Qur’an dibacakan di Vatikan?

Belakangan ini ada sejumlah orang mempertanyakan mengapa Paus mengizinkan pendarasan doa yang mengutip ayat-ayat Al Qur’an di Vatikan. Apakah maksud Bapa Paus melakukan hal ini?

Berikut ini kami kutip berita yang ditulis oleh sumber non-Katolik tentang peristiwa tersebut, yaitu dari situs Voice of America yang juga ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia, klik di sini:

Paus Pimpin Doa Perdamaian Israel-Palestina di Vatikan

“Presiden Israel Shimon Peres dan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas hari Minggu (8/6) ikut bersama Paus Fransiskus di Vatikan dalam acara doa yang belum pernah terjadi sebelumnya, demi perdamaian di Timur Tengah.

Ketiga pemimpin bersama kepala gereja Orthodox Konstantinople – Bartholomew menyampaikan doa bersama kardinal, rabbi dan imam dari ketiga agama: Kristen, Yahudi dan Islam. Pertemuan selama dua jam di sebuah taman di Vatikan itu mencakup doa-doa dari Kitab Perjanjian Baru dan Lama, serta Al Qur’an yang dibaca dalam bahasa Yahudi, Arab, Inggris dan Italia.

Paus Fransiskus yang berasal dari Argentina itu kemudian menyampaikan kepada Mahmoud Abbas dan Shimon Peres bahwa “perdamaian memerlukan keberanian yang jauh lebih penting daripada perang”. Paus Fransiskus merumuskan keberanian sebagai “kesediaan untuk mengatakan ‘iya’ untuk berunding dan ‘tidak’ untuk perang”.

Paus Fransiskus menyampaikan undangan kejutan kepada kedua pemimpin itu bulan lalu, hanya beberapa pekan setelah perundingan perdamaian Timur Tengah putaran terakhir gagal.”

Maka pertama-tama perlu kita lihat di sini, fakta yang terjadi adalah:

1. Paus berinisiatif untuk mengundang Presiden Israel dan Palestina untuk berdialog dan mengusahakan perdamaian di wilayah Palestina. Karena Paus yang mengundang berdomisili di Vatikan, maka pihak yang diundang tersebut diundang ke Vatikan.

2. Paus mengatakan bahwa untuk mencapai perdamaian dibutuhkan keberanian, dan bukan perang. Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk mengatakan “Ya” untuk pertemuan dan dialog; dan “Tidak” untuk konflik dan kekerasan. “Ya” untuk negosiasi dan menghormati perjanjian, dan “Tidak” untuk tindakan provokasi dan permusuhan.

3. Paus menjalankan sendiri apa yang dikatakannya ini, dengan mengundang kedua pemimpin negara yang sedang bertikai  (Israel yang mayoritas penganut Yahudi dan Palestina yang mayoritas muslim), untuk mengusahakan dialog perdamaian antara mereka.

4. Dialog ini didahului dengan doa, yang mengingatkan semua pihak yang terlibat, akan adanya elemen pemersatu, yaitu Allah yang esa, yang sama-sama diimani oleh pihak Israel (Yahudi), Palestina (mayoritas muslim), dan juga oleh Paus sebagai pengundang, yang juga adalah pemimpin umat Katolik sedunia.

5. Doa bersama dan pertemuan dialog tersebut diadakan di Taman Vatikan, jadi bukan di dalam gedung basilika St. Petrus maupun pelataran Vatikan, tempat yang biasa diadakan perayaan Ekaristi.

6. Dalam 2 jam pertemuan itu, termasuk pembacaan doa-doa dari Kitab Suci, yaitu dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan juga dari kitab Qur’an, yang dibacakan dan didaraskan dengan nyanyian dalam bahasa Ibrani, Arab, Inggris dan Italia.

Dengan demikian, pembacaan doa yang diambil dari ayat-ayat Qur’an di Vatikan seyogyanya dipahami dengan maksud dialog ini. Kita yang hidup di Indonesia, bukankah sudah terbiasa dengan hal dialog antar umat beragama ini. Doa bersama, dengan saling membacakan doa atas keyakinan masing-masing, bukan sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Ini kan seperti seseorang yang mengundang dua sahabatnya yang sedang bertikai, untuk datang ke rumahnya. Lalu sebelum mereka berdialog mereka membukanya dengan doa. Di kesempatan itu yang dilakukan Paus adalah mengizinkan setiap pihak yang terlibat untuk mendaraskan doa, jadi bukan suatu khotbah ataupun pengajaran tertentu. Dan sesudah doa, diikuti oleh perundingan kenegaraan, yang tidak ada kaitannya dengan masalah ajaran agama tertentu.

