Pertanyaan:
Halo Pak Stefanus dan Ibu Inggrid, apa kabar? Saya ingin bertanya lagi:
1. Bolehkah kita menganggap bahwa Perjanjian Lama adalah buku yang tak sempurna? Karena kita tahu bahwa ada beberapa denominasi non Katolik seperti Gereja Advent Masehi Hari Ketujuh banyak mengambil tata cara hidup mereka seperti apa yang tertulis di PL, misalnya hari Sabbath, pelarangan makanan yang dituliskan di Immamat. Mengapa kita sebagai Katolik tidak mengikuti tradisi yang tertulis di PL?
2. Sebenarnya bagaimana pembentukan tata cara liturgi? Saya pernah membaca bahwa tata cara misa yang ada tidak lepas dari keterlibatan dari keputusan Paus. Apa alasan Paus dalam menambahkan hal-hal dalam tata cara liturgi?
3. Apa artinya menggenapi hukum Taurat oleh Yesus tanpa membuang satu titik pun di Matius 5:17-20?
Terima kasih ya =)
Ohya apa kabar progres bukunya, tidak sabar nih menunggunya ^^ – Andreas
Jawaban:
Shalom Andreas,
Terima kasih atas pertanyaannya. Mari kita membahasnya bersama-sama:
1) Apakah Perjanjian Lama (PL) adalah buku yang tidak sempurna? Tergantung definisi dari sempurna. Kalau definisi tidak sempurna adalah banyak kesalahan, maka tidaklah benar. Kalau definisi dari tidak sempurna adalah tidak lengkap, maka saya setuju. Bagi umat Kristen, PL tidaklah lengkap kalau tidak dibaca dalam terang Perjanjian Baru (PB). Hal ini dikarenakan iman kekristenan kita bersumber pada Kristus. Jadi dengan membaca PL tanpa PB, kita tidak dapat menangkap pribadi Kristus secara jelas dan pemenuhan rencana Allah secara lengkap. Sebaliknya dengan membaca PB dengan latar belakang PL, kita akan semakin mengerti kesempurnaan rancangan keselamatan Allah. Kita melihat apa yang dikatakan oleh Katekismus Gereja Katolik tentang Perjanjian Lama, yaitu di dalam KGK 121-123:
KGK, 121 – “Perjanjian Lama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan tetap memiliki nilainya (Bdk. DV 14.) karena Perjanjian Lama tidak pernah dibatalkan.“
KGK, 122 – “Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia.” Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama “juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. … Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung [mereka] mengemban rahasia keselamatan kita” (DV 15).”
KGK, 123 – “Umat Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar. Gereja tetap menolak dengan tegas gagasan untuk menghilangkan Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru sudah menggantikannya [Markionisme].”
Kalau memang Perjanjian Lama diilhami oleh Allah, mengapa Gereja Katolik tidak mengikuti apa yang ditulis di dalam Perjanjian Lama, terutama kitab Imamat, Ulangan, Keluaran, dll? St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:
a) Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.
b) Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini).
c) Judicial law: Ini adalah merupakan suatu ketentuan yang menetapkan hukuman (sangsi) sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Dalam Perjanjian Lama, Judicial law ini ditetapkan sesuai dengan tradisi bangsa Yahudi. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3), memberikan persembahan persepuluhan (Mal 3:6-12). Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, maka judicial law ini tidak berlaku lagi; sebab Kristus membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga ketentuan hukuman (sangsi) diserahkan kepada pemerintahan bangsa-bangsa lain tersebut, dan di dalam konteks umat Kristiani, maka judicial law ditetapkan oleh Gereja Katolik yang memiliki anggota dari seluruh bangsa.
Jadi tradisi dan law yang bersifat ceremonial law dan judicial law harus dilakukan dalam terang Perjanjian Baru, seperti yang saya tulis di atas.
