Mary Beth Kremski: Para Rasul mempertobatkan aku

Suatu hari Minggu, aku mendengar pendetaku berkhotbah tentang ketaatan kepada pemimpin gereja. Ia mengutip surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, “Ialah [Kristus] yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar… bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus….” (Ef 4:11-12). Pendetaku menjelaskan bahwa sekarang ini jabatan Rasul sudah tidak ditemukan lagi di Gereja-gereja kita. Betapa ironisnya, pikirku. Padahal, dalam suratnya itu, Rasul Paulus menempatkan jabatan rasul sebagai yang pertama di antara berbagai peran kepemimpinan… Aku bertanya-tanya apakah pendetaku benar dalam hal ini, meskipun kuakui bahwa aku belum pernah menemukan seorang “rasul” di zaman ini yang benar-benar alkitabiah. Kadang kudengar anggota gereja disebut sebagai rasul, tapi aku tahu itu tidak sama dengan rasul yang disebut dalam kitab Perjanjian Baru—katanya sama, tapi artinya berbeda. Penjelasan pendetaku tak memuaskan bagiku. Mengapa kita tidak mempunyai rasul-rasul di Gereja kita? Bagaimana kita dapat kehilangan mereka dalam sejarah? Tak kusadari bahwa saat kurenungkan penjelasannya, aku diarahkan kepada suatu pertanyaan lain yang lebih mendasar: “Di manakah ada kebenaran? Apakah arti hidup, untuk apa aku hidup?” Aku merindukan kedamaian yang dibangun di atas fondasi yang kokoh.

Sebenarnya, aku dibaptis dan dibesarkan dalam Gereja Katolik. Sejak kecil aku senantiasa mencari Tuhan, tetapi niat ini tersembunyi, dan aku tak tahu bagaimana menyikapinya. Aku menerima Komuni tanpa menyadari bahwa aku menerima Yesus sendiri. Aku bahkan tidak menganggap bahwa itu mungkin, Tuhan hadir dalam rupa Hosti suci. Benih iman Katolik itu bagai benih Firman yang ditabur, tapi karena tidak dimengerti, iblis lalu mencurinya  sebelum sempat berakar di hatiku. Aku meninggalkan Gereja Katolik, dan berhenti mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Aku mulai mengabaikan aturan Gereja, dan menganggap Gereja hanya sebagai lembaga manusia.

Aku mencari kebenaran di tempat lain. Dalam pencarian itu aku bertemu dengan suamiku, Stanley. Namun ia tak dapat menggantikan tempat Tuhan. Sementara itu, aku membaca dua buku yang sangat berkesan yaitu: To Live Again (Untuk Hidup Kembali) oleh Catherine Marshall, dan The Hiding Place (Tempat Persembunyian) oleh Corrie Ten Boom, keduanya adalah evangelis. Dari sana, kutemukan arti hidup dan penderitaan, yaitu untuk memenuhi rencana Allah. Allah dapat dan akan memberikan rahmat kepada orang-orang yang menanggung penderitaan di saat-saat sulit tersebut. Aku menemukan Sang Kebenaran. Namun bagaimana aku dapat mengenalNya? Di manakah aku dapat menemukan kebenaran dari Sang Kebenaran? Dari Kitab Suci? Tapi adakah sesuatu yang lain?

Aku mulai bertanya,  aku mau ke Gereja apa? Akhirnya aku bergabung dengan sebuah kelompok wanita Kristen, dan bergabung di persekutuan itu selama beberapa tahun berikutnya. Aku senang bergabung di sana, tetapi tetap ada kekecewaan tersembunyi, sebab kusadari di sana tidak kutemukan kepastian yang penuh akan kebenaran. Dari begitu banyak Gereja, bagaimana dapat kuketahui ajaran dan tafsir Kitab Suci manakah yang menyampaikan kebenaran, dan manakah yang hanya menyampaikan pendapat manusia? Di suatu gereja lokal dipasang larangan berbahasa roh, sedang di gereja lainnya, malah dikatakan bahwa yang tidak berbahasa roh tidaklah dipenuhi Roh Kudus. Ketidaksetujuan juga kutemukan di kelompok persekutuan wanita di mana aku bergabung. Semakin kusadari bahwa sangat sulit untuk menemukan dua orang Kristen yang benar-benar setuju sepenuhnya satu sama lain tentang ajaran iman. Di musim panas tahun 1993, aku menyerahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan, dan kumohon kepadaNya untuk menuntunku kepada seluruh kebenaran. Aku meninjau kembali keputusanku bergabung dalam Assemblies of God, tapi tidak untuk menjadi Katolik.