Maka jika Paus memperbolehkan pendarasan doa menurut agama Yahudi maupun Islam, di samping doa menurut iman Kristiani di sebuah taman di Vatikan, itu tentu didasari prinsip yang dianut oleh Gereja tentang doa, yaitu kita manusia itu seperti pengemis di hadapan Tuhan, yang mengangkat hati dan pikiran kepada Tuhan untuk memohon hal-hal yang baik dari Tuhan (lih. KGK 2559); dan dalam semangat kerendahan hati ini, Gereja turut berdoa bersama dengan pihak-pihak yang bertikai, untuk memohon pertolongan Tuhan agar memberikan jalan keluar bagi pihak-pihak yang sedang bertikai. Karena pihak-pihak yang bertikai itu mempunyai cara-cara sendiri untuk berdoa, maka Paus mengizinkan mereka berdoa dengan cara-cara mereka, dan tidak memaksakan mereka agar berdoa dengan cara Gereja berdoa. Tentu ini justru menunjukkan ketulusan hati Bapa Paus untuk menjembatani kedua pihak itu, tanpa mempunyai motivasi pribadi apapun, tanpa maksud meng-Kristenkan pihak manapun. Ini adalah bentuk kasih agape dari seorang saudara, yang menghendaki perdamaian di antara kedua saudaranya, yang mempunyai pengaruh bagi kesejahteraan hidup banyak orang.

Apakah dengan demikian artinya Paus sudah terpengaruh oleh ajaran agama lain, atau akan mengubah ajaran iman Katolik? Ya, jelas tidak. Sebab acara doa itu juga tidak dilakukan dalam perayaan Ekaristi, ataupun ibadah umum umat Katolik, dan juga tidak diadakan di tempat ibadah umat Katolik, tapi di sebuah taman. Jika kita mencurigai tindakan tulus Paus, dan mulai menuduhnya dengan berbagai tuduhan negatif, mungkin adalah saatnya bagi kita sendiri untuk bertanya kepada diri kita sendiri, apakah yang akan kita lakukan, jika kita melihat sahabat-sahabat dekat kita bertikai? Sebab jika kita tidak berusaha mendamaikan mereka, dan kalaupun mengundang mereka untuk mengusahakan perdamaian dan berdoa bersama, tapi tidak mengizinkan mereka berdoa dengan cara mereka, mungkin itulah tandanya, bahwa kita belum memiliki kasih setulus yang dimiliki Bapa Paus Fransiskus.

Semoga Tuhan memberikan kepada kita semua kerendahan hati untuk tidak mudah menghakimi orang lain, namun bersikap reflektif terhadap diri sendiri dan berusaha untuk selalu melihat kebaikan dalam diri setiap orang.

5 2 votes
Article Rating
19/12/2018
3 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
ORANGSUCI
9 years ago

Berita Tempo bulan Juni 2014 menginformasikan bahwa Alquran dibacakan di Vatikan. Disebutkan bahwa tujuannya adalah demi mendukung rekonsiliasi Israel dan Palestina. Pertanyaannya: 1) Apakah semua orang di Vatikan begitu bodohnya, sampai tidak tahu bahwa persoalan perang ratusan tahun antara Israel dan Palestina tersebut adalah persoalan geografi alias rebutan wilayah? Kalo umat katolik tidak tahu itu, lebih baik bertanya dulu kepada saya, biar saya jelaskan. Karena mengemukakan sesuatu atau mengambil suatu langkah, tanpa memahami persoalannya, amsal menyebutnya sebagai kebebalan. 2) Bukankah semua orang katolik mengagumi Vatikan sebagai tempat yg paling dihormati dan tentunya secara teologis juga memiliki kapasitas sbg “rumah tuhan”?… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  ORANGSUCI
9 years ago

Shalom Orangsuci, 1. Apakah Vatikan tidak tahu bahwa persoalan antara Israel dan Palestina adalah persoalan geografis? Silakan Anda bertanya kepada diri Anda sendiri, mengapa Anda begitu yakin bahwa Vatikan atau umat Katolik tidak tahu bahwa persoalan antara Israel dan Palestina adalah persoalan geografis? Sebab hal itu sudah begitu gamblangnya tertulis di internet dan berbagai surat kabar, sehingga bahkan sejak usia SMP pun seseorang yang membaca tentangnya sudah dapat mengetahui tentang hal ini. Maka Anda mungkin dapat menerangkannya kepada banyak orang, tetapi orang yang tidak terlalu kuper juga sudah dapat mengetahuinya jika ia membaca berita tentang hal tersebut. Mengenai mengapa Paus… Read more »

sony
Reply to  ORANGSUCI
9 years ago

shallom orang suci, mengapa terlihat begitu emosionil terhada kami orang katolik?. Janganlah kita saling menghakimi, tetapi hendaklah kita berlomba-lomba dalam kebajikan sehingga bila saatnya kita mwnghadap Tuhan kita, kita ditemukan dalam keadaan yang rukun dan penuh dengan amal kasih. Kalau anda tidak paham tentang gereja katolik, maka bertanyalah tapi jangan bersikap menghakimi, bukankah kita dilarang Tuhan untuk saling menghakimi, tetapi hendaklah kita saling menasehati seorang kepada yang lain dalam cinta kasih.

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.