Latihan Rohani menurut St. Ignatius Loyola

Latihan Rohani (Spiritual Exercises) dari St. Ignatius dari Loyola menandai spiritualitas Katolik dengan memberikan semacam cara praktis untuk melakukan meditasi dalam kehidupan rohani bagi mereka yang ingin bertumbuh dalam kekudusan. Dalam karyanya, Spiritual Exercises (SE), St. Ignatius menjabarkan banyak cara untuk berdoa, namun yang paling berpengaruh dan paling dikenal adalah apa yang disampaikannya dalam Latihan Pertama (First Exercise– SE 45-54) di mana imajinasi, ingatan, pemahaman dan kehendak dikerahkan dalam meditasi, dan diakhiri dengan percakapan yang akrab dengan Tuhan (yang disebut colloquy). Dengan cara ini, semua kemampuan jiwa diarahkan untuk masuk ke dalam misteri iman agar misteri tersebut dapat tergabung di dalam kehidupan kita dan hati kita, dan dapat menghasilkan buah, yaitu membuat kita menjadi semakin menyerupai Kristus.

1. Jadi langkah-langkah meditasi secara garis besar menurut St. Ignatius, adalah:

A. Langkah pendahuluan meditasi: Gunakan imajinasi

Langkah pertama dari meditasi apapun selalu adalah menyadari bahwa kita berada di dalam hadirat Allah, dan kita memohon kepada-Nya agar membantu kita melakukan meditasi dengan baik dan menghasilkan buah yang baik bagi pertumbuhan rohani kita; dan kita menyampaikan maksud hati yang murni untuk mengasihi dan melayani Dia dengan lebih baik dan mempersembahkannya untuk kemuliaan Tuhan yang lebih besar lagi.

Langkah berikutnya adalah mendayakan imajinasi kita -yang seringnya juga menyebabkan pelanturan (distraction) saat berdoa- untuk menghadirkan sesuatu yang berhubungan dengan misteri yang ingin kita renungkan dalam doa meditasi itu. Maka, jika kita sedang memeditasikan kisah sengsara Tuhan Yesus, kita harus menggunakan imajinasi untuk membayangkan Kristus Tuhan di Taman Getsemani, di hadapan para ahli taurat, di hadapan Pilatus, pada saat memikul salib, dan ketika akhirnya Ia menyerahkan nyawa-Nya dan wafat bagi kita.

Langkah ketiga adalah untuk memohon kepada Tuhan rahmat khusus atau buah yang kita cari di dalam meditasi itu. Ketika kita sedang merenungkan tentang dosa, maka kita memohon agar kita dapat memperoleh rasa sesal yang mendalam, dan dukacita oleh karena dosa kita karena semua itu merupakan tindakan yang berlawanan dengan kasih kepada Allah dan sesama. Jika kita merenungkan kelahiran Tuhan Yesus, maka kita mohon agar memperoleh sukacita yang mendalam dan rasa syukur sebab Ia telah berkenan menjelma menjadi manusia. Jika kita merenungkan kisah sengsara Kristus, kita mohon agar kita dapat turut merasakan dukacita Kristus, yang rela menderita demi menebus dosa-dosa kita. Jika kita merenungkan tentang kebangkitan-Nya, kita mohon agar diberi suka cita yang besar atas kemenangan Kristus atas dosa dan maut.

B. Dayakan ingatan

Berikutnya adalah dayakan ingatan akan suatu kejadian yang telah berlalu yang ingin kita pikirkan secara mendalam. Dapat saja berupa dosa Adam dan Hawa, atau bahkan dosa-dosa saya sendiri. Atau dapat pula kejadian-kejadian yang ada dalam Injil.

C. Renungkanlah

Setelah kita mendayakan ingatan kita akan suatu kejadian tertentu, lalu ingatan itu mengarahkan pikiran kita untuk menghubungkannya dengan kasih Tuhan, belas kasih-Nya yang tak terbatas, pelanggaran dosa, rasa kurang berterima kasih, dukacita dan pengorbanan Kristus, dst. Kita dapat pula merenungkan tentang pikiran Kristus yang ada di dalam Hati-Nya, hasrat-Nya agar kita mau bekerja sama dengan-Nya dan agar kita dapat hidup kudus. Di samping itu, kita dapat pula merenungkan kelemahan kita, kecenderungan kita akan dosa tertentu, apa panggilan Tuhan terhadap hidup kita, bagaimana caranya untuk melayani Tuhan dengan lebih baik, bagaimana untuk menghindari dosa dan bertumbuh dalam kebajikan.

