Kenangan

Misa Jumat Pertama di Jakarta, tanggal 06 Juni 2014, menjadi sebuah permenungan tentang perjalanan kehidupan. Pom bensin yang menjadi tanda arah ke tujuan ternyata tidak kelihatan. Kaca mobil yang terlalu gelap mungkin menjadi tumpuan kesalahan dan yang pasti karena pikiran sedang lelana (mengembara) tanpa tujuan. Kebablasan (keterusan) ke tempat yang jauh menjadi akibatnya. Kejengkelan dan ketegangan mempengaruhi suasana jiwa. Wajah luyu dan agak manyun merupakan ekspresinya. Aku berusaha tetap tersenyum walaupun berat.

Pengalaman salah jalan itu ternyata juga mempengaruhi konsentrasi perjalanan pulang. Karena salah mengambil arah, saya terjebak macet selama dua jam. Ketakutan akan jam Three in One membuat aku tak berdaya. Aku menyetir mobil dengan pasrah. Kepasrahan ternyata membuat arah pulang menjadi jelas. Saya pun sampai di pastoran dengan selamat dan bisa beristirahat sejenak sebelum Misa Lingkungan Santa Theresia, Paroki Santa Odilia – Tangerang, jam 19.30 malam.

Kepenatan ternyata tidak hilang begitu saja dengan berjalannya waktu. Wajahku ternyata tidak seceria biasanya ketika seorang nenek datang menemuiku. Ia mengatakan kepadaku: “Romo, aku datang karena kangen dengan Romo. Mo, apa yang sedang terjadi dengan Romo”. Aku menerangkan bahwa aku baru saja pulang setelah berjam-jam berkutat dengan kemacetan lalu lintas karena salah mengambil jalan. Ia kemudian menyanyikan sebuah lagu dengan suara pelo/agak cedal karena memang giginya tinggal dua: “Buat apa susah, buat apa susah karena susah itu tidak ada gunanya”. Ia kemudian menyampaikan kata-kata bijaksana yang di luar dugaan: “Salah jalan dalam lalu lintas tidak seberat salah kehidupan karena kita akan ditegur oleh suara hati kita sendiri. Terjebak dalam kemacetan lalu lintas tidak separah dengan kemacetan hidup. Dalam hidupku yang sudah semakin tua ini, aku sudah sering mengalami kemacetan dalam kehidupan. Kadang-kadang rejeki lancar dan kadang-kadang macet dan tak kunjung datang pertolongan. Kadang-kadang aku sakit dan kadang-kadang sehat. Ketika suami dipanggil yang ilahi, hidupku kadang-kadang sepi karena harus hidup sendiri. Apalagi anak-anak sudah pada membentuk keluarga sendiri”.

Aku termangu mendengarkan ungkapan nenek itu. Aku pun bertanya kepadanya: “Oma, mengapa Oma tetap senantiasa tersenyum kalau hidup Oma itu berat”. Ia menjawabku dengan jitu dalam sebuah rumusan yang aku bantu: “Hidupku ini bagaikan sebuah perjalanan ke sebuah bukit yang tinggi. Di dalam setiap langkahku, aku selalu mengambil kerikil yang aku temui dan aku masukkan ke dalam kantong yang aku bawa. Beban-beban itu tidak berat, malah sangat indah karena aku tahu tempat di mana aku harus meletakkannya”. Setelah mengatakan demikian, ia mengeluarkan Kitab Suci dari tasnya yang sudah tua. Ia mengambil dua jenis daun dari dalam Kitab Suci ini. Daun itu adalah daun pohon beringin dan daun kluwih (sejenis daun nangka): “Kula saged mikul bebaning urip kanti bingahing manah amarginipun ron waringin (daun beringin) dan ron kluwih (daun sejenis nangka yang mengandung makna luwih/lebih) sakti punika. Ron waringin punika nggambaraken Gusti Allah Ingkang Maha Asih. Gusti Allah ingkang Maha Asih punika teras ngayomi kula kanti maringi kekiatan ingkang linuwih, asmanipun injih punika Roh Suci, ingkang dipun gambaraken kanti ron kluwih/ Aku dapat memikul beban kehidupan ini dengan hati yang bersukacita karena daun beringin dan daun kluwih (sejenis nangka) sakti ini. Daun beringin melambangkan Tuhan Allah Yang Mahakasih. Tuhan Allah Yang Mahakasih ini senantiasa melindungiku dengan kekuatan yang lebih, yaitu Roh Suci, yang dilambangkan dengan daun kluwih. Lalu aku bertanya: “Di mana Oma meletakkan semua kerikil kehidupan ?” “Aku meletakkan semua kerikil kehidupan dalam sebuah kenangan. Di dalam setiap kerikil kehidupanku senantiasa ada kenangan akan pertolongan Tuhan”, jawabnya.

Pesan dari sejengkal pengalaman sederhana ini: “Jadikan semua masa silam yang kelam dan menyedihkan sebagai sebuah kenangan akan penyertaan Tuhan. Dalam puncak kehidupan, kita akhirnya dapat melihat hamparan sebuah cerita indah peziarahan hidup yang mampu mengenyahkan keputusasaan bagi yang membacanya”. Pemazmur meneguhan keyakinan ini: “Jika aku berada dalam kesesakan, Engkau mempertahankan hidupku; terhadap amarah musuhku Engkau mengulurkan tangan-Mu, dan tangan kanan-Mu menyelamatkan aku” (Mazmur 138:7).

Tuhan Memberkati.

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

0 0 votes
Article Rating
19/12/2018
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x