Para bapa adalah imam dalam keluarga?

Kitab Perjanjian Lama mencatat bahwa di zaman Patriarkh bangsa Israel, ayah/ kepala keluarga bertindak sebagai imam bagi keluarganya, dengan mempersembahkan kurban (lih. Kej 8:20;12:7; Ayb 1:5). Peran bapa dan imam merupakan dua peran yang berhubungan satu sama lain (lih. Hak 17:10;18:19). Maka Kitab Suci mencatat adanya peran imam dan bapa dalam lingkup keluarga (yaitu para bapa), maupun imam dan bapa dalam lingkup bangsa Israel, yang dilakukan oleh mereka yang menjabat sebagai imam, yaitu mereka yang berasal dari keluarga/ keturunan Harun dan suku Lewi (Kel 19:22, 29:1-37; 40:12, Im 8:1-36).

Dalam Perjanjian Baru, kita semua melalui sakramen Pembaptisan mengambil bagian dalam ketiga misi Kristus, sebagai imam, nabi dan raja (lih. KGK 783). Artinya kita semua yang dibaptis memperoleh peran imamat bersama (lih. 1 Pet 2:9); walaupun peran ini tidak meniadakan adanya peran imamat jabatan. Imamat bersama ini dilaksanakan dalam keluarga dengan menyambut sakramen-sakramen Gereja. Namun dalam kesehariannya, orang tua (secara khusus bapa) menjalankan peran sebagai imam dalam keluarga, yang adalah Gereja rumah tangga (ecclesia domestica).

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang hal ini:

KGK 783    Yesus Kristus diurapi oleh Bapa dengan Roh Kudus dan dijadikan “imam, nabi, dan raja“. Seluruh Umat Allah mengambil bagian dalam ketiga jabatan Kristus ini, dan bertanggung jawab untuk perutusan dan pelayanan yang keluar darinya (Bdk. RH 18-21).

KGK 784    Siapa yang oleh iman dan Pembaptisan masuk ke dalam Umat Allah, mendapat bagian dalam panggilan khusus umat ini ialah panggilannya sebagai imam. “Kristus Tuhan, Imam Agung yang dipilih dari antara manusia (lih. Ibr 5:1-5), menjadikan umat baru kerajaan dan imam-imam bagi Allah dan Bapa-Nya (Why 1:6; lih. 5:9- 10). Sebab mereka yang dibaptis karena kelahiran kembali dan pengurapan Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci” (LG 10).

KGK 1656    Dewasa ini, di suatu dunia yang sering kali berada jauh dari iman atau malahan bermusuhan, keluarga-keluarga Kristen itu sangat penting sebagai pusat suatu iman yang hidup dan meyakinkan. Karena itu Konsili Vatikan II menamakan keluarga menurut sebuah ungkapan tua “Ecclesia domestica” [Gereja-rumah tangga] (LG 11, Bdk. FC 21). Dalam pangkuan keluarga “hendaknya orang-tua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang-tua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani” (LG 11,2).

KGK 1657    Disini dilaksanakan imamat yang diterima melalui Pembaptisan, yaitu imamat bapa keluarga, ibu, anak-anak, semua anggota keluarga atas cara yang paling indah “dalam menyambut Sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif” (LG 10). Dengan demikian keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan “suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan” (GS 52,1). Di sini orang belajar ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara sekandung, pengampunan dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan terutama pengabdian kepada Allah dalam doa dan dalam penyerahan hidup.

