Arti hukuman ekskomunikasi

Berikut ini adalah penjelasan tentang hukuman ekskomunikasi:

Sebenarnya eks-komunikasi yang dikeluarkan Gereja Katolik maksudnya bukan untuk menghukum, tetapi merupakan langkah sangsi untuk menyembuhkan (bdk kan 1312,1). Jadi Ex-komunikasi merupakan prosedur formal dari Gereja kepada seseorang/ kelompok orang, yang menyatakan status mereka sebagai ‘di luar’ komunitas Gereja. Umumnya ini disebabkan karena pelanggaran berat, seperti penyebaran ajaran sesat, tidak mematuhi otoritas Magisterium Gereja, dst. Alasan kenapa eks-komunikasi ini dilakukan juga untuk melindungi kesatuan umat, supaya jangan sampai terlalu banyak orang menjadi bingung dan tersesat oleh karena pengaruh dari orang/ sekelompok orang yang melanggar tersebut.

Orang yang terkena sangsi Ex-komunikasi ini bukan berarti sudah tidak Kristen lagi, sebab rahmat Pembaptisan tidak dapat dihapus. Hanya saja, seperti dalam kan. 1331, mereka tidak dapat berpartisipasi di dalam menyambut Ekaristi kudus, dan sakramen-sakramen lainnya, dan dalam tugas ministerial liturgi, atau jika ia pastor/ kaum klerik, maka tidak dapat lagi menjalankan tugas-tugasnya sebagai pastor/ klerik. Namun mereka masih tetap boleh (bahkan dianjurkan) datang ke Misa Kudus seperti biasa.

Maksudnya dari pemberian sangsi ex-komunikasi ini adalah supaya mereka yang melanggar peraturan dapat memeriksa dan memperbaiki diri dan bertobat melalui Sakramen Pengakuan Dosa. Absolusi umumnya diberikan oleh Uskup/ Ordinaris wilayah, ataupun oleh pastor tertentu yang telah diberi kuasa oleh Uskup untuk memberikan absolusi. Maksud yang lain adalah tentu untuk membatasi pengaruh negatif pada umat yang lain.

Jadi, jika orang yang melanggar peraturan tersebut mengakui dan bertobat dari kesalahannya, maka sangsi eks-komunikasi tersebut diangkat oleh pihak otoritas Gereja, dan orang tersebut tidak lagi terikat sangsi dan berada dalam kesatuan kembali dengan Gereja.
Contoh yang paling aktual mungkin adalah pengangatan sangsi ex-komunikasi terhadap 4 orang uskup yang ditahbiskan oleh Monsingor Levebre pendiri Society of St. Pius X (SSPX) pada tahun 1988, tanpa restu dari Vatikan (pada waktu itu Paus Yohanes Paulus II). Namun para uskup yang ditahbiskan tersebut telah menyatakan penyesalannya kepada Bapa Paus, sehingga, Paus Benediktus XVI memutuskan untuk mengangkat sangsi ex-komunikasi terhadap ke-4 uskup tersebut pada bulan Januari 2009 ini. Langkah ini disebutnya sebagai langkah kasih fraternal yang diembannya sebagai Bapa Paus. Selanjutnya, Bapa Paus berharap agar pengangkatan ex-komunikasi ini diikuti oleh langkah mereka untuk mewujudkan pertobatan mereka dengan ketaatan penuh kepada otoritas Magisterium Gereja, dan Konsili Vatikan II. (SSPX adalah kelompok Tradisionalist yang melanggar ketaatan kepada Magisterium dan Konsili Vatikan II)

Pelaksanaan ex-komunikasi tidak bertentangan dengan hukum kasih, sebab dilaksanakannya juga dalam rangka mempertahankan kasih kesatuan umat dengan Kristus dalam Gereja yang dibentuk-Nya. Jika sangsi ini tidak diberikan, maka akan semakin banyak orang yang tersesat dan keselamatan mereka menjadi taruhannya. Dasar dari Alkitab yang cukup penting adalah Mat 18:15-18, di mana dikatakan jika seorang berbuat dosa, maka kita dapat menegurnya secara pribadi, namun jika ia tidak mendengarkan, maka kita dapat menyertakan dua atau tiga orang saksi. Namun jika tidak berhasil juga, maka persoalan dibawa ke hadapan jemaat. “Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau sebagai pemungut cukai…Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 18:17-18)

Oleh karena itu menurut kan. 1347, pemberian sangsi diberikan hanya setelah yang melanggar diberi peringatan untuk menarik diri dari contumacy (’keras kepala’) mereka, dan telah diberi waktu yang cukup untuk bertobat.

Hukuman ekskomunikasi yang diberlakukan di zaman para rasul dicatat dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat/ Gereja di Korintus, yaitu di perikop 1 Kor 5: 1-13:

Konteks surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, yang tertulis dalam 1 Kor 5:5 adalah tentang sangsi ekskomunikasi, sebagaimana disebutkan di ayat sebelumnya yaitu ayat 3, yaitu tentang sangsi yang dikenakan kepada anggota jemaat yang berbuat cabul sedemikian rupa, bahkan yang tidak diperbuat oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah (1 Kor 5:1).