Renungan ini dapat mendorong kita untuk mengungkapkan kasih kepada Allah, pertobatan, penyesalan, ketetapan hati ataupun resolusi untuk mengubah diri ke arah yang baik, ataupun persembahan diri kepada Tuhan. Atau dapat juga hanya merupakan kontemplasi akan apa yang direnungkan. Sikap-sikap batin ini sangat berharga dalam meditasi.

D. Colloquy

Puncak meditasi adalah percakapan yang intim dan langsung dengan Tuhan, yang disebut oleh St Ignatius sebagai ‘colloquy‘ (SE 63). Doa adalah mengangkat hati kepada Tuhan. Bagian- bagian awal dari meditasi bertujuan untuk mempersiapkan kita membuat percakapan dengan Tuhan dengan akrab, dengan perasaan, pemahaman yang mendalam. Ini adalah saatnya memberikan diri dengan murah hati kepada Tuhan.

St. Ignatius memberi contoh-contoh tentang colloquy yang mengakhiri periode meditasi (30-60 menit). Dalam Latihan Rohani tentang Dosa, colloquy dibuat di hadapan Kristus yang tersalib, yang kita bayangkan hadir di hadapan kita. St. Ignatius mengajarkan kita untuk mulai berkata-kata dengan Dia, dan bertanya kepada-Nya, bagaimana bahwa Ia yang adalah Sang Pencipta telah merendahkan diri begitu rupa sampai menjadi manusia, dan untuk menembus kekekalan menuju kematian di dalam waktu di dunia ini, agar dapat wafat demi menebus dosa-dosa kita. Kitapun harus bertanya pada diri sendiri: “Apa yang dapat kuperbuat untuk Kristus? Apakah yang sedang kuperbuat untuk Dia? Apakah yang harus kuperbuat untuk Kristus?” Ketika kupandang Kristus di dalam sengsara-Nya tergantung di salib, aku harus merenungkan apa yang hadir di pikiran saya tentang hal itu.”

Colloquy harus mendorong keakraban kita dengan Kristus, Allah Bapa, Roh Kudus dan Bunda Maria. Percakapan ini merupakan kesempatan untuk menyampaikan kasih kita kepada Tuhan, dan keinginan kita untuk melayani Dia dan berjalan bersama-Nya. Di dalam colloquy ini kita memohon rahmat untuk: 1) memperoleh pengetahuan dan kebencian akan dosa; 2) memahami ketidakteraturan dari perbuatan pelanggaran kita agar kita dapat memperbaikinya; 3) memperoleh pengetahuan tentang dunia sehingga kita dapat berjuang untuk membuang dari kita segala yang bersifat duniawi dan sia-sia.

2. Prinsip dan pondasi meditasi

Latihan rohani tersebut diawali dengan renungan akan tujuan akhir hidup kita (SE, 23):

“Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, dan melayani Tuhan, dan dengan demikian ia memperoleh keselamatan jiwanya. Dan segala sesuatu yang lain di dunia diciptakan untuk manusia dan bahwa mereka dapat membantunya untuk mencapai tujuan akhir yang untuknya manusia diciptakan. Dari sini, artinya, manusia harus mempergunakan hal-hal duniawi tersebut asalkan hal-hal tersebut dapat membantunya mencapai tujuan akhir-nya, dan ia harus membuang hal-hal tersebut sejauh itu menghalanginya untuk mencapai tujuan akhir. Untuk ini, adalah penting untuk membuat diri kita tidak terikat kepada semua hal yang diciptakan, di dalam segala sesuatu yang diperbolehkan menjadi pilihan bebas kita dan yang tidak dilarang; sehingga di pihak kita, kita tidak menginginkan kesehatan daripada penyakit, kekayaan daripada kemiskinan, penghormatan daripada penghinaan, umur panjang daripada umur pendek, sehingga di dalam segala sesuatu, hanya menginginkan dan memilih apa yang paling kondusif bagi kita untuk mencapai tujuan akhir yang untuknya kita diciptakan.” (SE, 23)

Di sini St. Ignatius mengajarkan: 1) keutamaan tujuan akhir di dalam setiap pengambilam keputusan; 2) kenyataan bahwa semua hal yang diciptakan adalah hanya merupakan sarana/ alat untuk mencapai tujuan akhir; 3) pentingnya melakukan discernment tentang penggunaan semua hal yang diciptakan; 4) sangat pentingnya ‘interior detachment‘ (ketidakterikatan dalam batin’ yang disebut juga ‘indifference‘) dari semua hal yang diciptakan (termasuk kesehatan, umur panjang, kekayaan, kehormatan, dst; dan 5) kita harus memilih sarana yang paling kondusif untuk mencapai tujuan akhir kita. Dengan kata lain, kita harus memilih apa yang dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar kepada Tuhan: ad majorem Dei gloriam.