2) Untuk perkembangan bentuk liturgy, silakan melihat artikel ini (silakan klik – dalam bahasa Inggris). Sebenarnya inti perkembangan liturgy adalah dari Perjamuan Kudus yang ditetapkan oleh Kristus sendiri. Dan kemudian, para uskup-uskup, seperti: Justin Martyr, St. Clement, serta bapa Gereja yang lain melengkapi pembentukan liturgi. Dan liturgi bukan hanya seperti “Roman Rite” yang kita kenal, namun juga ada liturgi-liturgi yang lain, seperti “Byzantine rite” yang dipakai sampai saat ini oleh Gereja-gereja Timur.
Liturgi dapat didefinisikan “The liturgy is the Church’s public worship. It includes all of the rites and ceremonies by which the Church expresses her worship of God.” Dari definisi tersebut, liturgi bukanlah milik pribadi yang dapat diubah oleh masing-masing pribadi, namun liturgi menjadi suatu tata cara ibadah dimana Gereja dapat mengekpresikan diri untuk menyembah Tuhan. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar, kalau dalam perkembangannya, Paus atau uskup yang berwenang (yang mewakili Gereja) dapat menambahkan atau mengurangi, atau membakukan tata cara liturgi. Untuk saat ini, saya hanya dapat menjawab secara singkat. Mungkin di lain kesempatan, topik ini dapat dibahas secara lebih mendalam.
3) Apakah arti menggenapi hukum taurat tanpa membuang satu titikpun di Mt 5:17-20? Mt. 5:17-20 mengatakan “17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”
a) Pada waktu Yesus mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, namun menggenapinya, maka dapat dilihat bahwa “menggenapi” adalah dengan menambahkan apa yang sebelumnya tidak ada, atau dengan melakukan apa yang diperintahkan (lih. St. Agustinus dalam komentarnya tentang ayat ini, yang dituliskan oleh St. Thomas Aquinas dalam Catena Aurea). Jadi Kristus menambahkan apa yang tidak ada sebelumnya, yaitu Diri-Nya sendiri, yaitu Sang Sabda yang menjadi manusia. Dan kalau inti dari hukum Taurat adalah mengasihi Allah dan sesama (Mt 22:37-40), maka Yesus telah memenuhi hukum ini. Namun, Dia melengkapinya dengan mengasihi sesama demi kasih kepada Allah.
b) Kalau di dalam hukum taurat apa yang dilakukan di luar (exterior acts) adalah begitu penting, maka Yesus menuntut hal yang lebih sempurna – perbuatan yang baik harus juga didasari oleh intensi yang baik. Inilah sebabnya Yesus mengatakan “20 Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.“(Mt 5:20).
c) Jadi, dalam hal ini, seperti yang saya sebutkan pada point 1), maka Kristus tidak akan menghilangkan “moral law”, namun Dia menghilangkan “ceremonial law” dan “judicial law“.
Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Andreas. Untuk bukunya sedang digarap. Mohon doa dari Andreas dan pembaca katolisitas.org agar Ingrid dan saya dapat menulis dengan baik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stef & Bu Ingrid yg dkasihi…
Bagaimana klau saya kata’n kedua2 P’jnjian Lama & Baru tdak lengkap, shingga Allah m’nurunkan Al-Quran utk m’lengkap’nnya? Kerana sya pny rmai teman Muslim yg m’gatakan spt ini.
Mohon p’cerahannya?
Thanx in advance.
Damai Kristus bserta kalian…
Shalom John,
Terima kasih atas pertanyaannya. Kalau menurut saya, Perjanjian Lama (PL) tidaklah lengkap tanpa Perjanjian Baru (PB). Kita dapat melihat bahwa tidak lengkapnya Perjanjian Lama adalah tanpa kehadiran Kristus yang menjadi penggenapan dari apa yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian, kita melihat ada kaitannya antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kalau PL dan PB dianggap tidak lengkap, maka apakah yang sungguh-sungguh baru dari kitab-kitab lain sesudah PB, yang diperlukan untuk keselamatan? Itulah yang mungkin dapat ditanyakan kepada teman Anda. Semoga diskusi Anda berjalan dengan baik dan dipenuhi dengan semangat kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Permisi, saya mau bertanya apa orang Yahudi (Israel) jaman sekarang masih terikat Hukum Taurat seperti tidak boleh makan babi, sunat dll?
