Katolik mengubah hari Sabat ke hari Minggu?

Dikatakan dalam Kitab Keluaran “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat” (lih. Kel 20:8; bdk Ul 5:12; Yeh 20:20). Yesus sendiri menyatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat 5:17). Nah timbul pertanyaan, jika dalam PL dikatakan perintah untuk menguduskan hari Sabat dan Yesus tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat,  mengapa sekarang umat Kristen secara umum beribadah pada hari Minggu?

Sabat DALAM PERJANJIAN LAMA

Pertama, mari kita lihat apa itu Sabat. Sabat (Ibrani: shabbath)  dimulai dari hari Jumat sore (matahari terbenam) sampai Sabtu sore (matahari terbenam). Prinsipnya, Allah menginginkan manusia menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari yang dikuduskan Allah dan Ia berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11). Karena itu, Allah pun melarang umat-Nya bekerja pada hari Sabat (Kel 20:9-11). Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah, sebagai perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel 31:17).  Allah  memerintahkan manusia agar memelihara hari Sabat (Im 19:3, 30) dan menghukum mati yang melanggarnya (lih. Kel 31:14; Kel 31:15; Bil 15:32-36).

Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan Perjanjian Lama

Namun demikian, Yesus sendiri menunjukkan bahwa Ia mengatasi hari Sabat. Beberapa kali Ia menolak pandangan kaum Farisi  dan  menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mrk 2:27). Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela murid-Nya ketika mereka mengambil makanan di ladang, dengan mengacu kepada apa yang dilakukan oleh Daud (Mat 12:3; Mrk 2:25; Luk 6:3; Luk 14:5). Selanjutnya Rasul Paulus menegaskan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol 2:16; Gal 4:9-10; Rom 14:5-6). Demikian pula Rasul Yohanes menuliskan wahyu yang diterimanya pada hari Tuhan (Why 1:10).

Maka, Gereja merayakan liturgi khususnya pada hari Minggu karena hari Minggu (hari pertama dalam minggu) adalah hari Kebangkitan Yesus yang menjadi pusat dan inti Misteri iman Kristiani. Maka tak mengherankan jika liturgi berpusat pada hari Minggu. dan memuncak pada Masa Paska, yaitu perayaan Misteri sengsara dan wafat Kristus, yang menghantar kepada kemenangan atas maut dalam kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga. Sebab dikatakan: “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1Kor 15:14,17).

Nah, bagaimana dengan hari Sabat?  Memang dalam PL, dituliskan perintah untuk menguduskan hari Sabat (lih. Kel 20:8), yaitu hari dimana Tuhan beristirahat setelah penciptaan (lih. Kej 2:3). Namun Kitab Suci sendiri menyatakan bahwa apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama adalah gambaran yang akan digenapi dalam Perjanjian Baru. Demikian kata Rasul Paulus, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus” (Kol 2:16-17). Juga, “Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakikat dari keselamatan itu sendiri…” (Ibr 10:1). “Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun.” (Gal 3:23-25)

Maka aturan Sabat maupun sunat jasmani yang menjadi salah satu pusat hukum Taurat di Perjanjian Lama merupakan bayangan akan keselamatan sesungguhnya yang dikaruniakan Allah melalui sengsara, wafat, kebangkitan Kristus [Misteri Paska Kristus], yang menjadi dasar dan inti iman Kristiani. Setelah itu digenapi di dalam Kristus, hukum Taurat tentang Sabat dan sunat itu tidak lagi mengikat umat beriman.

1) Baptisan ~ Sunat Rohani

Karunia iman Kristen ini diberikan/ dinyatakan dalam Baptisan yang merupakan “sunat Kristus yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa” (Kol 2:11). Baptisan menggenapi makna sunat jasmani [yang diwujudkan dengan penanggalan kulit khatan] dalam Perjanjian Lama. Di PB, penanggalan seluruh tubuh yang berdosa itu adalah pertobatan: mati terhadap dosa. Kita dikuburkan dalam Baptisan agar dibangkitkan oleh iman akan kuasa Allah yang membangkitkan Yesus dari mati (lih. Kol 2:12).

2) Hari Minggu sebagai Hari Tuhan menggenapi makna Sabat

Demikian pula tentang Sabat. Hari Sabat—hari ke tujuh dalam minggu mengacu kepada hari istirahat di akhir Penciptaan. Sedangkan hari Minggu adalah hari ke-delapan/ hari pertama dalam minggu, mengacu kepada Penciptaan. Karena oleh misteri Paskah Kristus, kita menjadi ciptaan yang baru: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2Kor 5:17). Makna istirahat dari pekerjaan tetap ada, tetapi bukan itu saja, melainkan mengarah kepada puncak dari maksud Allah menciptakan segala sesuatu: yaitu untuk dijadikan semuanya menjadi ciptaan baru di dalam Kristus.