Indifference‘ yang dimaksudkan oleh St. Ignatius adalah sikap batin untuk bertumbuh dalam kebijaksanaan adikodrati, yaitu kebajikan untuk memilih sarana/ cara yang terbaik demi mencapai tujuan akhir, dan juga karunia nasehat, yang olehnya kita membiarkan diri digerakkan oleh Allah untuk memilih sarana yang terbaik untuk mewujudkan rencana-Nya untuk menguduskan kita dan menyempurnakan kita dalam kasih.

3. Struktur Latihan Rohani yang diajarkan oleh St. Ignatius.

St. Ignatius membagi Latihan Rohani tersebut menjadi empat ‘minggu’. Ini bukan tujuh hari dalam seminggu, tetapi hanya menunjukkan tingkatan dalam perjalanan rohani dan komitmen yang sepenuh hati bagi pelayanan kepada Tuhan.

A. Minggu pertama: Meditasi tentang neraka

Untuk menggambar meditasi tentang neraka, baik jika kita membaca kutipan tulisan St Teresia dari Avila, Life (ch. 32):

“Suatu ketika di dalam doa saya menemukan diri saya, tanpa saya ketahui bagaimana, di dalam keadaan di mana kelihatannya seperti di tengah neraka. Aku mengerti bahwa Allah menghendaki aku melihat di sana sebuah tempat yang disiapkan oleh setan-setan bagi saya, … yang dapat kuterima oleh karena dosa-dosaku…..Di sisi sana ada semacam cekungan di dinding …, di mana saya dimasukkan ke sana dan ditutup dengan rapat…. Aku merasakan api di jiwaku, yang tak kumengerti bagaimana mengungkapkannya…. Kesakitan tubuh yang paling tak tertahankan…. semua tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jiwa yang merana….sebuah derita kesedihan yang begitu dalam dan dengan dukacita karena ditinggalkan. Sebab untuk mengatakan bahwa jiwa itu dicabut dari akarnya adalah terlalu kecil, sebab sepertinya ada sesuatu yang lain yang mengakhiri hidup kita; tapi di sini jiwa itu sendiri yang nampaknya memotong-motong dirinya sendiri, … terbakar dan hancur menjadi berkeping-keping…. Semuanya menyesakkan, dan tak ada terang, tapi semuanya hitam kelam. Aku tak mengerti bagaimana bisa terjadi, bahwa tanpa terang, semua dapat terlihat dengan pedih… Aku tak tahu bagaimana, tetapi aku mengerti bahwa itu adalah sebuah rahmat dan bahwa Tuhan menghendakiku untuk melihat dengan mata saya sendiri sebuah tempat yang darinya saya telah dibebaskan oleh karena belas kasihan-Nya.”

Maka fase ini adalah waktu untuk merenungkan di dalam hidup kita kasih Allah yang tidak terbatas bagi kita. Kita melihat bahwa tanggapan kita akan kasih Tuhan terhalang oleh dosa. Kita berjuang mengalahkan dosa, sebab kita tahu bahwa Allah ingin membebaskan kita dari segala sesuatu yang menghalangi tanggapan kasih kita kepada-Nya. Fase pertama ini berakhir dengan meditasi tentang panggilan Kristus untuk mengikuti Dia.

B. Meditasi Minggu kedua: Meditasi Kristus sebagai Raja, Dua Standar, dan Tiga Klasifikasi Orang

Meditasi dan doa-doa dari minggu kedua ini mengajarkan bagaimana kita harus mengikuti Kristus sebagai murid-Nya. Di sini kita merenungkan perikop-perikop: Kelahiran Kristus dan Pembaptisan-Nya, khotbah di bukit, mukjizat-mukjizat penyembuhan-Nya dan pengajaran-Nya, membangkitkan Lazarus dari mati. St. Ignatius juga mengajarkan meditasi tentang Kristus sebagai Raja. Prinsip dan pondasi dari meditasi ini adalah untuk mengajarkan kita membuat semua pilihan demi mencapai tujuan akhir, yaitu mengasihi, memuji dan melayani Tuhan. Di sini St. Ignatius mengajarkan kita untuk membuat semua pilihan keputusan kita untuk melayani Kristus Raja yang mengatasi dunia demi kemuliaan Tuhan (SE 91-100). Selanjutnya, St. Ignatius juga mengajarkan meditasi tentang adanya Dua Standar yang berlawanan di dunia, yaitu standar iblis dan standar Kristus (SE 136-147). Meditasi Dua Standar ini dilanjutkan dengan meditasi tentang Tiga Klasifikasi Orang (149-157).