Berikut ini adalah keterangan yang  disarikan dari The Navarre Bible, untuk perikop tersebut:

Perbuatan cabul yang disebutkan di sini adalah incest, yaitu seseorang yang hidup bersama dengan istri ayahnya (bukan ibunya sendiri melainkan ibu angkatnya. Kemungkinan ayahnya wafat, dan kemudian sang anak hidup bersama sebagai suami istri dengan ibu tirinya itu. Perbuatan ini menimbulkan skandal, karena bahkan dilarang oleh hukum Roma (hukum bangsa pagan). Nampaknya jemaat di Korintus seakan mentolerir perbuatan sang anak itu, karena salah menginterpretasikan pertobatan/ kelahiran baru dalam Baptisan, seolah mengabaikan ikatan keluarga yang lama/ sebelumnya.

Rasul Paulus tidak menerima tingkah laku yang sedemikian. Ia menekankan bahwa perbuatan itu adalah dosa berat. Rasul Paulus menyatakan bahwa sang anak itu berdosa, dan juga jemaat yang membiarkan tindakan yang demikian. Ajaran Yesus adalah, bahwa jemaat harus mengkoreksi anggotanya jika ia berbuat dosa, pertama dengan empat mata, jika tak berhasil, dengan memanggil satu atau dua orang saksi lainnya, dan jika tak berhasil juga, membawa permasalahan ini kepada jemaat; dan jika masih tidak berhasil, orang itu harus dianggap sebagai di luar kalangan mereka (lih. Mat 18:15-17), atau yang kini dikenal dengan istilah ekskomunikasi.

Maka konteks ayat 1 Kor 5:5 ini berkaitan dengan kasus ekskomunikasi. Rasul Paulus mengatakan bahwa ekskomunikasi: 1) diadakan ‘di dalam nama Tuhan Yesus’, yang menyatakan penilaian Gereja yang mengatasi pandangan pribadi manusia; 2) ‘dengan kuasa Tuhan Yesus’, menunjukkan bahwa Gereja mempunyai kuasa yang diperoleh dari Kristus sendiri, “Apa yang ikat di dunia akan terikat di surga” (Mat 18:18, 16:19, 28:28); 3) diadakan ketika ‘kita berkumpul dalam roh, kamu bersama-sama dengan aku’, yang menunjukkan hal kolegialitas tentang keputusan itu, yang diambil di bawah otoritas hirarkis dari Rasul Paulus; 4) ‘orang itu harus diserahkan kepada Iblis’, yang berarti bahwa orang itu harus dikeluarkan dari Gereja, maksudnya, tidak diperbolehkan menerima sakramen- sakramen Gereja, dan dengan demikian menjadi terekspos terhadap kuasa si jahat. Langkah ekskomunikasi ini merupakan langkah terakhir yang diambil oleh otoritas Gereja, jika upaya pemberitahuan secara damai tidak berhasil.

St. Thomas Aquinas menjelaskannya demikian, “Orang yang di-ekskomunikasi, karena mereka berada di luar Gereja, kehilangan keuntungan-keuntungan yang terkandung di dalamnya. Ada pula bahaya tambahan: doa-doa Gereja membuat Iblis kurang berdaya untuk mencobai kita; maka ketika seseorang tidak lagi termasuk di dalam Gereja, ia akan dengan mudah dikalahkan oleh Iblis. Demikianlah yang terjadi di Gereja perdana, ketika seseorang di-ekskomunikasi, maka umumnya ia mengalami penyiksaan secara fisik oleh Iblis.” (St. Thomas Aquinas, Super Symbolum Apostolorum, 10). Namun demikian, hukuman ini merupakan sangsi yang sementara, yang dilakukan ‘agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan’, maksudnya adalah sangsi ini diberlakukan agar orang itu dapat memperbaiki kelakuannya.

Sepanjang sejarah, Gereja telah menggunakan kuasa untuk memberlakukan sangsi (bahkan ekskomunikasi) ketika usaha persuasi telah gagal. “Jika karena beratnya dosa, maka hukuman secara publik diperlukan, mereka [para uskup] harus menggunakan ketegasan dengan kelemahlembutan, keadilan dan belas kasihan, untuk mempertahankan disiplin yang baik dan diperlukan oleh umat, dan untuk memimpin mereka yang dikoreksi untuk memperbaiki kesalahannya; atau jika mereka tak mau memperbaikinya, agar hukuman mereka dapat menjadi peringatan yang baik bagi semua orang yang lain, sehingga mereka terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang.” (Konsili Trente, De reformatione, bab 1).