St. Thomas Aquinas, sebagaimana dikutip oleh Paus Yohanes Paulus II juga mengajarkan akan peran imamat orang tua (bapa dan ibu) dalam keluarga:

“Betapa besarlah dan agungnya pelayanan pendidikan dari para orang tua Kristiani sehingga St. Thomas tidak ragu membandingkannya dengan pelayanan para imam: “Sejumlah orang meneruskan dan membimbing kehidupan rohani dengan pelayanan rohani: ini adalah peran sakramen Tahbisan suci; sejumlah orang lainnya melakukan hal ini bagi kehidupan jasmani dan rohani dan ini diwujudkan dengan sakramen Perkawinan, yang dengannya seorang pria dan wanita bersatu untuk melahirkan keturunan dan mendidik mereka dalam penyembahan kepada Tuhan.” (Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Familiaris Consortio, 38)

Selanjutnya, Paus Yohanes Paulus II mengatakan:

“…. Hanya dengan berdoa bersama dengan anak-anak mereka, seorang bapa dan ibu -yang melaksanakan peran agung imamat mereka – dapat menembus kedalaman hati anak-anak mereka yang terdalam dan meninggalkan kesan yang tak dapat terhapuskan oleh kejadian-kejadian yang akan mereka alami dalam hidup mereka. Mari mendengarkan kembali himbauan Paus Paulus VI kepada para orang tua: “Para ibu, apakah engkau mengajarkan anak-anakmu doa-doa Kristiani? Apakah engkau mempersiapakan mereka, bersama dengan para imam, bagi sakramen-sakramen yang mereka terima di saat mereka muda: Pengakuan Dosa, Komuni, dan Penguatan? Apakah engkau menguatkan mereka ketika mereka sakit untuk merenungkan penderitaan Kristus, untuk memohon pertolongan dari Perawan Maria yang terberkati dan para orang kudus? Apakah kalian berdoa rosario bersama? Apakah engkau, para bapa, berdoa dengan anak-anakmu, dan dengan seluruh komunitas rumah tangga…? Teladan kejujuranmu dalam pikiran dan tindakan, yang disatukan dengan doa bersama, adalah pelajaran kehidupan, sebuah tindakan penyembahan yang tidak tertandingi…. (Familiaris Consortio, 60)

Nah, maka memang baik bapa dan ibu melaksanakan tugas imamat bersama dalam keluarga, dengan mendidik anak-anak dalam iman. Bahwa bapa memiliki peran yang khusus dalam keluarga sehingga disebut ‘imam dalam keluarga’ itu berhubungan dengan fakta bahwa seorang bapa adalah kepala rumah tangga (suami adalah kepala istri 1 Kor 11:3); dan bahwa peran bapa-lah yang sering dihubungkan dengan peran imam dalam Kitab Suci (lih. Hak 17:10;18:19), sebagaimana telah disebutkan di atas.

5 1 vote
Article Rating
15 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
maria
9 years ago

Salam damai dalam Kristus, Yth Katolisitas, Saya ingin meminta pendapat dari tim Katolisitas, apakah bijaksana apabila suami saya yg notabene adalah ayah dari anak2 kami, membiarkan anak2 kami membaca seri Harry Potter? Saya sendiri sangat tidak setuju dengan pendapat suami saya. Sebetulnya saya sangat kecewa dg sikap suami saya atas sikapnya itu. Saya sudah menerangkan dengan gamblang siapa sebetulnya Harry Potter etc, saya katakan juga bhw seri Harry Potter sangat bertentangan dg iman katolik (suami saya sebelumnya bukan katolik). Saya sebagai ibu cukup merasa kuatir dg kebebasan yang di bolehkan oleh suami saya kepada anak2 kami. Maksud saya disini, bukan… Read more »