Di meditasi Tiga Klasifikasi orang ini kita merenungkan tiga orang yang memperoleh kekayaan besar dengan cara yang halal. Maka masalahnya bukan masalah dosa. Mereka memperoleh kekayaan ini tanpa memperhitungkan kemuliaan Tuhan ataupun kehendak-Nya. Namun melalui fase minggu kedua ini, ketiga orang itu menginginkan keselamatan jiwa dan damai dari Tuhan karena melaksanakan kehendak-Nya. Mereka telah meninggalkan dosa melalui tahap minggu pertama, dan kini mereka ingin mengetahui kehendak Tuhan bagi mereka. Setelah merenung, mereka mengakui bahwa mereka mempunyai keterikatan yang berlebihan terhadap kekayaan mereka. Namun terdapat tiga kemungkinan reaksi terhadap kesadaran tentang hal itu: 1) tipe orang yang pertama: ingin melepaskan keterikatan yang berlebihan ini, tetapi tidak berhasil karena tidak memilih satu saranapun untuk memeranginya; 2) tipe orang kedua: ingin melepaskan keterikatan yang berlebihan dan melakukan kehendak Tuhan, namun keinginan ini tidak murni, sebab mereka menghendaki Tuhan menyetujui kepemilikan harta mereka; mereka ingin agar kehendak Tuhan sesuai dengan kehendak mereka, bukannya benar- benar terbuka untuk menyesuaikan diri mereka dengan kehendak Tuhan; 3) tipe orang ketiga: melepaskan keterikatannya dengan harta miliknya, “Mereka menghendaki untuk mempertahankan ataupun melepaskannya [harta milik] semata-mata tergantung dari yang Tuhan gerakkan di dalam kehendak mereka, dan juga sesuai dengan apa yang mereka pandang menjadi lebih baik bagi pelayanan dan pujian bagi kemuliaan Ilahi.” (SE 155)

Jadi tujuan meditasi di fase ini adalah: 1) agar kita tidak tuli terhadap panggilan Kristus yang menghendaki kita bekerja bersama Dia, sehingga dengan berjerih payah bersama-Nya, kita dapat masuk pula dalam kemuliaan-Nya. 2) berkarya bersama Tuhan; 3) St. Ignatius mengajarkan hal yang lebih tinggi: yaitu mencapai semangat kebesaran jiwa/magnanimity, yaitu melalui pemberian diri ataupun pengorbanan diri yang total bagi kemuliaan Allah.

Maka menurut St. Ignatius, ketiga hal ini berhubungan dengan tiga tingkat kerendahan hati (SE 165-167): 1) kerendahan hati untuk taat kepada hukum Tuhan di atas segala sesuatu; 2) disposisi ketidakterikatan dengan hal-hal duniawi, kerendahan hati menyerahkan segala sesuatunya kepada kehendak Tuhan, seperti Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”; membuang keterikatan terhadap dosa-dosa (bahkan dosa ringan sekalipun) yang disengaja; sehingga demi kasih kepada Tuhan, lebih baik memilih mati daripada dengan sengaja melakukan dosa, bahkan dosa yang ringan; 3) kerendahan hati untuk memilih jalan hidup yang dilalui Kristus sebagai jalan hidupnya sendiri.

Atas dasar ini, seseorang juga dapat memilih jalan hidup panggilan yang ingin ditempuhnya (135, 169-189), yang didasari oleh satu kesadaran bahwa jalan panggilan hidup ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir. Ada dua cara yang diajarkan oleh St. Ignatius dalam memilih panggilan hidup:

1.Tiga kondisi yang dapat meyakinkan kita akan kehendak Tuhan dalam hidup kita:

1) Kondisi pertama, (ini jarang terjadi/ extraordinary) bahwa kita sudah dengan sangat yakin; inilah kehendak Tuhan bagi kita.
2) Kondisi kedua: kita sampai pada suatu kejelasan dan pengetahuan tentang apa yang harus kita pilih setelah melalui pengalaman konsolasi dan desolasi.
3) Kondisi ketiga (yang paling umum) adalah ketika kita merasakan damai sejahtera akan pilihan kita tersebut.

2. Empat pertimbangan lain untuk mengetahui kehendak Tuhan:

1) Periksalah, atas dasar kasih kepada siapa yang mendorong kita melakukan hal itu: apakah murni untuk kemuliaan Tuhan ataukah untuk kemuliaan diri kita sendiri.
2) Bayangkanlah jika ada seseorang datang kepada kita meminta saran/ bimbingan akan permasalahan yang sama ini, untuk memberikan kemuliaan yang lebih besar kepada Tuhan. Kita membayangkan apakah jawaban kita kepadanya, dan lalu terapkanlah jawaban itu kepada diri kita sendiri.
3) Pikirkan seandainya kita sedang dalam sakrat maut, pikirkan apa yang akan kita pilih pada saat itu sebelum kita memasuki kekekalan.
4) Pikirkan kita pada saat hari penghakiman, dan bagaimana kita berharap telah memutuskan tentang hal itu, agar mencapai pada pemenuhan hasrat batin dan sukacita pada saat penghakiman itu.

