Rasa cukup

Refleksi Tahun Kerahiman Allah oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

“Rasa cukup” merupakan salah satu niat dari Paus Fransiskus. Paus Fransiskus mengungkapkannya dengan membeli barang-barang yang lebih sederhana. “Rasa cukup” ini merupakan perwujudan dari wajah Kerahiman Allah. Allah Yang Maharahim memiliki hati terhadap orang-orang kecil.

Dunia sekarang ini berusaha menarik kita untuk menjadi manusia yang konsumtif. Manusia yang konsumtif adalah manusia yang memuja trend. Manusia yang memuja trend berperilaku beringas, menjadi gila terhadap sebuah produk yang ditawarkan pasar. Manusia berlomba-lomba mengejar merk-merk terkenal dan mahal atau simbol-simbol kemewahan lainnya. Ada begitu banyak kebutuhan tiba-tiba harus dipenuhi. Padahal banyak di antaranya bukan karena fungsi, tetapi demi gengsi. Akibatnya, banyak di antara kita “jor-joran”/ persaingan dalam memiliki produk baru, seperti mobil dan gedget. Sikap “jor-joran” ini terjadi karena kita takut dianggap ketinggalan jaman, kuper (kurang pergaulan), atau tidak mampu. Kita tanpa sadar telah membodohkan diri dengan obat bius dari iklan-iklan dalam televisi. Hidup menjadi kehilangan jati diri.

Hidup yang konsumtif ini membuat kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki. Kita menjadi sering iri hati melihat apa yang dimiliki orang lain. Hidup kita menjadi tidak bahagia karena frustasi ketika kita tidak dapat memenuhi keinginan kita. Kemarahan melingkupi diri kita. Kita pun sering menyalahkan diri kita sendiri, bahkan menyalahkan Tuhan yang kita anggap tidak adil: “Tuhan memberikan hal ini pada orang lain, tetapi kok pelit dengan saya”.

Ketidakbahagiaan orang yang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dapat diterangkan dengan ilustrasi berikut ini. Seorang petani dan istrinya bergandengan tangan menyusuri jalan sepulang dari sawah sambil diguyur air hujan.Tiba-tiba lewat sebuah sepeda motor di depan mereka. Berkatalah petani kepada istrinya,”Lihat Bu, betapa bahagianya suami istri yang naik sepeda motor itu karena meski mereka kehujanan, tetapi mereka bisa cepat sampai di rumah”. Pengendara motor itu berkata kepada istrinya ketika melihat mobil pick up yang melewati mereka: “Lihat Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu, mereka tidak perlu kehujanan seperti kita”. Di dalam mobil pick up yang dikendarai sepasang suami istri terjadi perbincangan ketika sebuah sedan Mercy lewat: “Lihatlah Bu, betapa bahagia orang yang naik mobil bagus itu, pasti nyaman tidak seperti mobil kita yang sering mogok”. Pengendara mobil mercy itu berkata dalam hatinya ketika melihat sepasang suami istri yang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan: “Betapa bahagianya suami istri itu, mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini, sementara aku dan istriku tidak pernah punya waktu untuk berduaan karena kesibukan masing-masing”. Makna dari ilustrasi itu adalah kita tidak akan bahagia kalau kita terperangkap dalam kata “seandainya”:

Seandainya aku lahir di keluarga yang kaya raya & sukses.
Seandainya aku punya keahlian, kekayaan, dan popularitas.
Seandainya aku seperti orang itu.

Kebahagiaan hanya dapat kita miliki dengan melepaskan diri dari gaya hidup konsumtif. Belenggu gaya hidup konsumtif ini hanya dapat dipatahkan dengan sikap pengendalian diri. Pengendalian diri dapat dibangun dengan “rasa cukup”. Rasa cukup bukanlah berarti menghentikan hasrat atau kemauan untuk bekerja keras. Rasa cukup membuat kita mampu melihat yang terbaik dari apa yang kita miliki sehingga membuat kita menghargai serta memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Kehidupan Mark Zuckerberg dapat kita tiru dalam memiliki “rasa cukup”. Ia merupakan salah satu orang terkaya di dunia dalam usia yang masih relatif muda karena ia adalah pendiri media sosial Facebook. Dengan kekayaan yang melimpah, ia bisa saja membeli dengan mudah apapun yang ia inginkan. Akan tetapi, ia memilih hidup sederhana. Sebagai contoh: ia mengadakan pesta pernikahannya secara sederhana, yaitu di halaman rumah mereka yang hanya dihadiri oleh seratus orang dari teman-teman dan kalangan yang biasa-biasa saja; rumahnya tergolong sederhana dengan lima kamar; ia hanya menggunakan mobil yang kira-kira seharga Rp 300 juta dan tidak menggunakan sopir pribadi (nyetir sendiri); ia dikenal sebagai orang yang suka beramal. Dari kehidupannya ini, kita boleh meyakini bahwa hidup ini tidak dinilai dari banyaknya harta yang kita miliki, tetapi dari seberapa besar kita bermanfaat bagi orang lain.

“Rasa cukup” memberikan kedamaian di dalam hati karena memiliki “rasa syukur”. Rasa syukur tidak membiarkan diri dikendalikan oleh barang-barang, tetapi justru dapat mengendalikannya: “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5). Karena itu, mari kita tidak membiarkan diri terperangkap dalam pikiran “seandainya”, tetapi bersyukur senantiasa atas hidup kita supaya kita tahu di mana kebahagiaan itu berada.

Kesimpulan dari pembahasan tentang “rasa cukup” terangkum dalam sebuah doa berikut ini:

Tuhan,

Ampuni aku karena aku terkuasai oleh keserakahan.

Terus mencari hal duniawi,

tanpa pernah tercukupi.

Membiarkan diri dikendalikan oleh gengsi.

Gengsi telah membutakan diri,

membodohkan diri,

menghancurkan daya kreatif,

dan menghilangkan jati diri.

Berikanlah kesadaran diri,

untuk mensyukuri apa yang telah aku miliki,

sehingga aku mampu mengatakan “cukup”

terhadap godaan iblis konsumtif.

Dengan demikian, orang-orang yang kurang beruntung,

tidak berkecil hati.

Amin.

19/12/2018
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.Â