Jika sudah diberi “Penolong”, sudahkah kita menghargainya?

[Hari Minggu Paskah ke VI: Kis 8: 5-8,14-17; Mzm 66:1-20; 1Pet 3:15-18; Yoh 14:15-21]

Siapa sih, yang kalau sedang butuh pertolongan tidak ingin ditolong? Kita semua senang ditolong, dan Tuhan mengetahui bahwa kita membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, Tuhan Yesus menjanjikan Penolong yang akan terus menyertai kita, ketika Ia harus beralih dari kehidupan sebagai manusia di dunia ini. Sang Penolong itu telah diutus kepada kita, yang percaya kepada-Nya .

Bacaan Injil pada hari ini mengingatkan kita akan janji Tuhan Yesus itu. Tuhan Yesus menghendaki agar kita bertumbuh dalam kasih dan menuruti segala perintah-Nya, agar kelak kita dapat sampai kepada kehidupan kekal di Surga. Namun, Tuhan mengetahui bahwa akan sangat sulit bagi kita untuk melakukan kehendak-Nya itu, jika Ia sendiri tidak memampukan kita. Bukankah cukup sulit bagi kita untuk berbuat yang benar dan jujur, jika orang-orang di sekitar kita mencemooh kita? Bukankah tak mudah bagi kita untuk terus mengasihi dan mengampuni?  Memang, jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, akan mustahil bagi kita untuk melaksanakan perintah Tuhan. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus memberikan Roh Kudus yang adalah Roh Kebenaran dan Kasih itu, untuk memampukan kita. Ini seumpama orang tua yang memberikan kemampuan dan modal yang cukup kepada anak-anaknya, agar mereka dapat melakukan usaha dengan baik. Atau, seumpama guru yang meneruskan seluruh ilmu dan kemampuannya kepada anak-anak didiknya. Sekarang tergantung kepada tanggapan anak-anak itu sendiri: sejauh mana mereka mau menggunakan kemampuan dan modal yang sudah diberikan oleh orang tua dan guru mereka itu agar sukses dalam usaha dan studi mereka.

Sungguh, Tuhan Yesus telah melakukan sesuatu yang jauh melampaui apa yang diberikan oleh orang tua dan guru yang baik itu. Kristus telah memberikan segala-galanya kepada kita semua para murid-Nya. Setelah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, Ia tidak meninggalkan kita sebagai yatim piatu (lih. Yoh 14:18). Ia selalu menyertai kita dengan Roh Kudus-Nya sendiri yang berdiam di dalam kita (Yoh 14:17). Ya, Tuhan berdiam di dalam kita. Betapa kita perlu meresapkan perkataan ini. Bukankah bagi orang yang saling mengasihi, hal yang terpenting adalah kebersamaan dengan orang yang dikasihi? Allah telah melakukannya untuk kita! Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa secara khusus, melalui sakramen- sakramen Gereja kita menerima kuasa Roh Kudus yang tetap hidup dan menghidupkan kita sebagai murid-murid Kristus (lih. KGK 1116). Melalui sakramen- sakramen itulah, kita menerima kepenuhan hidup di dalam Yesus; dan oleh kuasa Roh Kudus-Nya kita dibimbing kepada seluruh kebenaran yang dijanjikan oleh Kristus itu (lih. KGK 1117).

Belum lama ini kita membaca berita, bahwa Ulf Ekman, seorang pendeta yang mendirikan sekolah Alkitab terbesar di Skandinavia, memutuskan untuk menjadi Katolik. Sekolah itu berperan dalam mendirikan lebih dari 1000 gereja di Rusia. Tentu pergumulan yang dilalui Ekman dan istrinya sebelum memutuskan hal ini, tidaklah kecil. Mereka siap menerima segala konsekuensi dari keputusan mereka, termasuk menjelaskannya kepada sekitar 3,300 orang jemaat yang dipimpinnya selama 30 tahun; dan bahwa dengan menjadi Katolik, Ekman tidak lagi dapat menerima apa-apa yang tadinya menjadi haknya semasa menjadi pendeta di kongregasi tersebut. Namun semua ini mereka tempuh, sebab mereka merindukan kepenuhan janji Tuhan yang mereka sadari ada dalam Gereja Katolik. Kehidupan sakramen, kesatuan dan otoritas kepemimpinan Gereja, itulah yang mendorong Ekman dan istrinya untuk bergabung dalam Gereja Katolik. Mereka rindu untuk menerima kepenuhan pertolongan rahmat Tuhan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang murid Kristus. Telah bertahun-tahun lamanya mereka membawa pergumulan ini dalam doa-doa dan permenungan akan firman Tuhan, dan baru pada tahun inilah mereka mewujudkannya. “Saya memerlukan, kita semua memerlukan, apa yang Tuhan sudah berikan kepada Gereja Katolik untuk hidup sepenuhnya sebagai umat Kristen. Itulah sebabnya, mengapa kami mau menjadi Katolik”, demikian ujar Ekman.

Semoga kisah singkat seorang Ulf Ekman, dapat membuka mata hati kita, untuk semakin menghargai kepenuhan sarana keselamatan yang Tuhan sudah berikan di dalam Gereja Katolik, yang melaluinya Allah berdiam dan tinggal di dalam kita. Roh Kudus, Sang Penolong itu, telah diberikan Allah dalam Gereja-Nya, untuk membantu kita hidup dalam kebenaran dan kasih. Kini pertanyaannya adalah: sudahkah kita menyadarinya, merindukannya dan menghargainya?

0 0 votes
Article Rating
19/12/2018
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x