Terima kasih
[Dari Katolisitas: Silakan anda membaca di Wikipedia, dengan kata kunci Judaism. Terdapat tiga jenis Judaism ini: Orthodox, Conservative dan Refom Judaism. Yang masih mempertahankan hukum Taurat dan hukum Yahudi dengan strict adalah golongan Orthodox Judaism, sedangkan golongan Conservative dan Reform melihat hukum- hukum tersebut lebih sebagai guideline, dan bukan larangan/ kewajiban yang kaku. Namun golongan Conservative mempunyai interpretasi yang lebih tradisional dari golongan Reform Judaism]
Saya telah membaca sekali lagi artikel di sini,tetapi saya menyadari ada yang saya lewatkan dalam membaca. Saya membaca bahwa Sdr.Inggrid menuliskan : “Sebab tidak semua pemotongan bagian tubuh dikatakan sebagai mutilasi, seperti contohnya pemotongan kutil, potong kuku, potong rambut.” Perlu saya tegaskan telah jelas bahwa pemotongan kuku dan rambut berbeda dengan sunat yang merupakan pemotongan kulup.Kuku dan rambut dapat tumbuh lagi jika dipotong karena itulah fungsi kuku dan rambut yaitu melindungi daging yang ditutupi oleh kuku dan kepala oleh rambut.Kuku atau rambut memiliki umur untuk diperbarui dalam menjalankan fungsinya secara maksimal.Sedangkan kulup tidaklah tumbuh lagi jika dipotong sehingga berbagai fungsi… Read more »
Shalom Yunus, Maksud saya menuliskan, “Sebab tidak semua pemotongan bagian tubuh dikatakan sebagai mutilasi, seperti contohnya pemotongan kutil, potong kuku, potong rambut” bukan untuk untuk mengatakan bahwa sunat adalah persis seperti pemotongan kutil, kuku ataupun rambut. Saya hanya mau mengatakan bahwa sunat, bukanlah suatu bentuk mutilasi, seperti juga halnya pada pemotongan kutil, kuku dan rambut. Saya juga memahami, bahwa kulit kulup yang sudah dipotong pada waktu sunat itu tidak bisa tumbuh lagi. Namun saya tidak sependapat dengan anda yang mengatakan bahwa sunat adalah suatu bentuk mutilasi, yang menyebabkan cacat/ kurang berfungsinya bagian tubuh yang bersangkutan. Sebab meskipun seseorang telah disunat,… Read more »
Memang saat Perjanjian Lama (sebelum Yesus menggenapi Hukum Taurat) sunat dianggap tidak berdosa karena Allah menguji iman manusia yang pada saat itu terdapat banyak orang2 yang tidak benar menurut Allah sehingga Allah memberikan ujian untuk menguji ketulusan hati manusia untuk mengikuti-Nya yaitu dengan memberikan tanda sunat ini yang merupakan tindakan mengerikan.Jika manusia yang pada saat itu mau melakukan pengurbanan sunat yang mengerikan ini,maka Allah pun mengetahui bahwa hati manusia yang hendak mengikuti-Nya memang benar2 tulus.Pengujian iman juga pernah dialami oleh Abraham yaitu mengenai pengurbanan Ishak (Kejadian 22:2).Catatan,semua hal di atas terjadi pada zaman Perjanjian Lama. Sunat memang sudah dikenal pada… Read more »
Shalom Yunus, Saya tidak mempertentangkan bahwa Perjanjian Lama, yaitu sunat lahiriah, telah digantikan dengan Kristus sendiri sebagai Perjanjian Baru. Dan Gereja mengimani hal ini. Yang menjadi masalah adalah, Tuhan tidak akan mungkin memakai sunat sebagai Perjanjian Lama, kalau ternyata di dalam Perjanjian Baru menjadi berdosa. Seolah-olah, Tuhan membuat manusia berdosa pada awalnya, dan kemudian menggantikannya dengan yang tidak berdosa. Namun, kita melihat bahwa tanda sunat tidaklah sempurna (bukan berdosa) dan tidak dapat membawa keselamatan dan kemudian digantikan dengan Perjanjian Baru yang membawa keselamatan dan sempurna. Sunat, di dalam Perjanjian Lama bukan sebagai ujian bagi umat manusia, namun sebagai tanda Perjanjian… Read more »