Selanjutnya tentang ekskomunikasi, dapat membaca di link ini: https://www.newadvent.org/cathen/05678a.htm
Berikut ini adalah ringkasan mengenai tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan ekskomunikasi:

Ekskomunikasi yang dapat dijatuhkan oleh Paus: (imposed upon)

  • Semua apostasi/ heresi dan mereka yang mengikuti dan mendukung mereka.
  • Mereka yang membaca buku-buku yang dikarang oleh para apostat dan heretik, yang telah dilarang oleh Tahta Suci; mereka yang menyimpan bahkan mencetak dan mempertahankan apa yang disampaikan di sana.
  • Para skismatik yang secara keras kepala menentang otoritas Paus.
  • Mereka yang meminta kepada pihak ordinansi (keuskupan, pimpinan Ordo) untuk diadakannya konsili dan yang memberi bantuan/ dukungan akan permohonan ini.
  • Mereka yang membunuh, menyerang, bertindak kekerasan terhadap kardinal, patriarkh, uskup, nuncio.
  • Mereka yang baik secara langsung atau tidak langsung mencegah pelaksanaan yurisdiksi gerejawi, dan malah mencari perlindungan dari pengadilan sekular. 
  • Mereka yang langsung atau tidak langsung mengharuskan hakim awam untuk memberikan keputusan terhadap personel gerejawi di pengadilan mereka, kecuali pada kasus-kasus yang dilengkapi dengan perjanjian kanonik, dan mereka yang menetapkan hukum melawan hak-hak Gereja.
  • Mereka yang mencari perlindungan kepada kekuasaan awam untuk mencegah penyebaran surat-surat Apostolik apapun yang dikeluarkan oleh Tahta Suci.
  • Mereka yang memalsukan Surat-surat Apostolik berkenaan dengan rahmat atau keadilan yang ditandatangani oleh Paus atau wakilnya, ataupun memalsukan tandatangan Paus ataupun wakilnya sehubungan dengan hal tersebut.
  • Mereka yang memberi absolusi kepada orang yang dengannya ia berbuat dosa percabulan.
  • Mereka yang merampas/ menarik kepemilikan Gereja.
  • Mereka yang merusak, menguasai, tempat-tempat atau hak-hak Gereja Roma.

Ekskomunikasi yang secara jelas dinyatakan/ dilepaskan oleh Paus:

  • Mereka yang mengajarkan atau mempertahankan paham yang dikecam oleh Tahta Suci di bawah sanksi ekskomunikasi latae sententiae.
  • Mereka yang menyerang personel gerejawi/ kaum religius.
  • Mereka yang bertarung duel (dengan maksud pembunuhan), dan mereka semua yang terlibat di dalamnya.
  • Mereka yang mendukung/ menjadi anggota sekte Masonik, Carbonari atau sejenisnya, baik yang terang-terangan atau secara rahasia menentang Gereja dan otoritas legitimnya.
  • Mereka yang memerintahkan merusak imunitas tempat-tempat perlindungan gerejawi.
  • Mereka yang merusak biara, memperkosa biarawati; biarawati yang meninggalkan biaranya tanpa memenuhi ketentuan konstitusi menurut St. Pius V.
  • Para wanita yang masuk ke seminari/ clausura kaum religius pria dan superior yang menerima mereka.
  • Mereka yang nyata melakukan simoni untuk memperoleh posisi  gerejawi.
  • Mereka yang melakukan simoni secara rahasia untuk memperoleh kesempatan mendapat posisi gerejawi.
  • Mereka yang melakukan simoni untuk memasuki order religius.
  • Mereka yang mengedarkan Indulgensi secara tidak sah.
  • Mereka yang mengumpulkan stipendium dari Misa dan memperoleh keuntungan darinya.
  • Mereka yang diekskomunikasi menurut konstitusi Paus St. Pius V, dst, berkenaan dengan pengasingan kota-kota yang menjadi daerah milik Gereja Roma.
  • Kaum religius yang tanpa izin pastor paroki, memberikan sakramen Perminyakan suci, Ekaristi/ Viaticum kepada personel gerejawi atau awam, kecuali dalam keadaan mendesak.
  • Mereka yang tanpa izin mengambil relikwi dari kubur atau katakomba Roma atau kawasannya; dan mereka yang mendukungnya.
  • Mereka yang bersekutu dengan/ memberi bantuan kepada orang yang telah menerima ekskomunikasi dari Paus.
  • Kaum klerik yang tahu dan sadar dengan keinginan penuh bersekutu (in communion) dengan orang-orang (yang dengan nama) telah diekskomunikasi oleh Paus.

Ekskomunikasi yang dapat dilepaskan oleh uskup:

  • Personel gerejawi dalam Ordo atau yang tak di bawah ordo, atau biarawati yang nekad menikah meski telah melakukan kaul kemurnian, dan juga semua orang yang menikah dengan salah seorang dari orang-orang ini.
  • Mereka yang berhasil melakukan aborsi.
  • Mereka yang dengan sengaja menggunakan/ mencari keuntungan dari Surat-surat Apostolik yang palsu atau yang bekerjasama melakukan kejahatan pemalsuan ini.
4.5 2 votes
Article Rating
13/11/2020
42 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
42
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x