Caecilia Triastuti
Reply to  maria
9 years ago

Shalom Maria, Kami setuju dengan Anda bahwa orang tua bertugas untuk mengawasi dan menentukan buku-buku/ informasi apa yang bisa diberikan kepada anak-anak, agar tidak membahayakan iman mereka. Hal pendidikan anak adalah tugas yang sangat penting dan utama dari orang tua. Tugas ini adalah untuk dijalani berdua dengan semangat kekompakan dan kesepahaman di antara suami dan istri, agar anak-anak tidak bingung melainkan menjadi mantap untuk mengenali dan memiliki nilai-nilai iman dan nilai-nilai yang positif bagi kehidupan. Komunikasi yang baik dengan suami merupakan salah satu kuncinya dalam hal ini. Komunikasi keluarga selalu perlu untuk terus dikembangkan dan ini salah satu kesempatan yang… Read more »

fransisca maria
Reply to  maria
9 years ago

Dear Ibu Maria, kebetulan saya juga mempunyai puteri usia 10 tahun yang senang sekali membaca Harry Potter dari seri 1 sampai 7, bahkan sampai hafal mantra2 nya, binatang2nya, guru2 Hogwarts, hantu2 Hogwarts hahahaaa… Memang bacaan HP adalah favorite kami berdua sewaktu masih belum menikah dan kami juga mempunyai koleksi vcd, dvd maupun bukunya lengkap. anak2 mempunyai rasa penasaran yang tinggi, apabila kita sebagai orang tua selalu melarang, maka dikhawatirkan di kemudian hari, anak itu malah akan mencari kesempatan untuk mencoba dengan orang lain / orang asing yang mungkin bukan orang baik2. saya memiliki pendapat, lebih baik saya mendampingi anak saya… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fransisca maria
9 years ago

Shalom Fransisca Maria, Situs ini adalah situs Katolik, dan karena itu, yang kami sampaikan di sini adalah apa yang ideal/ sesuai dengan prinsip ajaran iman Katolik. Atas dasar inilah kami menanggapi pernyataan Anda. Mungkin jika surat Anda ini Anda kirimkan ke situs sekular, surat Anda akan dipandang netral atau bahkan baik. Namun sepertinya belum tentu demikian jika dipandang dari perspektif ajaran iman Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa orang tua adalah pendidik iman yang pertama dan utama bagi anak-anaknya (lih. KGK 1653). Artinya dalam berbagai kesempatan, orang tua sedapat mungkin berjuang untuk menanamkan nilai-nilai iman dan nilai-nilai Injil kepada anak-anak. Nah,… Read more »

fransisca maria
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Ibu Inggrid ytk, terima kasih atas link yang diberikan. saya sudah membaca mengenai occult, witchcraft dan wicca serta memahami tulisan Ibu di atas. memang agak rumit kalo mendiskusikan occultisme, karena memang masih ada juga umat Allah yang tidak mengkonsumsi Harry Potter namun terjebak dalam occultisme, mungkin terpengaruh budaya atau mungkin ingin mendahului melihat masa depan / hal2 yang kasat mata. mohon maaf bila dirasa terdapat ketidaksesuaian dalam pandangan dan tulisan saya tsb dengan situs Katolik. semoga dengan keadaan rohani keluarga kami yang jauh dari sempurna, puteri saya tetap setia dalam pelayanan sekitar Altar, yang memang menjadi cita-citanya sejak TK. sekali… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fransisca maria
9 years ago

Shalom Fransisca, Memang tidak bisa dikatakan bahwa semua orang yang suka membaca Harry Potter pasti akan terjebak occultisme, seperti juga kita tidak bisa mengatakan bahwa semua yang suka ke diskotik/ dugem pasti akan terjerat narkoba. Namun memang tidak mengherankan jika di banyak kejadian, itu ada pengaruhnya, walau tentu tidak pada semua orang. Sebab seperti kata Anda, ada yang tidak membaca Harry Potter toh terjebak occultisme, atau yang tidak pernah ke diskotik/ dugem toh tetap terkena narkoba. Semoga kita diberi kebijaksanaan untuk dapat menerima secara obyektif walau biar bagaimanapun, resiko tetap lebih besar pada sejumlah orang yang membiarkan dirinya masuk dalam… Read more »