Jikalau itu memang pemikiran Anda,saya hormati pemikiran Anda tersebut. Saya sudah menjelaskan dari comment2 saya terdahulu untuk menjawab pemikiran Anda & saya tidak perlu untuk menulis ulang lagi. Saya pun akan tetap setia kepada Gereja Katolik Vatikan,namun untuk masalah sunat ini,meskipun Gereja mengharuskan umat Katolik untuk bersunat,saya tetap akan mengimani bahwa Alkitab Perjanjian Baru telah melarang sunat lahiriah.Saya tidak akan meninggalkan Gereja Katolik Vatikan. Saya akan terus mengusahakan tercapainya larangan sunat bagi umat Katolik Vatikan meskipun hal itu kelihatan mustahil karena saya yakin bahwa apa yang saya imani adalah kebenaran. Mungkin ada dari beberapa pembaca yang merasa kasihan atau jijik… Read more »
Shalom Yunus, Terima kasih atas pengertiannya. Pendapat saya tidaklah penting. Yang terpenting adalah apa yang dikatakan oleh Gereja. Kita tidak perlu kuatir kalau ada orang yang merasa jijik karena seseorang tidak bersunat, karena yang penting apa yang dikatakan oleh Tuhan, lewat Gereja-Nya. Orang yang tidak bersunat tidaklah berdosa, sehingga tidak usah kuatir kalau kita tidak melakukannya. Dan Gereja tidak akan pernah untuk mengharuskan umat Katolik untuk bersunat. Sebenarnya, Yunus juga dapat menuliskan surat kepada “Congregation for the Doctrine of the Faith”, yang format pertanyaannya adalah yang dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Dengan demikian, Yunus dapat memperoleh kepastian yang jelas. Tidak… Read more »
Salam damai,… Terima kasih kpd Romo Wanta & Sdr. Ingrid yg telah menjawab pertanyaan saya. Namun,saya jg mendengarkan pernyataan dr umat Katolik pula begini bahwa jika seorang Katolik menyunatkan dirinya utk alasan apapun (juga utk kesehatan),maka orang tersebut berdosa besar krn tdk menghargai kebaikan yg diberikan Allah spt yg tertulis dalam kitab Kejadian. Kejadian 1:31 “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.” Lalu pada Perjanjian Baru tertulis demikian : Galatia 5:2-3 “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.Sekali lagi aku… Read more »
Shalom Yunus, Memang harus diakui, terdapat beberapa pendapat mengenai sunat ini, bahkan dalam kalangan umat Katolik. Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak mengeluarkan pernyataan resmi secara definitif mengenai sunat ini. Mereka yang tidak setuju dengan sunat, umumnya mengutip beberapa pernyataan dari Rasul Paulus yang seolah melarang sunat (lih Gal 5:2; 1 Kor 18) dan Ketekismus Gereja Katolik no. 2297, dengan mengatakan sunat adalah bentuk pengudungan/ "mutilation" sehingga pada dasarnya merupakan pelanggaran hukum moral: KGK 2297 Penculikan dan penyanderaan menyebarluaskan rasa takut dan melakukan tekanan tidak halal melalui ancaman atas kurban; mereka tidak dapat dibenarkan menurut moral. Terorisme, yang mengancam, melukai,… Read more »