Peringatan puncak Misteri Paska yaitu Kebangkitan pada hari Minggu, juga ditunjukkan oleh Kristus sendiri. Ia bangkit dari mati pada hari pertama Minggu (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1), menampakkan diri kepada para rasul dan memecah roti juga pada hari yang sama (Luk 24:13-36; Yoh 20:19), dan kemudian pada kesempatan berikutnya (Yoh 20:26). Tak mengherankan bahwa para rasul melestarikan perayaan kenangan akan Kristus pada hari pertama minggu dan bukannya pada hari ketujuh.  Di Kisah Para Rasul, tertulis: “Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul (synaxis) untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya….” (Kis 20:7, bdk 1 Kor 16:2).

Selanjutnya, perayaan Hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan Sabat (hari terakhir dalam minggu). Sebab kita tidak dapat kembali kepada gambaran atau bayang-bayang yang bukan hakikat keselamatan (lih. Ibr 10:1), setelah hakikat keselamatan itu sendiri sudah digenapi di dalam Kristus.

Dasar dari Kitab Suci tentang perayaan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan

Berikut ini adalah ayat-ayat Kitab Suci yang menjadi dasar ajaran  Gereja untuk merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu, sebagaimana dipaparkan oleh St. Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya, Dies Domini:

“20. …. Kebangkitan Yesus Kristus dari kematian terjadi pada “hari pertama setelah hari Sabat” (Mrk 16:2, 9; Luk 24:1; Yoh 20:1). Pada hari yang sama, Tuhan yang bangkit menampakkan diri kepada dua orang murid ke Emaus (lih. Luk 24:13-35) dan kepada kesebelas Rasul yang berkumpul bersama (cf. Luk 24:36; Yoh 20:19). Seminggu kemudian -seperti yang dihitung oleh Injil Yohanes (lih. Yoh 20:26)-  para murid berkumpul kembali sekali lagi, ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membuat-Nya dikenali oleh Tomas, dengan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda dari Sengsara-Nya. Hari Pentakosta -hari pertama dari delapan minggu setelah Paska Yahudi (lih. Kis 2:1), ketika janji yang dibuat oleh Yesus kepada para Rasul setelah Kebangkitan-Nya digenapi dengan pencurahan Roh Kudus (lih. Luk 24:49; Kis1:4-5)- juga terjadi pada hari Minggu. Ini adalah hari proklamasi yang pertama dan Baptisan yang pertama: Petrus mengumumkan kepada orang-orang yang berkerumun bahwa Kristus telah bangkit dan “mereka yang menerima sabda-Nya dibaptis” (Kis 2:41). Ini adalah hari epifani Gereja, dinyatakan sebagai bangsa yang di dalamnya anak-anak Allah yang terpencar dikumpulkan dalam kesatuan, melampaui semua perbedaan mereka.

21. Adalah untuk alasan ini maka sejak dari zaman para Rasul, “hari pertama setelah hari Sabat”, hari pertama minggu, mulai membentuk ritme kehidupan bagi para rasul Kristus (lih. 1Kor 16:2). “Hari pertama setelah hari Sabat” adalah juga hari di mana jemaat di Troas berkumpul “untuk memecahkan roti”, ketika Paulus mengucapkan perpisahan dan secara mukjizat menghidupkan Eutikhus kembali (lih. Kis 20:7-12). Kitab Wahyu memberikan bukti praktek untuk menyebut hari pertama minggu sebagai “Hari Tuhan” (Why 1:10). Ini kini menjadi sebuah ciri yang membedakan umat Kristen dari dunia di sekitar mereka… Dan ketika umat Kristen menyebut “Hari Tuhan”, mereka memberikan kepada istilah ini arti yang penuh dari pemberitaan Paskah: “Yesus Kristus adalah Tuhan” (Flp 2:11; lih. Kis 2:36; 1Kor 12:3). Maka Kristus diberi gelar yang sama, yang oleh kitab Septuaginta biasanya digunakan untuk menerjemahkan apa yang dalam wahyu Perjanjian Lama adalah nama Tuhan yang melampaui segala ucapan: YHWH.

22. Di masa Kristen awal, ritme mingguan dari hari-hari, umumnya tidak menjadi bagian kehidupan di kawasan di mana Injil tersebar, dan hari-hari perayaan kalender Yunani dan Romawi tidak bertepatan dengan hari Minggu-nya umat Kristen. Maka, untuk umat Kristen, adalah sangat sulit untuk melaksanakan/ menerapkan Hari Tuhan pada suatu hari tertentu dalam setiap minggu. Hal ini menjelaskan mengapa umat beriman harus berkumpul sebelum matahari terbit. Namun demikian kesetiaan terhadap ritme mingguan kemudian menjadi norma, sebab hal itu berdasarkan atas Perjanjian Baru dan berkaitan dengan wahyu Perjanjian Lama. Ini sungguh digarisbawahi oleh para Apologist dan para Bapa Gereja dalam tulisan-tulisan dan khotbah mereka, di mana dalam mengatakan Misteri Paska, mereka menggunakan teks Kitab Suci yang sama, yang menurut kesaksian St. Lukas (lih. Luk 24:27, 44-47), Kristus yang bangkit sendiri telah menjelaskan kepada para murid. Menurut terang teks-teks ini, perayaan hari Kebangkitan tersebut memperoleh nilai doktrinal dan simbolis yang mampu menyatakan keseluruhan misteri Kristiani dalam segalanya yang baru.