fransisca maria
Reply to  Ingrid Listiati
9 years ago

Ibu Inggrid ytk, saya ingin menanggapi tulisan Ibu yang ini : “… Sebab ada pula surat-surat yang masuk ke Katolisitas, yang mengaku dulunya putra altar namun setelah dewasa malah menjadi atheis ataupun meninggalkan Gereja… ” kalau melihat beberapa kasus di sekitar Paroki, kebanyakan kepahitan yang dialami para pelayan Altar ini ada macam-macam penyebabnya, di antaranya kecewa dengan para Imam, atau mungkin terjadi konflik dengan sesama rekan paroki; di mana pihak yang lebih punya power (lebih dekat dengan hirarki) biasanya yang memenangkan perkara dan kaum2 yg lebih lemah akhirnya merasa diperlakukan tidak adil. kalau sampai para barisan sakit hati ini tenggelam… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fransisca maria
9 years ago

Salam Fransisca, Ya, mungkin benar apa yang Anda sampaikan, bahwa dapat terjadi orang-orang yang tadinya aktif melayani di Gereja kemudian meninggalkan iman mereka, karena sakit hati ataupun mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan di paroki, entah dengan imam atau dengan sesama umat. Padahal sesungguhnya gesekan ini merupakan kesempatan untuk mendewasakan iman, dan menguji kemurnian hati dalam melayani Tuhan. Demikianlah pentingnya penghayatan iman bagi semua orang yang terlibat dalam pelayanan ataupun karya kerasulan di Gereja. Sebab gesekan antar pribadi memang dapat saja muncul karena faktor kelemahan manusia, namun kalau kita sungguh-sungguh memahami ajaran iman kita dan menghayatinya, maka masalah-masalah ini tidak akan… Read more »

Imanuel
Imanuel
10 years ago

Syalom,
Mohon materi dan pembahasan pendalaman iman dalam bulan kitab suci nasional tahu 2013 khususnya pertemuan ke 4 tentang keluarga sebagai sarana menuju kesucian.
Terima kasih.

[Dari Katolisitas: Silakan untuk membaca terlebih dahulu artikel:
Perkawinan Katolik vs Perkawinan Dunia
Seruan Familiaris Consortio
Peran orang tua dalam pembinaan iman anak
Keluarga Kristiani sebagai Ecclesia domestica
Kemurnian dalam Perkawinan

Mohon maaf memang kami tidak mengulas secara khusus tema ke-4 itu. Namun tentang kekudusan dalam keluarga, telah dibahas dalam artikel-artikel di link-link tersebut.]

tata
tata
10 years ago

bagaimana dengan suatu keluarga, di mana sang ibu adalah seorang katolik sedangkan suami adalah non katolik [Dari Katolisitas: Sejujurnya, ini adalah tantangan dan konsekuensi yang sudah harus disadari oleh pihak wanita yang Katolik yang mau menikah dengan pria yang tidak Katolik. Keadaan yang tidak ideal ini pasti akan berpengaruh dalam cara pendidikan anak, dan akan membuat tanggungjawab ibu menjadi lebih berat dalam mendidik anak-anak secara Katolik. Namun jika ini disadari oleh pihak ibu, untuk mengambil peran sebagai imam bagi anak-anaknya, dan ini sudah diketahui dan disetujui oleh pihak suaminya (karena perkawinan beda agama/ beda gereja yang disahkan secara Katolik mensyaratkan… Read more »

FX. Marsudi
FX. Marsudi
10 years ago

Syalom, Stef & Ingrid. Terima kasih atas artikelnya untuk menjawab pertanyaan saya. Maaf, baru sekarang saya bisa mengunjungi Anda lagi, dan menanggapi artikel di atas. 1.Dalam artikel ini Anda ingin menyampaikan betapa besar peran ayah sebagai imam keluarga. Tapi, Anda sendiri mengecilkan artinya dengan hanya sebatas peran seperti pada butir 7 dalam artikel ‘Dalamnya makna tanda salib’. 2.Tulisan yang Anda cetak tebal justru menekankan peran imamat bersama di dalam keluarga. Sedangkan, kutipan dari PL, untuk zaman sekarang, lebih tepat disebut sebagai imamat jabatan, seperti halnya di dalam Gereja Katolik. 3.Beberapa contoh bahwa ayah bukan (belum?) sebagai imam keluarga satu- satunya.… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  FX. Marsudi
10 years ago