Jika Sdr.Ingrid mau berdebat masalah sunat,saya bisa layani,tp tdk di situs ini. Saya melihat bahwa Sdr.Ingrid sangat mengagung2kan (pro) terhadap sunat baik bidang kesehatan & keagamaan (Katolik).Saya tdk heran bahwa masyarakat baik Islam maupun non-Islam di negara Islam kebanyakan pro terhadap sunat & tdk memperhatikan kenyataan yg ada.Banyak jg para ibu non-Islam yg memaksakan anak laki2nya atau org laki2 utk menyunatkan dirinya.Sebagai catatan bahwa para ibu tdk dapat merasakan apa yg sebenarnya dirasakan oleh laki2 saat atau setelah disunatkan.Saya percaya bahwa sunat tdk mendatangkan keuntungan apa pun dr segi agama maupun kesehatan krn saya melihat kenyataan dalam keluarga besar saya.Keturunan… Read more »
Shalom Yunus, Pertama- tama, mari kita saling menyampaikan apa yang kita ketahui dengan maksud untuk berdiskusi dengan baik dan obyektif. Saya ingin meluruskan di sini bahwa yang saya tuliskan dalam tanggapan saya terdahulu bukan merupakan pandangan pribadi saya sendiri. Saya telah mendiskusikannya dengan pembimbing Teologis pada situs ini Dr. Lawrence Feingold STD, dan saya juga mengutip pandangan pakar bio-ethic yang membahas masalah ini. Saya mengutip pandangan yang berbeda dengan pandangan anda, agar anda dapat melihat secara objektif bahwa memang terdapat perbedaan pandangan mengenai hal sunat ini. Dan karena pada saat ini Magisterium Gereja Katolik belum memberikan pengajaran definitif mengenai sunat,… Read more »
Terima kasih Sdr. Inggrid atas tanggapannya. Saya mohon maaf juga jika terdapat tulisan saya yang kurang berkenan dalam tanggapan saya. Sebenarnya,saya tidak bermaksud negatif dalam membahas masalah sunat ini. Saya sebenarnya hanya ingin menanyakan ajaran Gereja mengenai sunat ini,namun saya mungkin terbawa emosi saja. Saya pun tidak tega saat melihat orang khususnya anak laki2 disunatkan (saya pernah melihat prosesnya yang dilakukan pada anak laki2 tetangga saya kira2 setahun yang lalu,saya makin tidak tega saat melihat itunya digunting meski sudah terbius lokal) apalagi orangtuanya membujuknya dengan menakut2i anak tersebut (spt di kitab Kejadian yang mengatakan bahwa jika tidak sunat harus dilenyapkan)… Read more »
Maaf,saya ada sedikit tambahan.
Beberapa situs dalam negeri (yang saya ketahui) yang mendukung sunat yang pasti dibuat oleh orang2 penentang sunat menuliskan bahwa Paulus (rasul yang membahas bahwa sunat sebenarnya tidak perlu dilakukan umat Kristiani) tidaklah pernah bertemu dengan Kristus & merupakan rasul palsu & penjelasan mengenai sunat yang tertulis di situs mereka sama sekali tidak logis & memiliki banyak kelemahan serta kebohongan yang intinya menakut2i orang lain agar menyunatkan dirinya.
Apa yang saya tambahkan ini adalah suatu kenyataan.
Salam damai.
Dear Pak Yunus,
Kalau memang Pak Yunus tetap memegang tuntunan dari alkitab maka apa yang difirmankan Allah dalam kitab taurat untuk sunat harus dijalankan. soal ada manfaat ataupun tidak hanya Allah yang tahu dan sebagai ummatnya kita harus patuh kepada syariat yang dibawa oleh Musa maupun Isa.
