Apakah makan makanan yang terbuat dari darah itu najis?

Pertanyaan:

Shalom katolisitas

Kami pernah membaca disalah satu web katolik tentang darah.-
Memang dalam Perjanjian Lama cukup banyak ayat yang menyatakan larangan makan darah antara lain Kej 9:4, Im 7:26-27, Im 17:12, Ul 12:23 dan akan tetapi, itu Perjanjian Lama.-
Ada larangan lain dalam Perjanjian Lama yang tidak diindahkan lagi misalnya Kel 35:3 janganlah kamu memasang api dimanapun dalam tempat kediamaanmu pada hari Sabat.”
Im 19:19 kamu harus berpegang kepada ketetapan-Ku.Janganlah kawinkan dua jenis ternak dan janganlah taburi ladangmu dengan dua jenis benih, dan janganlah pakai pakaian yang dibuat dari pada dua jenis bahan dan banyak lagi seperti Im 19:9-10, Im 3:17, Im 7:23-25
Lebih daripada itu,larangan-larangan yang disebutkan diatas sebelumnya tidak pernah dicabut secara eksplisit dalam Perjanjian Baru. Namun,Kol 2 :16 karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat.-terus Mat 15:11=(Mrk 7:15,18) dengar dan camkanlah : bukan yang masuk kedalam mulut yang menajiskan orang,melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.-
Ok, sampai disini kami setuju namun ada teman kami yang bertanya :
1. ini pertanyaan dari agama lain, bagaimana kalau yang masuk kemulut itu nakorba seperti : ektasi,ganja,morfin dll ??
2. tentang darah dan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dimana diangkat kembali dalam Perjanjian Baru Kis 15:29 kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan,Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini,kamu berbuat baik,sekianlah,selamat.”
Demikianlah pertanyaan kami, mohon pencerahaannya.-
Terima kasih sebelumnya.-

Salam kasih,
K.Paulus J.C

Jawaban:

Shalom Paulus,

  1. Kita memang harus bijaksana dalam hal menyikapi ayat Mat 15:11, yaitu “…bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”
    Pertama, kita harus memakai akal sehat kita, untuk menilai apakah makanan tersebut benar-benar makanan yang berguna untuk tubuh kita. Dalam kasus ganja. morfin, ekstasi, dll, silakan kita bertanya kepada diri sendiri, apakah barang tersebut adalah makanan yang layak dimakan. Mungkin  bagi orang yang terkena kanker stadium lanjut, morfin pada kadar tertentu dapat dipakai sebagai obat penahan sakit; namun bagi orang sehat dan normal, kita tahu dengan akal sehat, morfin bukanlah suatu makanan. Jadi tentu kita tidak makan morfin, ganja, ekstasi, dsb berdasar atas pertimbangan akal sehat.
    Kedua, kita harus menyikapi ayat tersebut justru dalam kaitannya dengan: ‘ apa yang keluar dari mulut kita, itulah yang menajiskan kita‘. Karena jika kita memakan barang tersebut, kita dapat terjebak dalam perbuatan dosa. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa orang yang makan narkoba, akan terjerat dalam bermacam dosa lainnya, entah berbohong, marah-marah jika tidak dapat mendapatkan narkoba (dosa dengan mulut), belum termasuk dosa lainnya (baik di pikiran maupun perbuatan) seperti halusinasi, percabulan, pencurian, perbuatan kekerasan, dst. Maka jika kita benar bijaksana, maka kita tidak mencoba makan narkoba tersebut, sebab kita tahu akibatnya yang pasti menajiskan kita.
  2. Tentang makanan sembahyangan, sudah pernah saya bahas dalam tulisan ini (silakan klik). Pada prinsipnya, kita memang harus menghindari makan makanan sembahyangan, walaupun pada kondisi yang sangat terpaksa (di sini maksudnya jika tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk menghindarinya tanpa menjadi batu sandungan bagi orang tua/ diusir dari keluarga, dst), kita dapat memakannya, dengan kondisi:1) kita tidak ikut sembahyangan dengan cara mereka ataupun makan dalam upacara sembahyangan mereka, 2) agar tidak menjadi batu sandungan, kita tidak makan makanan tersebut di muka umum, namun hanya di depan orang tua yang meminta kita memakannya; 3) memakai kesempatan itu untuk memperkenalkan Kristus kepada orang tua tersebut.
    Jujur saja, kondisi terpaksa seperti diusir dari keluarga dst. karena tidak mau makan makanan sembahyangan juga tidak sering terjadi, bahkan belum pernah saya dengar. Umumnya dari yang saya ketahui, kita dapat menjelaskan dengan kasih kepada orang tua, bagaimana pandangan iman kita tentang makanan sembahyangan tersebut. Dan mereka umumnya mengerti. Asalkan memang dalam kenyataan-nya anak yang beriman pada Kristus lebih mengasihi orang tuanya, sehingga tidak makanan makanan sembahyangan tidak menjadi hal yang terlalu ‘besar’ sebab perbuatan kasih yang terbesar sudah dilakukan oleh sang anak kepada orang tuanya.
  3. Mengenai makan darah dalam Perjanjian Lama itu termasuk “Ceremonial Law”/ hukum seremonial, yang dimaksudkan untuk mempersiapkan umat Israel pada kedatangan Yesus, yang mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya untuk keselamatan umat pilihan-Nya. Maka pada Perjanjian Lama, umat Israel dilarang minum darah, agar mereka dipisahkan dari kebiasaan bangsa-bangsa lain, dan juga agar mereka dapat dipersiapkan untuk menghargai “Darah Perjanjian Baru”, yaitu Darah Kristus. Menurut St. Thomas Aquinas, Kristus merupakan pemenuhan hukum Perjanjian Lama, yang terdiri dari Hukum Moral, hukum Seremonial dan hukum Yuridis. Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, Hukum Moral Perjanjian Lama yaitu Sepuluh Perintah Allah, tetap berlaku, sedangkan hukum Seremonial dan hukum Yuridis tidak lagi berlaku. Lebih lanjut tentang hal ini silakan baca tulisan berikut ini (silakan klik).
  4. Di Konsili Yerusalem (Kis 15), para rasul memang mengajarkan agar umat menjauhkan diri dari makanan yang dicemarkan oleh berhala-berhala … dan dari darah (Kis 15:20). Maksud larangan tersebut bukanlah karena makanan itu haram atau najis, sebab Yesus sudah menyatakan bahwa yang menajiskan orang bukanlah makanan atau apa yang masuk ke mulut (lih. Mat 15:11, bdk. Kis 10:15; 1Tim 4:4). Maka konteks larangan itu adalah agar jemaat tidak menjadi sandungan bagi kaum Yahudi. Sebab disebut di ayat berikutnya, “Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat” (Kis 15:21). Diperlukan hikmat, agar jangan pesan Injil ditolak, karena jemaat melakukan sesuatu yang tidak bermakna apapun menurut iman Kristen, namun dianggap larangan besar oleh kaum Yahudi.
    Nah, dalam hukum Musa, ada hal-hal tertentu yang dianggap besar dan penting; contohnya, soal sunat, Sabat, dan larangan makan darah ini. Berdasarkan sabda Yesus, para rasul telah menetapkan bahwa sunat jasmani dalam PL telah diperbaharui oleh Kristus dengan Baptisan (lih. Kol 2:11-12). Juga, hari Sabat (hari Sabtu) sebagai hari ibadah kepada Tuhan telah diperbaharui menjadi hari Minggu, yaitu hari pertama minggu (lih. 1Kor 16:2) mengikuti hari Kebangkitan Yesus (lih. Mat 28:1; Mrk 16:2,9, Yoh 20:1, 19). Maka Sunat dan Sabat memiliki arti yang baru bagi umat Kristen. Dan setelah memiliki arti yang baru, ketentuan yang lama tentang hal tersebut tidak mengikat bagi umat Kristen. Meski demikian, agar tidak menjadi batu sandungan, Rasul Paulus menyuruh Timotius agar disunat, “karena orang-orang Yahudi di daerah itu” (Kis 16:3) ketika Rasul Paulus membawa serta Timotius dalam perjalanan mewartakan Injil.
    Dengan memerintahkan demikian, bukan berarti Paulus masih memegang hukum Taurat. Rasul Paulus jelas menyatakan bahwa hukum Taurat maksudnya adalah sebagai penuntun sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Setelah iman itu datang, kita tidak lagi berada di bawah pengawasan penuntun [yaitu hukum Taurat] itu. (lih. Gal 3:23-25).
    Demikianlah juga dengan hal memakan darah binatang itu. Sesungguhnya makan atau tidak makan suatu makanan tertentu, tidak ada pengaruhnya terhadap iman kita (lih. 1Kor 8:8-9); “Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur” (1Tim 4:4).
    Demikianlah kita ketahui bahwa larangan untuk makan makanan tertentu di zaman para Rasul dimaksudkan agar jemaat tidak menjadi batu sandungan bagi pewartaan Injil, dan bukan karena jemaat berada di bawah kuasa hukum Taurat, atau masih terikat hukum Taurat, yaitu dalam hal ini yang menyangkut hukum seremonialnya. Sebab hidup Kristiani adalah hidup dalam Roh Kristus, dan bukan menurut daging/ ketentuan yang menyangkut jasmani. Tentang hal ini Rasul Paulus berkata, “Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah telah memulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” (Gal 3:2-3)
    Yesus telah memberikan makna rohani pada segala ketentuan jasmani di hukum Taurat. Mari kita tidak lagi kembali kepada ketentuan jasmani itu, seolah-olah Yesus belum menggenapinya dengan memberikan makna rohani yang sesungguhnya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – https://www.katolisitas.org