23. Adalah ke-baru-annya [Misteri Kristiani] ini yang dalam katekese abad-abad pertama ditekankan sebagaimana diarahkan untuk menunjukkan keutamaan hari Minggu dibandingkan dengan Sabat Yahudi. Adalah di hari Sabat bangsa Yahudi harus berkumpul di sinagoga dan untuk beristirahat dengan cara yang ditentukan oleh hukum Taurat. Para Rasul, secara khusus St. Paulus, pada awalnya terus hadir di sinagoga sehingga di sana mereka dapat mewartakan Yesus Kristus, menjelaskan “perkataan nabi-yang dibacakan setiap hari Sabat” (Kis 13:27). Sejumlah komunitas [jemaat] melaksanakan Sabat sementara juga merayakan hari Minggu. Namun demikian, segera, kedua hari mulai dibedakan dengan lebih jelas, utamanya sebagai reaksi terhadap tuntutan sejumlah orang Kristen yang berasal dari kaum Yahudi, yang membuat mereka cenderung untuk mempertahankan kewajiban hukum Taurat yang lama …. Pembedaan hari Minggu dari Sabat Yahudi bahkan bertumbuh lebih kuat dalam pemahaman Gereja, meskipun terdapat masa dalam sejarah, ketika, karena kewajiban istirahat Minggu begitu ditekankan, sehingga Hari Tuhan cenderung menjadi mirip dengan hari Sabat. Tambahan lagi, terdapat kelompok-kelompok dalam kalangan Kristen yang melakukan baik Sabat maupun Minggu sebagai “dua hari yang bersaudara.”

24. Perbandingan hari Minggu Kristen dengan hari Sabat menurut visi Perjanjian Lama mendorong besarnya perhatian pandangan-pandangan teologis. Secara khusus, di sana timbul kaitan yang unik antara Kebangkitan dan Penciptaan. Pandangan Kristen secara spontan menghubungkan Kebangkitan Kristus, yang terjadi “di hari pertama minggu itu”, dengan hari pertama dari hari kosmik (lih. Kej 1:1-24) yang membentuk kisah Penciptaan di Kitab Kejadian: hari penciptaan terang (lih. Kej 1:3-5). Kaitan ini mengundang sebuah pemahaman Kebangkitan sebagai awal dari ciptaan yang baru, buah-buah sulung yang tentangnya Kristus yang mulia adalah, “yang sulung dari segala ciptaan” (Kol 1:15) dan “yang sulung dari antara orang mati” (Kol 1:18).

25. Akibatnya, hari Minggu adalah hari di atas semua hari yang lain, yang memanggil umat Kristen untuk mengingat keselamatan yang diberikan kepada mereka dalam Baptisan dan yang telah membuat mereka baru di dalam Kristus. “…Dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati… (Kol 2:12; lih. Rom 6:4-6). Liturgi menggarisbawahi dimensi baptis dari hari Minggu, baik dengan menyebutnya sebagai perayaan baptisan- sebagaimana pada Malam Paska- pada suatu hari dalam minggu “ketika Gereja memperingati Kebangkitan Tuhan”, dan dengan menganjurkan pemercikan air suci sebagai ritus tobat yang layak di awal Misa, yang mengingatkan akan saat Baptisan yang melaluinya lahirlah semua kehidupan Kristiani.” ( St. Paus Yohanes Paulus II, Dies Domini, 20-25)

Dasar dari Tradisi Suci: Ajaran para Bapa Gereja

Memang pada awalnya, sejumlah para murid merayakan ibadah pada hari Sabat dan hari Minggu, namun segera di zaman Gereja awal jemaat telah beribadah pada hari Minggu untuk memperingati dan merayakan hari Kebangkitan Kristus, sebagai penggenapan makna hari Sabat Perjanjian Lama. Demikianlah, para Bapa Gereja membandingkan hukum Sabat dengan hukum sunat; dan  seperti halnya para Rasul tidak lagi memberlakukan sunat (Kis 15, Gal 5:1-6) demikian pula halnya dengan Sabat.

