Surat Cinta dari Bukit Golgota

Di Gunung Sinai 20/09/2009

Lihatlah ….

Perjalanan Tuhan ke Bukit Golgota, bukan sebuah perjalan wisata,

seperti yang telah menjadi “trend” dalam diri umat Allah masa kini, yaitu ziarek (ziarah dan rekreasi).

Perjalanan Tuhan itu adalah perjalanan kehampaan, tanpa senyuman.

Darah dan peluh mengucur dari bilur-bilurnya,

mengiringi setiap langkah perjalanan ke bukit kematian.

Tanpa ada kata-kata perpisahan yang membuat dirinya berharga.

Sorak-sorai lautan manusia bukanlah sorak-sorai pujian kepadaNya seperti yang mereka kumandangkan di Minggu Palma.

Inilah sifat manusia, kawan bisa menjadi lawan dalam sekejap mata ketika menyangkut materi dan harga diri.

Kelelahan dan kesakitan membuatnya mengerang tanpa suara.

Kelelahan bukan karena beratnya kayu salib yang Ia panggul.

Rasa sakit bukan karena tujuh ratus dua puluh bilur akibat cambukan yang tergores di dalam Tubuh-Nya sehingga tak berbentuk.

Kelelahan dan kesakitan-Nya karena Ia tidak mengerti sifat hati manusia, yang katanya merupakan gambaran Bapa-Nya.

Ia tidak mengerti mengapa banyak manusia kehilangan hati,

mengapa manusia kehilangan rasa “terima kasih” atas cinta Allah yang mereka alami ?”.

Ia tertunduk sedih karena melihat orang-orang yang Ia cintai

telah bebal terhadap rasa peduli.

Rasa peduli terkubur karena lenyapnya rasa syukur dari hati nurani yang bersih.

Di tengah kegelisahan dan kegundahan hati-Nya, syukurlah ada Veronika dengan usapan kain pada wajah-Nya.

Usapan itu merupakan ungkapan kasih yang sederhana,

namun sangat berarti bagiNya karena Ia sedang berada dalam kegersangan cinta.

Setetes kasih itu menjadi energi baru yang meneguhkanNya untuk melanjutkan pendakian-Nya ke puncak Bukit Tengkorak demi cinta pula.

Di atas bukit Golgota itu, Ia tergantung di atas kayu salib.

Gelapnya langit menceriterakan tentang kegelapan sejati.

Kegelapan sejati adalah dosa manusia.

Dosa serta kematian dan kutukan yang merupakan akibatnya

membuatnya menderita amat sangat.

Ia merasakan kesendirian sampai Bapa-Nya seakan-akan telah membuang wajah-Nya.

Ia berseru: “Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Seruan-Nya itu mengandung sebuah permohonan penyertaan Bapa-Nya dalam peperangan yang sangat berat melawan kuasa kegelapan.

Di balik kegelapan langit, tangan Allah Bapa tetap ada di sana.

Kesetiaan-Nya pada cinta sampai pada kematian: “Sudah selesai….” Dan, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahan nyawa-Ku”.

Kesetiaan dan kasih-Nya telah meluluhlantakkan dosa manusia.

Luluh lantaknya dosa itu terlukis dalam terbelahnya tirai Bait Suci dan gempa bumi.

Setelah tegoncangnya bumi, langit gelap menjadi terang dan bercahaya.

“Habis gelap terbitlah terang” menjadi sebuah pesan yang terukir kekal, yaitu

“sehabis pederitaan, datanglah kebangkitan kepadaNya”.

Kebangkitan-Nya adalah kebangkitan yang membawa keselamatan bagi banyak jiwa.

Jiwa telah mengalami kematian, dihidupkanNya.

Manusia yang terkutuk, diangkatNya menjadi anak-anak pewaris Kerajaan, sehingga memanggilNya : “Ya Abba, ya Bapa”.

Derita, kematian, dan kebangkitan-Nya memberikan kepada kita jalan memperoleh kemenangan.

Jalan itu adalah Tujuh Sabda Terakhir-Nya di tengah-tengah tetesan-tetesan darah-Nya di Kayu Salib.

Ketujuh Sabda-Nya itu terangkum dalam lima kata: “Di Salib Tuhan ada derita, pengorbanan, kesetiaan, kasih, dan pengampunan.”

Lima kata itu bersinar dalam sikap hidup “Tiada Syukur, Tanpa Peduli”.

Peduli menjadi sikap yang tak ternilai di dalam dunia yang membegal makna kata ini :

Lihatlah reaksi hukuman mati bagi gembong-gembong narkoba yang telah menikmati indahnya dunia secara tak manusiawi.

Hukuman mati itu telah menarik perhatian dunia dan pembelaan di sana sini.

Sebaliknya, lihatlah seorang nenek, berusia tujuhpuluh tahun, yang telah mendekam di dalam hotel prodeo selama tiga bulan.

Gara-garanya ia dituduh sebagai pencuri kayu jati yang katanya berada di kebunnya sendiri

Sujudnya sampai mencium lantai di ruang pengadilan demi sebuah permohonan “Lepaskan aku dari semua tuduhan ini”.

Air matanya tidak membuat iba pada para pembawa keadilan di negeri tercinta ini.

Nenek ini pun akhirnya kembali merasakan dinginnya ruangan terali-terali besi.

Dinginnya lantai dalam penjara ini tentu tidak sedingin hati manusia saat ini yang sering kehilangan empati.

Peduli dengan keadaan sekitar menjadi sekolah mempertajam hati nurani untuk senantiasa bersyukur .

“Jangan hanya menikmati indah dan nyamannya gedung gereja, tetapi jangan tinggalkan tisu di dalamnya.

Jangan hanya menikmati indahnya pantai-pantai, tetapi berjalanlah sambil memungut botol-botol minuman yang berserakan.

Jangan hanya menangis melihat penderitaan banyak anak manusia karena keadaan, rangkullah dan rengkuhlah mereka sehingga hidup ini masih ada arti”.

Ungkapan syukur dengan sikap peduli ini akan menanamkan Kerajaan Allah, yaitu keselamatan, di bumi ini.

Semoga pesan dan permenungan Paskah yang terbingkai dalam puisi ini mempunyai kekuatan untuk mengubah hati.

Puisi ini mudah-mudahan menegur nurani yang ingkar janji atas pesan Tuhan yang tergantung di Kayu Salib.

Kata-kata di dalamnya semoga menjadi peneguhan bagi yang haus akan keselamatan.

Pada akhirnya “Seruan Cinta dari Bukit Golgota” dapat menjadi permenungan atas perjalanan kehidupan untuk mencapai kemenangan.

Kemenangan rohani yang membawa pada kemuliaan Surgawi.

“Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24)

Tuhan Memberkati

Oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

19/12/2018
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.Â