C. Meditasi Minggu ketiga (tentang Kisah Sengsara Yesus- Kontemplasi pertama)

Kita merenungkan Perjamuan Terakhir, kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus. Kita melihat bahwa penderitaan-Nya dan rahmat Ekaristi sebagai pernyataan kasih Allah yang paling sempurna.

St. Ignatius menjelaskan tentang rahmat Allah yang diperoleh di minggu ketiga ini mengarahkan kita kepada kontemplasi yang pertama: “Di sini saatnya memohon agar turut merasakan dukacita yang mendalam… karena Tuhan menjalani sengsara-Nya demi dosa-dosa saya.” (SE, 193). Selanjutnya, “Ingatlah betapa Ia menderita semua ini demi dosa-dosa saya… dan juga tanyakan [pada diri sendiri], Apakah yang harus kulakukan bagi-Nya?”.

Saat merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus, adalah layak jika kita memohon, “dukacita bersama Kristus yang berduka cita, hati yang hancur bersama dengan Kristus yang hancur, karunia air mata dan penderitaan batin karena besarnya penderitaan yang telah dipikul oleh Kristus demi aku.” (SE, 203).

D. Meditasi Minggu ke-empat: Kebangkitan Kristus dan penampakan Kristus setelah kebangkitan-Nya kepada Bunda Maria dan para murid-Nya (SE, 218-225)

“Di sini kita memohon rahmat untuk bersukacita dan bergembira dengan sangat oleh karena kemuliaan dan suka cita yang besar dari Kristus Tuhan kita.”(SE, 221)

Setelah meng-kontemplasikan peristiwa-peristiwa mulia, kita merenungkan, “betapa keilahian, yang nampaknya tersembunyi sepanjang kisah sengsara Kristus, kini memperlihatkan diri dan menyatakan dirinya secara ajaib di dalam Kebangkitan-Nya yang kudus ini, melalui akibat-akibat-nya yang sejati dan terkudus.” (SE, 223). Selanjutnya, kita merenungkan, “peran Sang Penghibur yang diutus oleh Kristus dan membandingkannya dengan cara sahabat saling menghibur.”

Pada minggu ke-empat ini kita mengalami penghiburan rohani yang mendalam dan sukacita, peluasan jiwa, dan persatuan yang erat dengan Yesus Kristus, yang menghibur kita dengan akrab. Penghiburan ini memperlengkapi kita untuk meneguhkan pilihan status panggilan hidup ataupun reformasi hidup yang telah dibuat di dalam latihan rohani ini. Sebab pengalaman damai sejahtera rohani yang mendalam merupakan tanda bahwa kita telah dengan benar melihat kehendak Allah bagi kita.

4. Doa di dalam Latihan Rohani

Terdapat dua macam bentuk doa yang diajarkan di Latihan Rohani, yaitu meditas dan kontemplasi. Di dalam meditasi, kita menggunakan pikiran. Kita merenungkan prinsip-prinsip dasar yang membimbing kehidupan kita. Kita berdoa dengan kata-kata, gambar dan ide-ide. Kontemplasi adalah lebih berupa perasaan daripada pikiran. Kontemplasi sering mencampur emosi dan menyalakan keinginan-keinginan yang mendalam. Di dalam kontemplasi, kita mengandalkan imajinasi kita untuk menempatkan diri kita di dalam “setting” peristiwa dalam Injil ataupun dalam kejadian yang diusulkan oleh St. Ignatius. Kita berdoa dengan Kitab Suci, bukan mempelajarinya.

Dengan meditasi dan kontemplasi ini, kita melakukan “discerment of spirits“/ pembedaan roh. Kita melihat pergerakan batin dan melihat ke mana pergerakan itu memimpin kita. Jika kita melakukannya secara rutin, kita akan terbantu dalam membuat keputusan dengan baik. St. Ignatius menekankan pentingnya pemeriksaan batin yang dilakukan secara teratur/ rutin di dalam kehidupan rohani. Jika kita melakukannya secara rutin, jiwa kita akan menyadari akan titik kelemahan kita, dan jika kita terus merenungkannya dan berjuang mengalahkan titik kelemahan itu, maka kita akan dapat memperoleh kebajikan yang menjadi lawan dari titik kelemahan tersebut. Untuk melawan kekurangan tertentu (misalnya, kesombongan, kemalasan, dst), St. Ignatius menyarankan diadakannya pemeriksaan batin dua kali sehari, agar kita dapat menelusuri perkembangan kita mengalahkan kelemahan kita itu.