Ibadah pada hari Minggu  telah dilakukan oleh jemaat perdana, sebagaimana diketahui dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja:

1. Didache (70)

“Tetapi setiap hari Tuhan…. berkumpullah kamu bersama dan pecahkanlah roti, dan mengucap syukurlah setelah mengakukan dosa-dosamu, supaya kurbanmu menjadi murni. Tetapi jangan ada seorang yang berselisih dengan sesama saudara yang datang bersama denganmu, sebelum mereka berdamai, supaya kurbanmu tidak menjadi profan.” (Didache 14)

2. St. Barnabas (74)

“Kami merayakan hari kedelapan (Minggu) dengan sukacita, yaitu hari di mana Yesus bangkit dari kematian.” (Letter of Barnabas 15:6–8)

3. St. Ignatius dari Antiokhia (35-107)

Dalam suratnya kepada jemaat di Magnesia, St. Ignatius mengatakan: “Jika mereka yang hidup di keadaan terdahulu harus datang menuju pengharapan yang baru, dengan tidak lagi menerapkan hari Sabat tetapi melestarikan Hari Tuhan, [yaitu] pada hari hidup kita telah muncul melalui Dia dan kematian-Nya …., rahasia/ misteri itu, yang darinya kita menerima iman kita, dan di dalamnya kita berteguh agar dapat dinilai sebagai para murid Kristus, Pemilik kita satu-satunya, bagaimana mungkin kita lalu dapat hidup tanpa-Nya, sedangkan faktanya, para nabi juga, sebagai para murid-Nya di dalam Roh Tuhan, menantikan Dia sebagai Pemilik [mereka]?” (St. Ignatius, To the Magnesians 9, 1-2: SC 10, 88-89.)

4. St. Yustinus Martir (150-160)

Dan pada hari yang disebut Minggu, semua yang hidup di kota maupun di desa berkumpul bersama di satu tempat, dan ajaran-ajaran para rasul atau tulisan- tulisan dari para nabi dibacakan, sepanjang waktu mengijinkan; lalu ketika pembaca telah berhenti, pemimpin ibadah mengucapkan kata- kata pengajaran dan mendorong agar dilakukannya hal- hal yang baik tersebut. Lalu kami semua berdiri dan berdoa, dan seperti dikatakan sebelumnya, ketika doa selesai, roti dan anggur dan air dibawa, dan pemimpin selanjutnya mempersembahkan doa- doa dan ucapan syukur… dan umat menyetujuinya, dengan mengatakan Amin, dan lalu diadakan pembagian kepada masing- masing umat, dan partisipasi atas apa yang tadi telah diberkati, dan kepada mereka yang tidak hadir, bagiannya akan diberikan oleh diakon. Dan mereka yang mampu dan berkehendak, memberikan (persembahan) yang dianggap layak menurut kemampuan mereka, dan apa yang dikumpulkan oleh pemimpin, ditujukan untuk menolong para yatim piatu dan para janda dan mereka yang, karena sakit maupun sebab lainnya, hidup berkekurangan, dan mereka yang ada dalam penjara dan orang asing di antara kami, pendeknya, ia (pemimpin) mengatur [pertolongan bagi] semua yang berkekurangan. Tetapi hari Minggu adalah hari di mana kami mengadakan ibadah bersama, sebab hari itu adalah hari yang pertama, yaitu pada saat Tuhan, …. telah menciptakan dunia; dan Yesus Kristus Penyelamat kita pada hari yang sama telah bangkit dari mati. Sebab Ia telah disalibkan pada hari sebelum hari Saturnus (Sabtu); dan pada hari setelah hari Saturnus itu, yaitu hari Minggu, setelah menampakkan diri kepada para rasul dan murid-Nya, Ia mengajarkan kepada mereka hal- hal ini…..” (St. Justin, First Apology, ch. 67)

5. Tertullian (203)

“… Sebab jika sunat memurnikan seseorang, karena Tuhan menciptakan Adam tak disunat, mengapa Ia tidak menyunatkan Adam setelah ia berdosa, jika sunat memurnikan?… Maka karena Tuhan menciptakan Adam tak disunat dan tak menerapkan Sabat, demikian juga Habel, yang mempersembahkan kurban, juga tak disunat dan tak menerapkan Sabat, namun dipuji oleh Tuhan (lih. Kej 4:1-7, Ibr 11:4)… juga Nuh, tak disunat, dan tak menerapkan Sabat, Tuhan membebaskannya dari air bah. Sebab Henokh juga, orang yang paling benar, tidak disunat dan tak menerapkan Sabat, diangkat dari dunia, yang tidak mengalami kematian, menjadi kandidat bagi kehidupan kekal, ia menunjukkan kepada kita bahwa kita juga dapat, tanpa beban hukum Musa, berkenan kepada Tuhan” (Tertullian, An Answer to the Jews 2)

6.Teks Didascalia (abad ke-3)

“Para Rasul selanjutnya menentukan: Pada hari pertama dalam minggu, biarlah diadakan ibadah, dan pembacaan Kitab Suci, dan kurban (kurban Misa), sebab pada hari pertama minggu [hari Minggu] Tuhan kita bangkit dari tempat orang mati, dan di hari pertama minggu Ia bangkit ke atas dunia, dan di hari pertama minggu, Ia naik ke Surga, dan di hari pertama minggu Ia akan datang kembali di akhir nanti dengan para malaikat surgawi.” (Didascalia, II)

“Tinggalkan segala sesuatu pada Hari Tuhan…, dan berlarilah dengan rajin kepada Ibadahmu, sebab itu adalah pujian bagi Tuhan. Jika tidak, dalih apakah yang mereka buat di hadapan Tuhan, mereka yang tidak bersekutu pada Hari Tuhan untuk mendengarkan sabda kehidupan dan makan santapan rohani yang bertahan selamanya?” (Didascalia, II, 59, 2-3: ed. F. X. Funk, 1905, pp. 170-171.)