Di suatu pagi, aku membaca Kisah para Rasul bab 10 dalam Kitab Suci, yaitu tentang Kornelius dan Rasul Petrus. Petrus memperoleh penglihatan akan berbagai binatang yang najis, dan Tuhan memerintahkannya untuk memakan binatang-binatang itu. Petrus menolak, namun Tuhan bersabda, “Apa yang telah dinyatakan halal oleh Allah tidak boleh kau nyatakan haram.” Dari penglihatan ini Rasul Petrus akhirnya mendatangi Kornelius, seorang perwira non-Yahudi, dan membaptisnya dan seluruh isi rumahnya. Ketika selesai aku membacanya, aku mendengar Roh Kudus menegurku, “Sikapmu terhadap Gereja Katolik itu seperti sikap orang Yahudi Kristen terhadap kaum non-Yahudi. Aku mencurahkan Roh Kudus-Ku atas Gereja Katolik, dan kamu menyebutnya haram.” Sejak saat itu sikapku terhadap Gereja Katolik berubah.

Doa dan Kitab Suci menerangi pikiranku tentang berbagai kebenaran iman Katolik. Pertama, tentang Ekaristi. “Dapatkah Tuhan hadir dalam rupa roti dan anggur? Ya, tentu saja dapat,” pikirku. Selanjutnya segalanya bagaikan tirai yang terbuka di depan mataku. Aku lalu membaca banyak ayat dalam Kitab Suci yang menyatakan tentang mukjizat perbanyakan roti, Roti hidup, Perjamuan Terakhir, pemecahan roti oleh Yesus di Emaus … dan aku membaca apa yang tertera di sana dengan pemahaman yang baru. Ia yang menciptakan alam semesta dengan Sabda-Nya mengambil sepotong roti dan berkata, “Inilah Tubuh-Ku.” Kristus tidak mengatakan apa yang sering dikatakan oleh pendetaku, “Ini melambangkan Tubuh-Ku…”

Selanjutnya, aku mempelajari tentang peran Rasul Petrus. Awalnya sulit bagiku menerima bahwa Petrus adalah batu karang yang atasnya Tuhan mendirikan Gereja-Nya. Tapi dengan mempelajari Kitab Suci dan sejarah Gereja awal, aku menjadi yakin akan kebenaran tentang kepausan. Sebelumnya, sebagai seorang Protestan, aku diajarkan bahwa kata ‘batu karang’ mengacu kepada pengakuan Petrus tentang Yesus: “Engkau adalah Kristus, Putra Allah yang hidup.” Kami diajarkan bahwa menurut bahasa Yunani, Petrus adalah ‘batu kecil’, padahal batu karang di mana Yesus mendirikan Gereja-Nya adalah ‘batu besar’. Tapi argumen ini runtuh, ketika aku mempelajari bahwa Yesus tidak berbicara dalam bahasa Yunani dalam Perjanjian Baru, tetapi dalam bahasa Aram. Sedangkan dalam bahasa Aram, hanya ada satu kata untuk ‘batu karang’ [yaitu Kefas]. Aku membaca kembali ayat itu, dan kuketahui bahwa untuk menyesuaikan dengan pandangan Protestan, seseorang harus memutarbalikkan tatabahasa maupun logika. “Kamu adalah Petrus [batu karang] dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.” Mengapa mengartikan pernyataan ini dengan sesuatu yang lain? Aku juga sadar akan kuasa yang demikian besar yang  Yesus berikan kepada Petrus. Kepada Petrus dipercayakan kunci Kerajaan Surga. Apa yang diikat atau dilepaskannya akan terikat atau terlepas di Surga.

