian dalam Misa Kudus. Semoga berguna dan membantu kita semakin menghayati maknanya dalam perayaan Ekaristi.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

4 4 votes
Article Rating
22 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
evan
evan
11 years ago

syalom ibu inngrid
saya mau menanyakan apa boleh, di rumah waktu doa membakar ukupan?
trimakasih. ditunggu jwbnnya.

[dari Katolisitas: Tidak ada aturan yang tertulis tentang hal ini, namun umumnya ukupan digunakan dalam perayaan Ekaristi (Misa), dan bukan dalam doa-doa pribadi di rumah. Dasar penggunaan ukupan, adalah seperti tertulis di artikel di atas. Jika yang diinginkan adalah penggunaan lambang doa-doa yang naik ke hadirat Tuhan, dapat digunakan lilin, yang juga mempunyai makna yang sama].

vincensius susilo
vincensius susilo
12 years ago

Shalom Katolisitas, Saya ingin mendapat pencerahan mengapa dalam perayaan ekaristi sering digunakan asap dari sejenis dupa (maaf saya lupa istilahnya), apakah tidak cukup dari doa yang diucapkan dan dipimpin oleh Pemimpin Misa (Romo) saja?. Kalo saya rasa hal ini seperti kepercayaan orang Hindu atau Budha atau Konghucu atau kepercayaan jawa kuno yang setiap kali berdoa (upacara keagamaan) selalu menggunakan asap dari dupa atau kemenyan. Hal-hal begini kita sering mendapatkan pertanyaan dari kawan kita yang beragama Kristen Protestan dan dari Moslem Maafkan kalo saya kurang mengerti, terima kasih atas pecerahannya. Berkat Dalem Vincensius Susilo [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas,… Read more »

Agung S
Agung S
12 years ago

Salam Ekaristi tim katolisitas….. nama saya agung subroto..sy mau menanyakan tentang teknik pendupaan… 1. adakah aturan yg baku untuk teknik pendupaan?misalkan untuk pastur..koreksi jika sy salah..untuk pastur aturan teknik pendupaan 2x crik / ayunan sebanyak 3x..(crik..crik…stop..crik…crik…stop…crik…crik….) kalau untuk umat, Sakramen Maha Kudus, benda suci / relikwi, jenasah, dll…bagaimana teknik pendupaannya? [dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab mengenai pertanyaan serupa di link ini dan di tanya jawab di bawahnya, silakan klik] 2. apakah seorang misdinar harus memegangi jubah pastur pada saat pastur mendupai altar dan hosti? 3. apakah seorang misdinar yg bertugas memegang turibulum hanya 1 orang atau boleh berdua? terima… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Agung S
12 years ago

Salam Agung,

2. Sebaiknya misdinar membantu memegang jubah pastor pada saat pastor mendupai, apalagi kalau kasulanya rentan terhadap panas api. Cukup banyak kasula yang lubang karena terkena panas api pada turibulum waktu pastor mendupai.
3. Sebaiknya dua misdinar: yang satu memegang turibulum, yang lain memegang wadah kemenyan. Bila kekurangan misdinar boleh satu, asal cukup trampil melaksanakan tugas pelayanan itu.

Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.

chmel
chmel
13 years ago

saya hanya mau meneruskan tentang incense, berapa kali kah seharusnya dibuat pada Pastor, Injil, dan pada umat? karena saya melihat perbedaan disetiap paroki. dan apakah arti dari nomor dan jumlah incense itu?terimakasih…

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  chmel
13 years ago

Salam Chmel,
“Dalam Pedoman Umum Misale Romawi no. 277 ditulis: Peduapaan diayunkan tiga kali untuk penghormatan (a) Sakramen Mahakudus, relikui salib suci dan patung Tuhan yang dipajang untuk dihormati secara publik; (b) bahan persembahan; (c) salib altar, Kitab Injil, lilin paskah, imam dan jemaat”. Dalam tradisi liturgi, angka tiga berarti lengkap-sempurna.

Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.

m.herman-wib
m.herman-wib
Reply to  Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
13 years ago

Salam damai dan kasih sejahtera dalam Tuhan kita bagi bpk-ibu pengasuh,

Waktu saya jadi misdinar thn 70an, saya diajarkan bhw pengayunan wiruk untuk umat adalah 1 X, untuk imam 2X, untuk Sakramen Mahakudus (dan juga terhadap jenasah umat beriman – dalam Misa requiem) adalah 3X. Menunjuk tulisan Romo Boli Ujan di atas, apakah memang ada perubahan tata cara pendupaan atau kami2 yg dulu jadi misdinar ini salah informasi? Mohon dijelaskan. Terimakasih.

[NB. Mungkin hal seperti ini terlalu remeh bagi orang lain, namun karena dulu kami melakukan dgn cara yang agak berbeda, maka kami tertarik untuk menanyakan hal ini].