7. Pernyataan para martir di zaman Diocletian (sekitar tahun 303)

Di zaman penganiayaan Diocletian di sekitar tahun 303, perkumpulan jemaat dilarang dengan keras, namun banyak di antara mereka dengan berani menentang dekrit kerajaan Roma, dan menerima kematian daripada kehilangan kesempatan mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu, sebagaimana disebutkan oleh St. Yustinus sebagai “Ibadah Minggu/ the Sunday Assembly“. Inilah yang terjadi pada para martir di Abitinam di Prokonsular Afrika, yang menjawab demikian kepada para penganiaya mereka: “Tanpa takut apapun kami merayakan Perjamuan Tuhan, sebab hal itu tak dapat dilewati, itu adalah hukum kami; Kami tak dapat hidup tanpa Perjamuan Tuhan.” Salah satu dari para martir itu mengatakan, “Ya, saya pergi ke Ibadah, dan merayakan Perjamuan Tuhan, dengan saudara-saudariku, sebab aku seorang Kristen.” (Acta SS. Saturnini, Dativi et aliorum plurimorum Martyrum in Africa, 7, 9, 10: PL 8, 707, 709-710.)

8. Eusebius dari Kaisarea (312)

“Mereka [para orang kudus di zaman awal Perjanjian Lama] tidak melakukan sunat tubuh, demikian pula kita [umat Kristen]. Mereka tidak menerapkan Sabat, demikian juga kita. Mereka tidak pantang jenis-jenis makanan tertentu, juga mereka tidak membedakan hal-hal lain yang disampaikan oleh Musa untuk diturunkan sebagai simbol-simbol; demikian pula, umat Kristen di masa sekarang tidak melakukan hal-hal itu.” (Eusebius, Church History 1:4:8)

“Hari terang-Nya (Kristus) … adalah hari kebangkitan-Nya dari mati, yang… adalah satu-satunya dan hari yang sungguh  kudus dan hari Tuhan, lebih baik daripada hari apapun yang umumnya kita pahami, dan lebih baik dari hari-hari yang dikhususkan oleh hukum Musa untuk perayaan-perayaan, bulan baru, dan Sabat, yang dikatakan oleh Rasul Paulus sebagai bayangan dari hari-hari … [bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus (Kol 2:17)] (Proof of the Gospel 4:16:186)

9. St. Athanasius (345)

“Hari Sabat adalah akhir dari penciptaan yang pertama, sedangkan hari Tuhan adalah awal dari penciptaan yang kedua, di mana Ia memperbaharui dan memperbaiki yang lama, dengan cara yang sama seperti Ia menentukan bahwa mereka harus menerapkan Sabat sebagai peringatan akan akhir dari penciptaan pertama, maka kita menghormati hari Tuhan sebagai peringatan akan penciptaan yang baru.” (St. Athanasius, On Sabbath and Circumcision 3)

10. St. Sirilus dari Yerusalem (Catechetical Lectures 4:37)

“Jangan kamu jatuh ke sekte Samaria atau  sekte Judaisme, sebab Yesus Kristus telah menebus kamu. Hindarilah pelaksanaan Sabat dan menyebut daging apapun sebagai halal atau haram” (Catechetical Lectures 4:37)

11. St. Basil (329-379)

St. Basilus menjelaskan bahwa hari Minggu melambangkan hari yang sungguh-sungguh satu-satunya yang akan sesuai dengan saat ini, suatu hari tanpa akhir yang tidak mengenal senja maupun pagi, suatu masa yang tak akan punah, yang tak akan menjadi tua; Minggu adalah nubuat kehidupan tanpa akhir yang memperbarui pengharapan umat Kristen dan menguatkan mereka di sepanjang jalan mereka. (St. Basil, Cf. On the Holy Spirit, 27, 66: SC 17, 484-485)

12. Konsili Laodikia (360)

“Orang-orang Kristen jangan menjadi kaum Yahudi dan tidak melakukan apa-apa pada hari Sabat, tetapi harus bekerja pada hari itu; namun demikian, mereka harus, secara khusus menghormati hari Tuhan, dan jika mungkin, tidak bekerja pada waktu itu, sebab mereka adalah orang-orang Kristen.” (Canon 29)

13. St. Hieronimus (347-420)

Sunday is the day of the Resurrection, it is the day of Christians, it is our day, Hari Minggu adalah hari Kebangkitan [Kristus], hari itu adalah hari umat Kristen, itu adalah hari kita.” (St. Jerome, In Die Dominica Paschae II, 52: CCL 78, 550.)