Demikianlah sekilas tentang ringkasan Latihan Rohani (Spiritual Exercises) yang diajarkan oleh St. Ignatius dari Loyola. Penekanan yang diajarkannya adalah, agar kita dapat menjalankan kehidupan kita di dunia ini dengan mata hati terarah kepada tujuan akhir kita kelak bersama Tuhan di surga. Dengan demikian, dalam segala sesuatu hati kita terdorong untuk melakukan apapun yang dapat mendatangkan kemuliaan yang lebih besar kepada Tuhan: for the greater glory of God, ad majorem Dei gloriam!

4.5 12 votes
Article Rating
27 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
MARCELLES
MARCELLES
10 years ago

Syaloom! belakangan ini dalam meditasi saya ada muncul kesadaran yang saya rasakan bahwa JIWA mau keluar dari dalam TUBUH tapi karena ada rasa takut dan tidak memahami fenomena tersebut maka akhirnya saya hentikan meditasinya. Saya ada membaca buku John J.Heaney tentang : yang kudus dan yang ajaib. Dari buku itu saya memahami bahwa ada hipotesis atau kemungkinan JIWA berada di luar tubuh dan menempuh hidup yang lebih luas dari kematian. Saya baca juga St.Teresia dari Avila mengatakan hal tersebut. Saya mau melanjutkan kesadaran yang lebih luas itu dengan JIWA yang terlepas dari tubuh hanya saja saya perlu seorang guru atau… Read more »

Caecilia Triastuti
Reply to  MARCELLES
10 years ago

Salam Mercelles,
Anda memerlukan seorang pembimbing rohani. Silakan menghubungi pastor di paroki Anda.
Memang, jika dilakukan dengan intensif, doa akan membawa jiwa pada-Nya. Namun sebagaimana sebuah perjalanan, seorang yang mau maju dalam hidup rohani, memerlukan peta jalan, petunjuk jalan, pembimbing perjalanan dan teman berjalan agar sampai ke tujuan. Silakan membaca buku “Latihan Rohani” karya St. Ignatius Loyola, terbitan Kanisius, Yogyakarta yang sudah ada di toko-toko buku. Ringkasan Latihan Rohani St Ignasius juga dapat Anda baca dalam artikel di atas, atau silakan klik di sini.

Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto

St. Michael Mervin Sebayang
St. Michael Mervin Sebayang
10 years ago

Shalom,
saya adalah salah satu seminaris dari Seminari Menengah Stella Maris Bogor, dan saya berada ditingkat akhir. Saya sedang mengerjakan sebuah skripsi yg berhubungan dengan Examen Conscientiae, saya belum menemukan pandangan Gereja terhadap examen conscientiae tersebut. Mohon bantuannya, Terima Kasih. Tuhan Memberkati

Budi Nurgraha
Budi Nurgraha
10 years ago

Sayang. Meditasi yang baik adalah berdoa terus dan kosentrasi kepada kehadiran Yesus. Bukan berimajinasi. Coba saja maka anda mungkin dapat merasakan seperti yang saya rasakan yaitu puncak meditasi yang dimulai dengan mendengar desing angin lalu disertai dengan keheningan. Jika sudah sampai di situ anda mungkin lebih mudah merasakan sensasi kehadiran roh yang sangat halus seperti lapisan air atau udara di sekeliling tubuh anda bila anda sedang berdoa. <3 from Christ. :-D

may
may
11 years ago

Dear Bp Stefanus dan Ibu Ingrid, Mohon sharingnya untuk pertanyaan saya ini, kadangkala pada saat saya ke gereja, ada saat2 tanpa alasan jelas saya merasa sangat terharu dan ingin sekali menangis,bahkan kadang sudah saya tahan2 tapi tetap air mata menetes juga. Padahal saya merasa sedang tidak ada masalah berat atau apapun yg saya bawa dalam doa atau ada tujuan apapun dlm kedatangan saya ke gereja, hanya saya ingin mengikuti misa saja seperti biasa. Seperti misalnya pada minggu palma kemarin, saya datang ya karena minggu palma saya harus ke gereja. Tetapi begitu misa dimulai tiba2 semua terasa menyentuh dan tanpa alasan… Read more »

adi panji wijayanto
adi panji wijayanto
11 years ago

shalom

Tolong saya, beritahukan saya bagaimana cara berdoa dengan baik? bagaimana cara kita berbicara dengan Tuhan? karena saya sedang mengalami peperangan iman. terima kasih atas jawabannya

