Sang Bos Menjadi Pelayan

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

 

Kamis Putih merupakan kenangan akan Perjamuan Malam Terakhir,

  yang diadakan oleh Tuhan Yesus bersama para murid-Nya.

Perjamuan Malam terakhir itu dilakukanNya menjelang kematian-Nya.

 

Kenangan ini bukan berhenti pada sekedar kenangan.

Kenangan ini berisi  sebuah pesan yang diwariskan oleh Sang Guru.

Pesan-Nya itu tidak diserukan dengan perkataan.

Pesan-Nya disampaikanNya dengan teladan.

“Rendahkanlah diri untuk melayani sebagai hamba”.

Itulah teladan yang harus dihidupi oleh para murid-Nya.

Inilah janji bagi yang rela dan tekun melaksanakannya :

“Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan dalam kemuliaan Allah”.

 

Pelayanan sebagai hamba adalah mencuci kaki tuannya dan sahabat-sabahatnya sebelum perjamuan.

Pada saat menjelang Paskah itu, tiada satu pun hamba di tempat Tuhan Yesus akan mengadakan perjamuan malam terakhir.

Tidak ada satupun dari para murid-Nya yang dengan sukarela menjalankan pekerjaan hamba  itu. .

Semua murid diam saja.

Mereka mengharapkan yang lain  melakukannya.

Semua dikuasai dengan gengsi.

Semua murid merasa  diri orang yang paling terhormat.

Mereka  takut diremehkan dan direndahkan karena mau mengerjakan pekerjaan para hamba.

 

Di tengah krisis melayani sebagai hamba di antara para murid-Nya,

Tuhan Yesus menanggalkan jubah-Nya.

Ia kemudian mencuci kaki semua murid-Nya.

Jubah adalah lambang kemuliaan dan kehormatan.

Dengan menanggalkan jubah-Nya, Ia meninggalkan kehormatan-Nya untuk menjadi hamba bagi semuanya.

Ia merendahkan diri untuk melayani manusia.

Melayani dengan tulus dan rendah hati merupakan ungkapan kasih-Nya yang sejati.

 

Tindakan Yesus itu tentu bikin heboh.

Sang Bos mau menjadi pelayan bagi para bawahan-Nya.

Teladan-Nya ini wajib dan tidak bisa ditawar untuk juga dilakukan oleh orang yang mengakui diri sebagai murid-Nya.

 

Mengapa sangat sulit melayani dengan rendah hati  ?

Jawabannya : “Melayani tanpa mau menanggalkan kehormatan dan kemuliaan”.

Sebutan “yang terhormat” bagi para pejuang kepentingan rakyat

dan “yang mulia” bagi pejuang keadilan,

menjadi  sesuatu yang harus dipertahankan setengah mati.

Akibatnya, bukan pelayanan yang bertengger, tetapi kemunafikan.

“Kutu loncat”, orang yang mencla-mencle”, dan pembelot merupakan pemandangan biasa.

Tiada pelayanan sebagai faedah,

tetapi paling tidak ada hiburan dagelan yang dapat dinikmati.

Dalam dunia  pelayanan rohani, Tuhan juga sering dijadikan kosmetik.

Tuhan juga sering dijadikan bungkus dalam pelayanan agar kelihatan suci sehingga dapat melancarkan bisnis atau kebanggaan rohani.

Lihatlah kini yang dominan adalah lebih banyak bicara daripada berbuat, lebih pandai berargumentasi daripada bermeditasi, dan lebih suka menjadi penasehat daripada teladan.

 

Capai deh cari teladan  pelayanan yang tulus dari manusia jaman ini.

Karena itu, kita bisa menggali inspirasi dari “akar pohon”  untuk melayani dengan ketulusan hati.

Ketika benih ditanam di tanah, akar akan berusaha menumbuhkannya.

Akar akan menjulur ke atas  melalui gelapnya tanah,

dan meliuk-liuk melewati tajamnya bebatuan untuk menumbuhkan benih itu.

Ketika benih itu telah bertunas, akar akan semakin dalam menjulur ke tanah.

Ketika  tunas itu bertumbuh besar dan ranting-ranting dipenuhi dengan banyak dedaunan,

akar akan menancapkan dirinya ke tanah lebih dalam lagi agar dapat menopangnya ketika angin menerpa.

Pada saat pohon itu berbuah, orang memuji buah dan pohon itu, tanpa melihat peranan akar.

Namun, akar tidak iri hati, apalagi frustasi.

Akar tetap mencari air untuk menyuplai makanan bagi pohon itu agar tetap hidup.

Kerendahan hati dan ketulusan pelayanan akar karena prinsip hidupnya :

“Biarlah aku tenggelam dalam gelapnya tanah, agar pohon dan buahnya dapat menikmati terang dan indahnya dunia”.

 

Demikian juga kita,

Bersyukurlah  ketika tiada orang yang menghargai karya kita dan ketika  orang lain mendapatkan pujian dari apa yang kita lakukan !

Disitulah pelayanan dengan tulus dan rendah hati mulai terjadi.

Berkatnya adalah kita menjadi besar secara rohani :

“Berbahagialah orang yang suci

hatinya,  karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8).

 

Tuhan Memberkati

19/12/2018
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.