[10 September 2017. Hari Minggu Biasa ke-XXIII. Yeh 33:7-9. Mzm 94(95):1-2,6-9. Rm 13:8-10. Mat 18:15-20.]
15. “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. 16. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. 17. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.
18. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. 19. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. 20. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
Teman-teman,
Injil hari ini mengingatkan kita akan pentingnya menghindari gosip negatif mengenai sesama kita. Dengan kata lain, Yesus mengajarkan kita untuk menghidupi sebuah kebiasaan kristiani yang dinamai “koreksi antar saudara” (fraternal correction). Koreksi kristiani tidak lain adalah menegor saudara kita yang berbuat dosa “di bawah empat mata,” tentunya dengan penuh kasih (15).
Koreksi antar saudara adalah wujud kasih dan kesetiaan kita terhadap sesama kita.[1] Koreksi harus lahir dari doa kita: sebelum melakukan koreksi, haruslah kita mendoakan sesama kita yang ingin kita tegor dan meminta pendapat pembimbing rohani kita. Kita tidak boleh lupa bahwa Allah akan meminta kita pertanggungan jawab atas orang-orang yang telah Ia tempatkan di sekitar kita; karenanya, dalam bacaan pertama, kita diperingatkan: “[…] engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu” (Yeh 33:8).
Koreksi antar saudara juga adalah sarana yang membangun kesatuan di antara orang-orang percaya. Koreksi adalah sebuah pertolongan berharga yang dapat kita ulurkan kepada sesama kita.[2] Membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, sebaliknya, adalah pemicu keretakan dalam komunitas.
Koreksi yang kita lakukan bisa saja berhubungan dengan hal-hal yang kecil namun berarti besar bagi sesama kita. Misalnya, bisa jadi ada bolong di baju teman kita, tetapi ia tidak sadar. Kita bisa saja menertawakannya di belakangnya, tetapi tindakan ini tidaklah kristiani. Kita cukup mengatakan kepadanya, secara tersembunyi dan di bawah empat mata, tentunya, “ada bolong kecil di bajumu … kamu bawa nanti ke tukang jahit, ya?” Atau, bila teman kita malas bekerja, kita bisa menyemangatinya; bila teman kita terus bermain dengan smartphone-nya di saat berkumpul, kita bisa berkata, “teman-teman yang ada di hadapanmu lebih penting daripada smartphone-mu, loh.”
Siapkah kita menghindari gosip dan belajar menegor sesama kita “di bawah empat mata” (16)?
[1] Josemaría Escrivá, The Forge, §146: “Don’t neglect the practice of fraternal correction, which is a clear sign of the supernatural virtue of charity. It’s hard; because it’s easier to be inhibited. Easier!, but not supernatural. —And for such omissions you will have to render an account to God.”
[2] Josemaría Escrivá, The Forge, §641: “Why don’t you make up your mind to make that fraternal correction? Receiving one hurts, because it is hard to humble oneself, at least to begin with. But making a fraternal correction is always hard. Everyone knows this. Making fraternal corrections is the best way to help, after prayer and good example.”