Secara praktis bahkan umat Protestan pun mengakui perlunya satu orang pemimpin tertinggi jemaat. Aku ingat, pendeta kami pernah berkata, “Seseorang harus bertugas memimpin gereja, dan itu harus hanya satu orang. Saya pernah berada pada situasi dimana mereka mencoba dua orang, dan itu tidak bisa.” Kalau itu berlaku untuk gereja lokal, betapa itu berlaku juga untuk seluruh Gereja! Kuingat, bahwa aku selalu sulit untuk taat kepada otoritas pendeta ini atau itu, sebab aku selalu bertanya-tanya tentang fondasi otoritasnya—terutama orang yang baru saja mendirikan gerejanya sendiri dan menyatakan diri sebagai pastor. Aku kini lega untuk menemukan keberadaan otoritas Kristiani yang didirikan oleh Tuhan sendiri. Yesus, yang empunya otoritas memberikan otoritas kepada Gereja-Nya dan kepada pemimpin Gereja-Nya, yaitu Paus.

Aku pun akhirnya dapat menerima tentang hal Paus yang tidak mungkin sesat (infalibilitas Paus) dalam mengajarkan iman. Allah tentu dapat menjadikan hal ini mungkin.

Aku pun akhirnya dapat menerima tentang hal Paus yang tidak mungkin sesat (infalibilitas Paus) dalam mengajarkan iman. Allah tentu dapat menjadikan hal ini mungkin. Sejarah kekristenan membuktikannya, ketika diperoleh jawaban yang demikian jelas tentang ajaran iman, sebagai tanggapan atas kesimpangsiuran ajaran saat itu. Bukankah Petrus sendiri telah membuktikan bahwa ia dalam terang ilahi dapat menyampaikan identitas Yesus yang sebenarnya di tengah keberagaman pendapat tentang Yesus? (lih. Mat 16:13-16) Aku akhirnya dapat melihat bahwa pengertian Protestan sebenarnya  menganggap bahwa setiap orang secara pribadi mempunyai kuasa infalibilitas untuk mengetahui kebenaran dengan Kitab Sucinya sendiri. Tapi pandangan ini terbukti salah, sebab kalau setiap orang tidak dapat sesat, tentunya tidak mungkin terjadi begitu banyak ketidaksetujuan dan berbagai denominasi gereja Kristen karenanya!

Akhirnya aku kembali ke pertanyaan semula, yaitu apakah sekarang masih ada jabatan Rasul dalam Gereja? Aku membaca kembali Kitab Suci dan menemukan bahwa jabatan Rasul, dan bahkan istilah ‘rasul’ itu berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Ia memilih sendiri keduabelas Rasul-Nya, dan memberi kuasa dan tanggungjawab yang diberikan hanya kepada mereka. Dan di saat Perjamuan Terakhir, hanya kepada mereka Yesus memberi perintah, “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku”. Yaitu untuk melakukan apa yang baru saja dilakukanNya: yakni untuk mengucapkan perkataan penuh Roh Kudus atas roti dan anggur sambil berkata, “Inilah Tubuh-Ku… dan Inilah Darah-Ku…”

Terhadap kelompok rasul ini, Yesus telah menentukan Petrus sebagai pemimpinnya. Kepada Petrus, Ia mempercayakan kawanan-Nya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku….” (Yoh 21: 15-19). Itulah sebabnya Gereja tak pernah dibiarkan tanpa bimbingan. Atas kuasa Kristus dan pimpinan Roh Kudus, Gereja memanggil setiap anggotanya untuk menaati keputusan Konsili, seperti yang terjadi di Konsili Yerusalem (lih. Kis 15). Surat-surat rasul mengingatkan jemaat untuk setia kepada ajaran para Rasul (2Tes 2:15), agar tidak jatuh kepada ajaran yang sesat (lih. 1Tim 1:3).