Tuhan Memberkati,

salam saya
ADI

[Dari Katolisitas: SIlakan membaca artikel yang ditulis Rm. Wanta tentang doa, silakan klik. Doa yang baik adalah doa yang keluar dari hati. Maka, mari dalam berdoa, kita mengarahkan hati sepenuhnya kepada Tuhan dan dengan kerendahan hati menyampaikan doa-doa kita yang keluar dari hati.]

saulus
saulus
11 years ago

Setahu saya istilah dua standard bagi yang pernah menjalani retreat agung 30 hari memang agak asing. Setahu saya dulu disebut dua panji atau dua bendera. Panji Kristus dan Panji Si Jahat, nah kita tentu ingin di bawah panji Kristus. Saran saya, kalau mau mendalami, silakan ke rumah retreat sj saja. Coba meminta (walaupun biasanya tidak gampang), pasti Yohanes akan lebih jelas saat menjalaninya.

Salam

[dari katolisitas: Kalau kita melihat buku “Spiritual Exercise”, maka kata “standard” digunakan. Namun, standard ini juga berarti bendera, yang menyatakan kita masuk dalam golongan yang mana. Lihat link ini: http://www.ignatianspirituality.com/ignatian-prayer/the-spiritual-exercises/the-two-standards/ ]

Imelda
Imelda
11 years ago

Dear Katolisitas
Bisakah latihan rohani ini kita jalankan sendiri tanpa bantuan dari pastor?
Terima kasih

Kris
Kris
11 years ago

Dear Katolisitas

Apakah Team Katolisitas tahu di mana diadakan kelas LR Ign Loyola ini? Khususnya yang materi dan waktunya sudah disesuaikan untuk peserta Karyawan di Jakarta?

GBU.

[Dari Katolisitas: Terus terang kami tidak tahu di mana kelas latihan rohani menurut St. Ignatius dari Loyola diadakan di Jakarta. Apakah ada dari pembaca yang mengetahuinya?]

erwin
Reply to  Kris
11 years ago

Setahu saya, Serikat Jesus tidak mengadakan semacam kursus/kelas LR ini untuk umum. Kalaupun ada untuk umum, pastinya tidak secara komersil dengan jadwal tertentu. LR yang baik harus ada pembimbingan yang benar dari seorang imam yang ditunjuk yang menguasai; tidak bisa hanya mengikuti text-book. LR ini tidak bisa dilakukan dengan cara mencomot sebagian-sebagian saja; karena akan kehilangan esensinya sebagai latihan rohani. Sewaktu di biara fransiskan pada kesempatan retret 1 bulan, saya berkesempatan mengikuti LR Ignatius Loyola dengan dibimbing oleh Rm. Mardi Prasetyo SJ (alm.) dan bagi saya tahap yang paling sukar adalah apa yang disampaikannya dalam Latihan Pertama (First Exercise). LR… Read more »

Kris
Kris
Reply to  erwin
11 years ago

Dear Mas Erwin,

Terimakasih atas infonya, Memang saya pernah membeli buku itu, sudah saya baca, dan ternyata memang bukan buku pengantar peserta. Kelihatannya memang LR ini agak sulit kalau hanya dari buku saja dan memang butuh pendamping untuk mengarahkan.

Saya tetap berusaha dengan membaca buku itu sambil mencari2 info kalau2 memang ada kelas tatap muka untuk LR ini. Kalau untuk meluangkan waktu satu bulan utk LR ini sepertinya agak sulit bagi saya.

Salam,

Edwin ST
Edwin ST
Reply to  Kris
11 years ago

Hi Kris,
Menambahkan komentar Erwin di bawah. Saya dulu sekolah di sekolah yang dikelola Pater2 Jesuit selama 6 tahun tetapi juga tidak pernah mendengar soal LR ini. Tidak pernah juga mendengar setelah lulus ada LR untuk umum/karyawan.

Tetapi kalau Kris memang mau meluangkan waktu, bisa di coba untuk menghubungi salah satu romo Jesuit karena kalau tidak salah mereka memberikan LR untuk umum di rumah retret yang masih satu kompleks dengan novisiat mereka di Girisonta, Semarang. Lamanya 28 hari (4minggu). Coba di cross check lagi dengan salah satu Jesuit.
Salam,
Edwin ST

Kris
Kris
Reply to  Edwin ST
11 years ago

Dear Erwin ST.

Terimakasih infonya. Sy akan coba follow.