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  m.herman-wib
13 years ago

Salam Herman Wib,

Aturan pengayunan wirug sekarang ialah 3 (tiga) kali untuk semua, kecuali untuk gambar/arca (patung) para kudus hanya dua 2 (dua) kali. Landasan teologisnya ada dalam dokumen “Sacrosanctum Concilium” (SC) artikel 7. Demikian jawaban Rm Bosco Da Cunha, O.Carm, Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI.

m.herman-wib
m.herman-wib
Reply to  Yohanes Dwi Harsanto Pr
13 years ago

Salam damai & sejahtera bagi Romo Dwi Harsanto serta segenap pengasuh katolisitas. Terima kasih banyak atas penjelasan Romo Dwi. [Tentu saja si misdinar hanya boleh mendupai imam jika tidak ada imam konselebrans lain (setelah imam mendupai altar/salib/alkitab/lilin dsb), dan setelah itu si misdinar baru mendupai umat]. Saya coba buka dokumen SC di website ini (https://katolisitas.org/konstitusi-sacrosanctum-concilium/) pada artikel 7 (Bab Satu, I-7) tapi belum berhasil memahami jalinan antara landasan teologis dgn pendupaan tsb. Namun untuk sementara saya cukupkan saja dahulu semua penjelasan Romo Dwi. Terima kasih atas penjelasannya. NB. Ternyata sesuatu hal (dlm hal ini misdinar pemegang wirug) yg dulu dilakukan… Read more »

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  m.herman-wib
12 years ago

Salam Herman Wib, Dalam SC artikel 7 menyatakan dalam kalimat terakhir dengan dasar Mat 18:20, bahwa jika kita merayakan Liturgi Suci Gereja Katolik, maka Allah hadir melalui Yesus Kristus kepada kita sebagai anak-anak yang setara, hanya beda fungsi dan peran saja. “Jika ada dua atau tiga orang hadir dalam nama-Ku, Aku hadir di tengah-tengah mereka” artinya, bahwa Ia hadir bersama kita, menunggui anak-anak-Nya yang sejajar dan Ia kasihi semuanya. Maka jumlah ayunan wirug tiga kali yang sama baik untuk paus, uskup, imam, diakon, altar, evangeliarium, dan sebagainya mencerminkan hal itu. Hanya untuk patung dan gambar orang kudus, ayunan wirug dua… Read more »

robertus fred
robertus fred
13 years ago

Terima kasih tanggapannya Pak Stef…

Saya sama sekali tidak memiliki perasaan merendahkan atau yang lainnya, namun bukankah akan lebih baik jika kebiasaan ini disamakan supaya selain seragam, saya rasa akan lebih menunjukkan penghormatan..

Saya sedih sekali jika melihat kebiasaan2 katolik mulai digeser dan ditawar2..meskipun saya percaya sepenuh hati Tuhan Yesus sendiri yang menjaga dan melindungi Gereja-Nya..

berkah dalem

robertus fred
robertus fred
13 years ago

Salam Katolisitas..

Saya mau menanyakan satu hal, sebetulnya yang betul itu menerima hosti di tangan atau langsung pakai mulut?? kalau pakai tangan apakah itu pantas karena kita menyambut tubuh kristus sendiri…
Dulu saya menerima hosti memakai tangan namun sekarang memakai mulut setelah membaca buku maria shima karena saya takut dosa sakrilegi..
ini bagaimana? karena di indonesia rata2 memakai tangan jika menerima hosti…kalau salah seharusnya kebiasaan ini dirubah secara menyeluruh.. dan tidak dibiarkan..

trimakasih

Stefanus Tay
Admin
Reply to  robertus fred
13 years ago

Shalom Robertus Fred, Untuk menjawab pertanyaan anda, maka kita dapat melihat Redemptionis Sacramentum (RC, 92), yang mengatakan: [92.] Although each of the faithful always has the right to receive Holy Communion on the tongue, at his choice,[178] if any communicant should wish to receive the Sacrament in the hand, in areas where the Bishops’ Conference with the recognitio of the Apostolic See has given permission, the sacred host is to be administered to him or her. However, special care should be taken to ensure that the host is consumed by the communicant in the presence of the minister, so that… Read more »

mike
mike
13 years ago

Bu inggrid / Rm. wanta saya mau tanya, apa fungsi air suci setiap kita masuk ruangan gereja mengambil nya dan membuat tanda salib ? dalam setiap penggunaan Air suci di setiap liturgi, mulai dari pemercikan sampai menggunakan nya untuk pembaptisan, Air yang bagaimana yang di gunakan ? apakah ada campuran2 bahan tertentu dalam kandungan air tsb ? Terima kasih sebelum nya.