Penemuanku akan peran para Rasul memberiku gambaran baru tentang Gereja. Tadinya kupikir Gereja “hanya” berarti orang-orang percaya. Tapi pengertian ini tidak sesuai dengan pengertian Gereja yang diajarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Sebab di sana disebutkan secara jelas adanya kepemimpinan dalam kumpulan orang percaya, yaitu yang ada pada para rasul, imam/penatua dan diakon yang mereka tunjuk. Seluruh Gereja bersatu di bawah pimpinan mereka. Seseorang yang menempatkan diri di luar ajaran para rasul, ia berada di luar Gereja yang kepadanya Kristus telah berkata, “Barangsiapa mendengarkan kamu, mendengarkan Aku, dan barangsiapa menolak kamu menolak Aku” (Luk 10:16). Aku terus mempelajari Kitab Suci dan catatan sejarah jemaat Kristen awal. Kitab Suci tak pernah mengatakan bahwa jabatan Rasul harus berakhir di ke-12 rasul. Jika tidak demikian, tak ditunjuk Matias untuk menggantikan Yudas Iskariot. Di sejumlah ayat, peran rasul disebut sebagai karunia tertinggi dari Roh Kudus kepada Gereja. Kuketahui dari tulisan jemaat awal bahwa jabatan rasul diteruskan oleh para Uskup, yang menerima melalui tahbisan mereka, kuasa para rasul itu sendiri. Aku terhenyak saat menemukan bahwa jabatan rasul itu terus diteruskan sejak awal sampai hari ini! Meneliti jalur apostolik/para rasul, aku dihadapkan pada kenyataan yang mengejutkan: Hanya satu Gereja yang mempertahankan suksesi apostolik dalam kepenuhannya, yaitu Gereja Katolik.

Aku akhirnya memutuskan untuk bergabung kembali ke dalam Gereja yang didirikan Kristus, di mana dapat kutemukan kepastian Kebenaran. Aku kembali menjadi Katolik. Suamiku Stan pun menjadi Katolik beberapa waktu kemudian. Sejak aku kembali, hubunganku dengan Yesus bertumbuh melampaui harapanku. Sebagai seorang Protestan, aku “telah menerima Yesus” dan menemukan Kebenaran. Sebagai seorang Katolik, aku telah menerima kepenuhan Yesus Kristus, yang diberikanNya dalam Gereja-Nya dan kutemukan Seluruh Kebenaran.

Mary Beth Kremski adalah seorang awam yang menjadi anggota Perkumpulan Pendoa Syafaat Anak Domba (Intercessor of the Lamb),  Nebraska. Ia kini tinggal di Forty Fort, Pennsylvania, Amerika Serikat. [1]

 


[1]Disarikan dari: Mary Beth Kremski, “The Apostles Convert a Pentecostal”, dalam buku Patrick Madrid, ed. Surprised by Truth 2, (Manchester, New Hampshire: Sophia Institute Press, 2000), p. 119-151.

Attachments1

SEE ALL Add a note
YOU
Add your Comment
 

Doa St. Thomas Aquinas

Allah Pencipta segala sesuatu, Sumber terang dan kebijaksanaan yang sejati, asal mula segala makhluk, curahkanlah seberkas cahaya-Mu untuk menembus kegelapan akal budiku. Ambillah dariku kegelapan ganda yang menyelimutiku sejak lahir, suatu ketidak-mengertian karena dosa dan ketidak-tahuan. Berilah kepadaku, pengertian yang tajam dan ingatan yang kuat dan kemampuan untuk memahami segala sesuatu dengan benar dan mendasar. Karuniakanlah kepadaku talenta untuk menjelaskan dengan tepat dan kemampuan untuk mengutarakannya dengan saksama, luwes dan menarik. Tunjukkanlah bagaimana aku memulainya, arahkanlah perkembangannya dan bantulah sampai kepada penyelesaiannya. Kumohon ini demi Yesus Kristus Tuhan kami. Amin.

Review Kursus

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.Â