14. St. Yohanes Krisostomus (387)

“Ketika Ia [Tuhan] bersabda, “Jangan membunuh…” Ia tidak menambahkan, “sebab pembunuhan adalah sesuatu yang jahat.” Alasannya adalah bahwa hati nurani telah mengajarkan ini sebelumnya, dan maka Ia berkata, seperti kepada mereka yang tahu dan mengerti hal ini. Maka ketika Ia bersabda tentang perintah yang lain, yang tidak diketahui oleh kita melalui hati nurani, Ia tidak hanya melarang tetapi memberikan alasannya. Ketika, contohnya, Ia memberi perintah tentang Sabat, “Pada hari ketujuh, janganlah kamu bekerja”- Ia menerangkan pula alasannya mengapa demikian. Apakah ini? “Sebab pada hari ketujuh Tuhan beristirahat dari semua pekerjaan-Nya yang telah Ia lakukan” (lih. Kej 20:10-11) … Sebab untuk maksud apa, aku bertanya, Ia menambahkan alasan untuk menghormati Sabat, tetapi tidak melakukannya ketika melarang pembunuhan? Sebab perintah ini bukanlah merupakan perintah-perintah yang terpenting. Itu tidak termasuk perintah yang secara akurat ditentukan oleh hati nurani kita, tetapi sesuatu yang partial dan sementara, dan karena itu tidak diberlakukan kemudian. Tetapi perintah-perintah yang penting dan mendukung kehidupan kita adalah berikut ini: “Jangan membunuh… jangan berbuat zinah…. jangan mencuri.” Pada hal ini, Ia tidak menambahkan alasan, atau memberikan instruksi apapun tentang hal itu, tetapi sudah cukup dengan larangan yang apa adanya (bare).” (St. John Chrysostom, Homilies on the Statutes 12:9)

“Kamu telah mengenakan Kristus, kamu telah menjadi anggota Tuhan dan telah termasuk dalam kota surgawi, dan kamu masih tunduk takut dalam hukum itu [hukum Musa]?  Bagaimana mungkin kamu mencapai Kerajaan Allah? Dengarkanlah perkataan Rasul Paulus, bahwa pelaksanaan hukum Musa mengabaikan Injil, dan pelajarilah, jika kamu mau, bagaimana hal ini dapat terjadi, dan gemetarlah dan hindarilah jebakan ini. Mengapa kamu menerapkan Sabat dan berpuasa dengan orang- orang Yahudi?” (St. John Chrysostom, Homilies on Galatians 2:17)

“Ritus sunat dihormati dalam ketentuan Yahudi, …. dan Sabat lebih rendah tingkatannya dari sunat… Ini [sunat] dianggap lebih agung daripada Sabat, sebab tidak dihapuskan pada waktu-waktu tertentu. Maka ketika sunat tidak dilakukan lagi, terlebih lagi Sabat.” (St. John Chrysostom, Homilies on Philippians 10)

15. Konstitusi Apostolik (400)

“Dan pada hari kebangkitan Tuhan yaitu Hari Tuhan, berkumpullah dengan rajin, memuji Tuhan yang oleh Kristus menciptakan alam semesta, dan mengutus-Nya kepada kita, dan dengan rela membiarkan Ia menderita, dan membangkitkan-Nya dari kematian. Kalau tidak,  pembelaan apa yang akan Ia buat kepada Allah, bagi mereka yang tidak bersekutu pada hari itu [hari Tuhan]… yang di dalamnya dibacakan bacaan dari para nabi, pewartaan Injil dan kurban penebusan, karunia makanan yang kudus…” (Apostolic Constitutions 2:7:60)

16. St. Agustinus (354-430)

St. Agustinus, juga mengajarkan tentang hari Minggu sebagai Hari Tuhan, sebagai berikut: “Oleh karena itu, Tuhan juga telah menempatkan meterai-Nya pada hari-Nya, yang adalah hari ke-tiga setelah Sengsara-Nya. Namun demikian, dalam siklus mingguan, hari itu [Minggu] adalah hari ke-delapan setelah hari ke-tujuh, yaitu hari setelah hari Sabat, dan hari yang pertama dalam minggu.” (St. Augustine, Sermon 8 in the Octave of Easter 4: PL 46, 841.)