4 5 votes
Article Rating
06/03/2019
5 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
PJ
PJ
10 years ago

Shalom tim katolisitas..

sy mau tanya, antara kita tidak memakan makanan yg tidak cocok di lidah kita dengan membuangnya karena alasan berdosa jika menyiksa perut kita dan/ terus memakannya sampai habis walaupun ingin muntah dengan alasan berdosa jika menyia2kan makanan dr Tuhan (selama tidak basi), yg manakah yg dikatakan dosa?

bibiana
bibiana
12 years ago

Kpd team katolisitas

mengapa umat Katolik boleh makan darah binatang? Apakah ada dasar Alkitabnya? Sedangkan kita tahu dalam Perjanjian Lama itu dilarang dalam hukum Taurat dan kita juga tahu bahwa saudara-saudara kita yg Protestan tidak diperbolehkan utk makan darah binatang. Saya sangat penasaran sekali dan mohon bantuannya karena pengalaman saya sangat kurang akan isi Alkitab. Trims.

[dari Katolisitas: silakan membaca jawaban dari pertanyaan serupa yaitu di artikel di atas, klik di sini, khususnya jawaban pada poin ke-tiga]

yosafat
yosafat
12 years ago

Tim katolisitas, ada hal yang hendak sy tanyakan, Sy tidak tau apakah hal ini sudah pernah ditanyakan karena sy tidak bisa mengikuti pesan2 sebelumnya. Disini para Bapa Gereja menentang hal makan darah: Tertulian (± 60-230 M), ”Hendaklah engkau malu di hadapan umat Kristen dengan cara-caramu yang tidak wajar. Kami bahkan tidak makan darah binatang, karena makanan kami terdiri dari makanan biasa. . . . Dalam pengadilan terhadap umat Kristen, kalian [orang-orang Romawi yang kafir] menawarkan kepada mereka sosis yang diisi dengan darah. Tentu kalian yakin bahwa justru perkara yang kalian pakai untuk mencoba menyelewengkan mereka dari jalan yang benar terlarang… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
5
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x