Shalom FX. Marsudi, Sesungguhnya peran ayah sebagai imam dalam keluarga, adalah konsekuensi logis dari ajaran Katekismus, bahwa keluarga adalah Gereja rumah tangga/ ecclesia domestica (KGK 1656, 2204). Sebagaimana Kristus adalah Kepala Gereja-Nya (yaitu Gereja Katolik, sebagai Keluarga Tuhan), demikian pula, para suami adalah kepala Gereja rumah tangga (yaitu keluarganya sendiri). Sebagaimana dalam Gereja di dunia ini dipimpin oleh Paus (artinya: bapa) atas nama Kristus yang berperan sebagai imam bagi seluruh Gereja, demikian pula, keluarga, yang merupakan ‘Gereja kecil’ tersebut juga dipimpin oleh sang ayah/bapa, yang berperan sebagai imam bagi keluarga tersebut. Sebagaimana kepemimpinan Paus sebagai imam dalam Gereja, tidak meniadakan… Read more »

FX. Marsudi
FX. Marsudi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Shalom, Bu Ingrid. Terima kasih atas penjelasan Anda yang panjang lebar, sekaligus tentunya ikut andil menguras energi Anda. Sekiranya saya boleh memberi usul. 1. Agar artikel-artikel katolisitas.org dapat dijadikan pedoman umat yang setara dengan Ajaran Gereja, mungkinkah memintakan persetujuan (imprimatur/nihil obstat) dari Bapak Uskup setempat, seperti halnya publikasi berupa buku? 2. Jika topik di atas sekiranya Anda anggap mendesak untuk didengungkan kembali kepada keluarga-keluarga Katolik, apa tidak sebaiknya Anda mengusulkan kepada KWI agar para Uskup memasukkan topik ini dalam materi Kursus Perkawinan di wilayah masing-masing, seperti halnya KBA? Fakta yang saya lihat, dalam pertemuan-pertemuan keluarga untuk pembekalan penerimaan Sakramen di… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  FX. Marsudi
10 years ago

Shalom FX Marsudi, 1. Artikel-artikel di situs ini memang tidak/ belum memiliki nihil obstat dan imprimatur. Secara umum, nampaknya belum menjadi standar pewartaan di dunia internet, bahwa setiap artikel diberi nihil obstat dan imprimatur, maka sepertinya juga belum umum diberlakukan di situs- situs/ blog Katolik berbahasa Indonesia. Walaupun demikian, memang sudah ada situs Katolik yang melakukannya, misalnya beberapa artikel di situs Catholic Answers dan New Advent Encyclopedia. Ide Anda untuk mengusahakan nihil obstat dan imprimatur bagi artikel-artikel di situs ini adalah ide yang baik, dan mungkin memang dapat dicoba. Namun sekalipun diperoleh nihil obstat dan imprimatur, artikel-artikel tersebut tidak dapat… Read more »

FX. Marsudi
FX. Marsudi
10 years ago

Shalom Katolisitas,
Saya baru tahu ada istilah “ayah sebagai imam keluarga” dalam ajaran Katolik.Selama ini saya belum pernah mendengar istilah tersebut, baik saat katekumenat; kursus perkawinan; homili-homili misa; maupun dalam pertemuan lingkungan/paroki. Dan, belum juga saya jumpai dalam buku-buku Katolik yang pernah saya baca. …[edit] Boleh dijelaskan apa maksud “ayah sebagai imam keluarga?”. Ajaran Gereja Katolikkah?
Terima kasih.

[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik]

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
15
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x