“Sekarang, …  manakah di antara kesepuluh perintah ini, kecuali pelaksanaan Sabat, yang harus tidak dilakukan oleh seorang Kristen… Manakah dari perintah-perintah ini yang orang katakan umat Kristen harus tidak melaksanakannya? … Bukanlah hukum yang ditulis di atas kedua loh batu itu yang dijabarkan oleh Rasul Paulus sebagai ‘hukum tertulis yang mematikan’ (2Kor 3:16), tetapi hukum sunat dan ritus-ritus lainnya yang kini tidak berlaku.” (St. Agustinus, The Spirit and the Letter 24)

Dalam pengajarannya tentang akhir zaman, yang menggenapi simbolisme akhir dari hari Sabat, St. Agustinus menyimpulkan hari akhir itu sebagai, “kedamaian dari ketenangan, kedamaian Sabat, sebuah kedamaian tanpa senja.” (St. Augustine, Confession, 13, 50: CCL 27, 272.) Dengan merayakan hari Minggu, baik sebagai hari pertama dan hari kedelapan, umat Kristiani diarahkan kepada tujuan akhir kehidupan kekal. (cf. St. Augustine, Epistle. 55, 17: CSEL 34, 188)

17. St. Gregorius Agung (597)

“Telah sampai ke telingaku bahwa orang- orang tertentu dengan roh yang menyimpang telah menebarkan di antara kamu sesuatu yang salah dan berlawanan dengan iman yang kudus, dengan melarang pekerjaan apapun untuk dilakukan pada hari Sabat. Dengan apakah aku akan menyebut orang-orang ini selain pengkhotbah antikristus, yang ketika datang akan menyebabkan hari Sabat seperti hari Tuhan, harus dibebaskan dari semua pekerjaan. Sebab ia [sang Antikristus] berpura-pura mati dan bangkit lagi, ia menghendaki agar hari Tuhan dihormati; dan karena ia mengharuskan orang-orang untuk menjadi Yahudi, supaya ia mengembalikan lagi ritus hukum Musa, dan untuk menundukkan pengkhianatan kaum Yahudi, ia menghendaki hari Sabat untuk diterapkan. Sebab ini yang dikatakan nabi, “Janganlah membawa barang-barang melalui pintu-pintu gerbang kota ini pada hari Sabat (Yer 17:24) dapat dipegang sepanjang itu diperbolehkan oleh hukum untuk dilakukan sesuai dengan apa yang tertulis. Tetapi setelah itu, rahmat Allah yang mahabesar, Tuhan kita Yesus Kristus, telah muncul, perintah-perintah hukum yang dikatakan secara figuratif tidak dapat dilakukan sesuai dengan apa yang tertulis. Sebab jika barangsiapa mengatakan bahwa ini tentang Sabat adalah harus dilakukan, ia harus juga mengatakan bahwa kurban-kurban binatang juga harus dilakukan. Ia juga harus berkata juga, bahwa perintah tentang sunat tubuh harus juga dipertahankan. Tetapi biarlah ia mendengar Rasul Paulus berkata menentang dia: “Jika kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu (Gal 5:2)” (St. Gregory the Great, Letters 13:1)

Maka menurut Paus Yohanes Paulus II,  mengutip pengajaran para Bapa Gereja di atas: “Maka, lebih dari “penggantian” bagi hari Sabat, hari Minggu adalah penggenapannya, dan dalam arti tertentu adalah kelanjutannya dan ekspresi yang penuh dalam pengungkapan sejarah keselamatan menurut ketentuan, yang mencapai puncaknya di dalam Kristus.” (Paus Yohanes Paulus II, Surat Apostolik, Dies Domini, 59). Tak mengherankan jika Konsili-konsili para Uskup pun menetapkan bahwa hari Minggu adalah hari Ibadah bagi umat Kristen, dimulai dari Konsili Elvira (300), Konsili Laodikia (abad ke-4), Konsili Orleans (538).

Dasar dari ajaran Magisterium Gereja Katolik

Berikut ini adalah apa yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik tentang hari Sabat dan Hari Tuhan:

KGK 2168  Perintah ketiga dari dekalog menekankan kekudusan Sabat. “Hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi Tuhan” (Kel 31:15).

KGK 2169  Dalam hubungan ini, Kitab Suci mengenangkan perbuatan penciptaan: “Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (Kel 20:11).

KGK 2170 Alkitab melihat dalam hari Tuhan juga satu peringatan akan pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir: “Sebab haruslah kau ingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh Tuhan, Allahmu, dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ul 5:15).

KGK 2171  Allah telah percayakan Sabat kepada Israel supaya ia mematuhinya sebagai tanda perjanjian yang tidak dapat diputuskan (Bdk. Kel 31:16). Sabat itu untuk Tuhan; ia telah dikhususkan dan ditahbiskan untuk memuja Allah, karya penciptaan-Nya dan karya-karya penyelamatan-Nya untuk Israel.

KGK 2172  Perbuatan Allah adalah contoh untuk perbuatan manusia. Allah berhenti pada hari ketujuh dan “beristirahat” (Kel 31:17). karena itu, manusia harus berhenti pada hari ketujuh dan orang lain, terutama orang miskin dapat “melepaskan lelah” (Kel 23:12). Sabat menghentikan sebentar pekerjaan sehari-hari dan memberi istirahat. Itulah hari protes terhadap kerja paksa dan pendewaan uang (Bdk. Neh 13:15-22; 2 Taw 36:21).