Regards,
Adrian
Shalom Adrian,
Dalam hal ini memang pengertian kita tentang sunat berbeda, ya. Silakan anda klik di sini, untuk mengetahui tentang sunat ini berdasarkan ayat-ayat Kitab Suci, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sehingga anda dapat mengetahui dasar pengajaran mengenai sunat menurut Gereja Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- https://www.katolisitas.org
Apa yang saya pegang teguh adalah ajaran Kristen (Katolik) yang diajarkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus & ajaran tersebut lebih berfokus pada Perjanjian Baru. Namun,saya juga memegang ajaran Perjanjian Lama sebagai firman Bapa,namun dengan makna yang telah diperjelas oleh Tuhan kita Yesus Kristus bahwa Tuhan Yesus telah menggenapi Hukum Taurat & membebaskan kita dari belenggu dosa & kebiasaan2 yang tidak penting dalam Perjanjian Lama salah satu contohnya adalah sunat lahiriah yang sudah diperjelas oleh Kristus menjadi sunat hati. Bapa melalui Roh Kudus yang diberikan kepada Santo Paulus telah berfirman untuk melarang sunat pada umat Kristiani & itulah salah satu firman2… Read more »
Shalom Yunus, Terima kasih atas masukannya tentang sunat. Gereja Katolik tidak melihat bahwa perjanjian dengan Allah dilakukan dengan sunat setelah kedatangan Kristus, namun di satu sisi Gereja Katolik tidak melihat bahwa sunat adalah berdosa. Di dalam 1 Kor 7:18-19, Rasul Paulus ingin menegaskan bahwa keselamatan bukanlah disebabkan karena sunat. Dan kalau ada orang yang beranggapan bahwa rasul Paulus kurang mempunyai otoritas, maka pendapat ini juga tidak benar. Mari kita berpegang pada apa yang dikatakan oleh rasul Paulus “dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau… Read more »
Terima kasih pada Sdr. Stefanus. Bagaimanapun juga,saya tetap mengimani bahwa Alkitab telah melarang sunat lahiriah secara jelas dalam 1 Korintus 7:18 & saya akan memberitakan mengenai hal sunat lahiriah ini sekuat tenaga saya. Selain pemberitaan omong kosong mengenai banyaknya keuntungan sunat ini bagi kesehatan,sampai saat ini pun masih cukup banyak orang tak bersunat yang dianiaya baik secara mental maupun fisik agar orang tersebut mau disunat.Contohnya adalah beberapa saudara Katolik kita di Filipina yang tak bersunat & menjadi minoritas di sana,mereka dihina2 oleh penduduk Filipina lainnya agar mereka mau disunat,saya dapat email dari teman internet saya.Selain di Filipina,di Indonesia pun juga… Read more »
Shalom Yunus, Terima kasih atas komentarnya. Saya telah mencoba untuk menjelaskan bahwa Gereja Katolik tidak melarang sunat, karena Gereja Katolik tidak melihat bahwa ini adalah suatu perbuatan dosa. 1 Kor 7:18 menekankan bahwa sunat lahiriah tidak membawa keselamatan. Pada waktu itu banyak orang Yahudi yang menjadi Kristen mengatakan bahwa semua orang Kristen, termasuk non-Yahudi harus disunat. Dan inilah yang menjadi topik pada waktu para rasul berkumpul di dalam konsili I di Yerusalem, yaitu bagaimana untuk mengatasi kemelut ini. Akhirnya mereka memutuskan bahwa sunat bukanlah merupakan persyaratan. Rasul Paulus yang menjadi rasul yang dikirim oleh Yesus untuk melayani orang-orang non-Yahudi mengatakan… Read more »
