Refleksi Kerahiman dan Menyambut Natal oleh Pst Felix Supranto, SS.CC
“Makan secukupnya dan habiskan, dan ingat banyak orang tidak bisa makan” merupakan niat ke-dua dari Paus Fransiskus dalam menyambut Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Niat Paus ini dapat juga diartikan sebagai salah satu wujud nyata dari wajah Kerahiman Allah. Allah telah memberkati kita dengan memenuhi bumi ini dengan makanan yang enak, bergizi, dan nikmat. Kita harus menghormati ciptaan Allah dengan menikmati makanan-makanan ini dan memakannya dalam jumlah yang pantas. Dengan memakan makan secukupnya, kita memberi peluang kepada sesama untuk mendapatkan makanan.
Kita harus makan dengan jumlah yang pantas karena makan adalah untuk hidup dan bukannya hidup untuk makan. Prinsip yang benar itu kini telah hilang. Prinsip kehidupan sekarang telah berubah menjadi hidup untuk makan. Makan dijadikan komoditi. Makan dijadikan wisata kuliner. Wisata kuliner pun semakin menjadi gaya hidup. Setiap hari banyak di antara kita mengupdate tempat kuliner terbaru. Kita bangga ketika tidak pernah ketinggalan informasi soal resto atau cafe yang baru dibuka. Kita akan merasa menjadi manusia berpengetahuan luas ketika kita juga tahu tempat makan kaki lima yang bisa membuat lidah bergoyang. Akibatnya, kita tidak pernah merasa kenyang. Kita tidak pernah merasa kenyang karena makanan bukan untuk mengisi perut yang lapar, tetapi untuk memuaskan lidah. Karena itu, banyak di antara kita tanpa rasa bersalah membiarkan makanan tersisa dan membuangya ke tong sampah. Prinsipnya adalah uangku adalah uangku, maka sekarepku/sesukaku menggunakannya.
Kita harus menghentikan kebiasaan makan yang tak terkendali atau yang disebut kerakusan dengan dua alasan, yaitu:
1. Kerakusan akan makanan merupakan salah satu dari tujuh dosa pokok, tetapi sering kita abaikan. Kerakusan di meja makan merupakan sebuah kecanduan. Tuhan memperingatkan kita agar tidak rakus terhadap makanan karena kerakusan akan membuat kita bokek dan kesehatan kita terganggu: “Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging. Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping” (Amsal 23:20-21). Lihatlah bahwa sekarang ini banyak rumah makan baru, tetapi juga banyak rumah sakit baru.
2. Kemampuan mengendalikan nafsu makan menjadi dasar kita untuk mengontrol nafsu-nafsu lain. Jika kita tidak dapat mengontrol kebiasaan makan kita, kemungkinan kita juga tidak mampu mengontrol kebiasaan kita yang lain, seperti pikiran hawa nafsu, ketamakan, kemarahan, dan tidak dapat menahan mulut kita dari gosip atau perselisihan. Kita tidak boleh membiarkan nafsu makan mengontrol kita, tetapi kita harus bisa mengontrol nafsu makan kita: “Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!” (Amsal 23:2 ). Kemampuan untuk mengatakan “tidak” kepada makan yang berlebihan merupakan salah satu dari buah Roh, yaitu pengendalian diri: “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Galatia 5:22-23).
Bagaimana kita dapat mengendalikan nafsu makan kita? Pertama adalah kita renungkan nasihat ini “Ayo habiskan nasinya. Kalau tidak menghabiskannya, nasinya akan menangis”. Memang benar bahwa ketika kita makan berlebihan dan membuang sisanya, kita membuat nasi menangis karena banyak orang sedang terlilit kesulitan dan menderita kelaparan, mengais-ngais di antara sisa-sisa makanan, mengonsumsi nasi aking yang tidak ada gizinya. Kedua adalah kita merenungkan semangat semut. Semut adalah hewan yang tidak egois. Walaupun lapar, mereka tidak memikirkan perutnya sendiri. Mereka senantiasa berbagi makanan yang mereka dapatkan.
Kesimpulan dari permenungan ini adalah sebuah doa berikut ini:
Tuhan,
Ampunilah aku
karena hidupku sering hanya untuk makan.
Berburu kuliner menjadi gaya hidupku.
Singgah ke satu resto ke resto lain hanya untuk memuaskan lidahku.
Menyisakan makanan menjadi kebiasanku.
Hati nurani pun tersumbat sehingga tidak peka dengan penderitaan sesama.
Tuhan,
Berilah aku kesadaran
bahwa banyak saudaraku yang kelaparan,
menengadah kedua tangan di tepi jalan,
demi sesuap makanan.
Dengan demikian, aku akan bersyukur atas makanan dariMu,
dengan makan secukupnya dan membagikannya kepada yang membutuhkannya.
Bumi ini pun bergembira karena menjadi sumber kehidupan bersama.
Tuhan Memberkati