Salam dan doa

Mike

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  mike
13 years ago

Mike Yth Air suci terdiri dari air biasa yang diberkati dan dicampur garam sedikit untuk keperluan pemberkatan dan penyucian. salam Rm Wanta Tambahan dari stef: Makna dari membuat tanda salib dengan air suci ketika kita masuk gereja adalah mengingatkan kita akan pembaptisan yang telah kita terima. Pemercikan air suci pada perayaan Ekaristi juga mempunyai makna yang sama, yaitu peringatan akan pembaptisan yang telah kita terima -di mana kita telah menerima pengampunan dosa. – serta mohon agar Tuhan membersihkan kita dari dosa-dosa kita. Dan kita akan dapat menghayati hal ini, kalau kita menyimak apa arti dari lagu Asperges (lihat Puji Syukur… Read more »

simon
simon
13 years ago

salam Tim katolisitas…
aq mo tanya ttg liturgi…
Apa Liturgi dan Apa saja yang disebut sebagai liturgi…
dan apa kriterianya shingga disebut litugi..karena ada perbedaan pendapat terutama ttg
Perayaan Sabda hari Minggu. Apkah itu bisa dikatakan Liturgi. Karna perbedaan pendapat itu, akhirnya ada orang yang mengusulkan PSHM diganti saja dengan ibadat harian. Trimakasih

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  simon
13 years ago

Simon Yth Liturgi adalah perayaan iman dari umat sebagai ungkapan doa dan syukur kepada Allah yang diimaninya. PSHM adalah Liturgi Sabda tanpa Imam pada Hari Minggu. PSHM tidak sama dengan Ibadat Harian. Ibadat Harian adalah doa Gereja yang dilakukan secara privat maupun komunal oleh religius pada umumnya, Ibadat Harian juga Liturgi perayaan iman Gereja. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Simon, Berikut ini saya sertakan juga definisi Liturgi, seperti yang diajarkan dalam Katekismus: KGK 1069 Kata “liturgi” pada mulanya berarti “karya publik”, “pelayanan dari rakyat dan untuk rakyat”. Dalam tradisi Kristen, kata itu berarti bahwa Umat Allah mengambil bagian… Read more »

Andry
Andry
14 years ago

Shalom Pak Stefanus dan Ibu Inggrid,
Akhir-akhir ini ada 2 pertanyaan klasik yang saya kadang bingung menjawabnya,sehubungan dengan masa prapaskah dan pertanyaan lainnya …
1. Apa makna dari menutup salib dengan kain ungu?
2. Sehubungan dengan bacaan hari yg lalu tentang kecaman Yesus kepada orang farisi,mengapa di akhir perikop tersebut Yesus berkata bahwa tidak seorangpun di dunia ini yang boleh di panggil Bapa,rabi,atau pemimpin? ….

[Dari Katolisitas: kami edit….Pertanyaan lengkap dan jawabannya ada di atas, silakan klik]

Andry.

Paulina
Paulina
14 years ago

Salam Katolisitas, Terima kasih kepada Bu Ingrid yang sudah menjawab pertanyaan saya sebelumnya. Saya punya pertanyaan lain lagi. Kebetulan saya ditanya juga oleh orang lain yang non Katolik dan saya yang Katolik merasa tidak mengetahui jawaban yang benar, jadi saya tanyakan ke Katolistas. Di awal misa, sebelum naik ke altar, Imam seringkali mengasapi altar dengan sesuatu wewangian. Selama ini saya pikir itu adalah kemenyan, tapi saya kurang yakin. Apa sebenarnya tujuan dan maksud dari pengasapan itu? Setelah persembahan pun biasanya putra altar meminta umat untuk berdiri dan kemudian mengasapi umat secara simbolis. Apakah maksud dan tujuannya? Terima kasih sebelumnya atas… Read more »

Paulina
Paulina
Reply to  Paulina
14 years ago

Terima kasih atas penjelasannya, Bu Ingrid. Sungguh mengagumkan, ternyata makna penggunaan wewangian itu sedemikian dalam.

Kalau boleh tahu, bahan untuk ukupan wewangian itu terdiri atas apa saja? Apakah tetap disesuaikan dengan apa yang tercantum dalam kitab Keluaran?

Salam,
Paulina

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Paulina
14 years ago

Shalom Paulina, Terima kasih atas pertanyaannya. Ukupan (incense) yang digunakan biasanya dalam bentuk butiran atau bubuk yang dibuat dari frankincense dari Arab. (lih. Rev. Jovian P. Lang, OFM, Dictionary of the Liturgy (New York: Catholic Book Publishing, Corp, 1989), hal. 264) Semoga dapat membantu. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – https://www.katolisitas.org Dari Romo Wanta: Paulina Yth, Kemenyan yang dipakai dalam ukupan dalam liturgi Ekaristi dari wewangian, pohon cendana, dari pohon kenari getahnya diambil dan itu paling istimewa, lalu dicampur dengan kayu lain. Kadang inkulturasi menggunakan semacam dupa yang digunakan untuk orang Tionghwa saat upacara keagamaan. Demikian kiranya infrmasi ini… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
22
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x