Khusus untuk pandangan mengenai sunat ini,saya memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan Gereja.Saya meyakini bahwa sunat tidak boleh dilakukan oleh umat Katolik khususnya keturunan & keluarga saya kelak karena saya memegang teguh 1 Korintus 7:18 & itulah yang saya ajarkan jika ada yang menanyakan mengenai hal sunat kepada saya. Saya pun melaksanakan kalimat “iman tanpa perbuatan adalah sia2” sehingga saya melakukan perbuatan sesuai 1 Korintus 7:18 tersebut yang juga saya imani. Untuk masalah Filipina,tergantung dari pergaulan Sdr.Stefanus.Mayoritas penduduk Filipina adalah orang yang telah disunat sehingga pergaulan Anda pun pasti bersama orang bersunat semua serta penduduk Filipina yang tidak disunat pun… Read more »
Shalom Yunus, Terima kasih atas tanggapannya tentang sunat. Ingrid dan saya telah mencoba memberikan beberapa argumentasi bahwa Gereja Katolik tidak melihat sunat berdosa. Saya tidak memaksa Yunus untuk mengikuti argumentasi yang saya paparkan. Di situs ini saya tidak akan membahas sisi positif dan negatif sunat dipandang dari sisi kesehatan, namun yang dapat saya bahas adalah dari sisi teologis. Saya telah memberikan argumentasi apa yang dimaksud di ayat 1 Kor 7:18 dan saya juga telah mengatakan bahwa Tuhan tidak akan memakai tanda Perjanjian Lama dengan sunat, kalau kemudian di dalam Perjanjian Baru dipandang berdosa. Bagaimana mungkin tanda Perjanjian Lama adalah berdosa?… Read more »
Saya seorang Katolik Roma,ingin menanyakan beberapa hal mengenai sunat atau sirkumsisi (sunat lahiriah) menurut iman Katolik.Sebelumnya,maafkan saya jika pertanyaan ini kurang pantas bagi para pembaca.Saya ingin dijawab oleh Romo sehingga jawaban tersebut lebih meyakinkan & jelas.Begini : 1. Menurut Iman Katolik,apakah sunat atau khitan pria diharuskan atau diwajibkan? 2. Ayat Alkitab yang mana yang menjadi dasar jawaban pertanyaan nomor 1? 3. Dalam kitab Kejadian 17,dibicarakan kewajiban sunat.Namun,dalam kitab Galatia 5,dibicarakan sunat tidak diwajibkan lagi.Bagaimana penjelasannya? 4. Saya pernah mendapatkan jawaban dari seorang Katolik Roma juga bahwa Gereja Katolik tidak mewajibkan sunat bahkan Gereja Katolik menganggap sunat adalah dosa besar,apakah menurut… Read more »
Yunus Yth. 1. Sunat bukan kewajiban bagi orang Katolik tetapi merupakan demi kesehatan dianjurkan. 2. Tidak ada ayat untuk itu. 3. Sunat adalah aturan tradisi Israel (Yahudi) bukan kewajiban bagi orang katolik sebagai aturan umum. 4. Tidak dosa besar, sekali lagi sunat untuk kesehatan tidak ada hubungan dengan iman Katolik. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Yunus, Sebenarnya, sunat yang ada dalam Perjanjian Lama adalah merupakan gambaran dari Pembaptisan pada Perjanjian Baru. Melalui sunat, seseorang dikukuhkan dalam bilangan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan, sesuai dengan hukum Taurat Musa. Sedangkan melalui Pembaptisan, seseorang digabungkan dalam Gereja, sebagai Bangsa Pilihan Allah… Read more »
Halo Pak Stefanus dan Ibu Inggrid, apa kabar? Saya ingin bertanya lagi: 1. Bolehkah kita menganggap bahwa Perjanjian Lama adalah buku yang tak sempurna? Karena kita tahu bahwa ada beberapa denominasi non Katolik seperti Gereja Advent Masehi Hari Ketujuh banyak mengambil tata cara hidup mereka seperti apa yang tertulis di PL, misalnya hari Sabbath, pelarangan makanan yang dituliskan di Immamat. Mengapa kita sebagai Katolik tidak mengikuti tradisi yang tertulis di PL? 2. Sebenarnya bagaimana pembentukan tata cara liturgi? Saya pernah membaca bahwa tata cara misa yang ada tidak lepas dari keterlibatan dari keputusan Paus. Apa alasan Paus dalam menambahkan hal-hal… Read more »