Salam

Edwin ST
Edwin ST
Reply to  Kris
11 years ago

Hi Kris, Sedikit tambahin detail dari Pusat Spiritualitas Girisonta saya ambil dari http://puspita.provindo.org/ Terima kasih atas kunjungan Anda di Puspita (Pusat Spiritualitas Girisonta). Puspita adalah karya pelayanan kerohanian Serikat Jesus Provinsi Indonesia bagi Gereja di Indonesia dalam bentuk retret dan kursus-kursus kerohanian. Sebagai sebuah karya kerohanian Serikat Jesus, Puspita menyelenggarakan kursus-kursus terutama bagi kaum religius melalui pedagogi Latihan Rohani (Spiritual Exercises) Santo Ignasius Loyola. Latihan Rohani gaya Ignasian ini bertujuan membantu peserta kursus dan peserta retret terbimbing dalam merefleksikan hidup berlandaskan pada spiritualitas Santo Ignasius, yaitu mengarahkan diri pada Kristus sebagai Tuhan, Penebus dan Sahabat. Dengan demikian diharapkan, peserta kursus… Read more »

Septian Marhenanto
Reply to  Kris
10 years ago

Dear Katolisitas dan teman2 semua, di Jakarta dan Jogjakarta sebenarnya ada program pendalaman Spiritualitas Ignasian dan Latihan Rohani yang diadakan oleh komunitas Magis Jakarta. Namun program tersebut diprogram untuk pendampingan Orang Muda Katolik berumur 18-35 tahun dan belum menikah. Programnya sendiri berlangsung selama kurang lebih 1 tahun (11 sampai 12 bulan) dengan mengadakan pertemuan 1 bulan sekali di hari minggu untuk mendalami materi2 yang telah dipersiapkan. pematerinya sendiri biasanya diberikan oleh Romo / Frater dari Serikat Yesus atau Kongregasi Suster-suster yang mendalami spiritualitas Ignasian juga. untuk teman-teman yang tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut bisa mengunjungi situs kami di: http://magis-indonesia.org/aboutus.php… Read more »

Agung
Agung
11 years ago

Shalom,

diatas disebutkan tiga kondisi yang dapat meyakinkan kita akan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Kondisi yang paling umum adalah adanya damai sejahtera dan kondisi yang lebih khusus adalah pengetahuan tentang apa yang harus kita pilih setelah melalui pengalaman konsolasi dan desolasi.

Apakah ini berarti bahwa melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan tidak selalu diawali dengan perasaan damai sejahtera pada awalnya? Karena banyak kita dengar kalau apakah sesuatu itu merupakan kehendak Tuhan atau bukan ya dari ada atau tidaknya damai sejahtera itu.

Terima kasih. GBU

Agung
Agung
Reply to  Ingrid Listiati
11 years ago

Terima kasih Bu Inggrid untuk informasinya. Sangat membantu… GBU

Edwin
Edwin
11 years ago

Terima kasih atas petunjuk LR St. Ignatius Loyola yang singkat padat dan jelas.

AMDG.
Edwin

Yohanes
Yohanes
11 years ago

Terima Kasih Banyak Ibu Ingrid Listiati..
Akhirnya… :)
____________________________________
For the greater glory of God, ad majorem Dei gloriam!..
____________________________________

Berkah Dalem Gusti..

Fiat Voluntas Tua^^

Der Herr Jesus Segne Dich..

Yohanes
Yohanes
Reply to  Yohanes
11 years ago

Shalom..^^

Maaf Ibu.. mau tanya..
Mengenai Meditasi Minggu kedua: Meditasi Kristus sebagai Raja, Dua Standar, dan Tiga Klasifikasi Orang..

saya kurang begitu paham / jelas mengenai Dua standar..
Disana dijelaskan Dua Standar yang berlawanan di dunia, yaitu standar iblis dan standar Kristus, maksudnya bagaimana ya..?^^

Mohon penjelasannya, Terima kasih.. ^^

Berkah Dalem Gusti..

Fiat Voluntas Tua^^

Der Herr Jesus Segne Dich..

Yohanes
Yohanes
Reply to  Ingrid Listiati
11 years ago

Terima Kasih Ibu Ingrid Listiati, atas kesediaannya untuk menjawab pertanyaan2 yang kami tanyakan..

Tuhan Yesus Memberkati.. ^^

____________________________________________________________________

fiat mihi secundum verbum tuum..

Yohanes
Yohanes
11 years ago

Shalom.. Katolisitas..
Saya mau tanya mengenai Latihan Rohani yang diajarkan oleh St. Ignatius De Loyola..
Mohon penjelasannya… :)

Vielen Dank…
Berkah Dalem Gusti..
___________________________________________________________

Fiat Voluntas Tua
Ecce Crucem Domini

[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab melalui artikel di atas, silakan klik]

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
27
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x