KGK 2173      Injil memberitakan kejadian-kejadian, di mana Yesus dipersalahkan karena Ia melanggar perintah Sabat. Tetapi Yesus tidak pernah melanggar kekudusan hari ini (Bdk. Mrk 1:21; Yoh 9:16). Dengan wewenang penuh Ia menyatakan artinya yang benar: “Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:2). Dengan penuh belas kasihan Kristus menuntut hak, supaya melakukan yang baik daripada yang jahat dan menyelamatkan kehidupan daripada merusakkannya pada hari Sabat (Bdk. Mrk 3:4).. Hari Sabat adalah hari Tuhan yang penuh kasih dan penghormatan Allah (Bdk. Mat 12:5; Yoh 7:23). “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2:28).

KGK 2174  Yesus telah bangkit dari antara oang mati pada “hari pertama minggu itu” (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1). Sebagai “hari pertama”, hari kebangkitan Kristus mengingatkan kita akan penciptaan pertama. Sebagai “hari kedelapan” sesudah hari Sabat Bdk. Mrk 16:1; Mat 28:1, ia menunjuk kepada ciptaan baru yang datang dengan kebangkitan Kristus. Bagi warga Kristen, ia telah menjadi hari segala hari, pesta segala pesta, “hari Tuhan” [he kyriake hemera, dies dominica], “hari Minggu”.
“Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus. Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini” (Yustinus, apol. 1,67).

KGK 2175  Hari Minggu jelas berbeda dari hari Sabat, sebagai gantinya ia – dalam memenuhi perintah hari Sabat – dirayakan oleh orang Kristen setiap minggu pada hari sesudah hari Sabat. Dalam Paska Kristus, hari Minggu memenuhi arti rohani dari hari Sabat Yahudi dan memberitakan istirahat manusia abadi di dalam Allah. Tatanan hukum mempersiapkan misteri Kristus dan ritus-ritusnya menunjukkan lebih dahulu kehidupan Kristus Bdk. 1Kor 10:11.
“Kalau mereka yang berjalan-jalan di dalam kebiasaan lama sampai kepada harapan baru dan tidak lagi menaati hari Sabat, tetapi hidup menurut hari Tuhan, pada hari mana kehidupan kita juga diberkati melalui Dia dan kematian-Nya… bagaimana kita dapat hidup tanpa Dia?” (Ignasius dari Antiokia, Magn. 9, 1).

KGK 2176  Perayaan hari Minggu berpegang pada peraturan moral, yang dari kodratnya telah ditulis dalam hati manusia: memberikan kepada Allah “satu penghormatan yang tampak, yang resmi dan yang teratur sebagai peringatan akan perbuatan baik dan umum, yang menyangkut semua manusia” (Tomas Aqu., Summa Theology. 2-2,122,4). Perayaan hari Minggu memenuhi perintah yang berlaku dalam Perjanjian Lama, yang mengambil irama dan artinya di dalam perayaan setiap minggu akan Pencipta dan Penebus umat-Nya.

Kesimpulan

Dari keterangan tersebut di atas, kita melihat bahwa adalah Allah sendiri, yang menghendaki Gereja-Nya merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu. Gereja Katolik, yang berpegang kepada ajaran para Rasul, hanya mengikuti apa yang difirmankan oleh Allah dalam Perjanjian Baru, sebagai penggenapan dan penyempurnaan Perjanjian Lama. Karena makna Kebangkitan Kristus menggenapi makna penciptaan, maka kita tidak lagi merayakan hari terakhir penciptaan, namun hari pertama penciptaan, karena di dalam Kristus, melalui Pembaptisan, umat Kristen dijadikan ciptaan yang baru. Dan karena Kebangkitan Kristus terjadi pada hari Minggu, maka kita merayakan Hari yang menjadikan kita ciptaan baru yang menggabungkan kita menjadi anggota Kristus itu, sebagai Hari Tuhan. Inilah yang menjadi tanda bahwa kita adalah umat Kristen, yaitu kita telah dijadikan anggota Kristus, karena Kebangkitan-Nya. Jadi jika suatu gambaran sudah digenapi oleh Kristus, kita tidak dapat kembali merayakan gambarannya seolah Kristus yang menggenapinya belum datang. Sebagai Gereja, justru kita merayakan  penggenapan gambaran itu, sesuai dengan kepenuhan maknanya di dalam Kristus.

Maka hal menjadikan hari Minggu sebagai Hari Tuhan, telah lama dilaksanakan oleh jemaat perdana sebelum zaman Konstantin di abad ke-4. Mari kita bersama-sama mensyukuri akan karunia hari Minggu, hari bagi umat Kristen untuk beribadah kepada Tuhan secara khusus. Namun kita juga dipanggil untuk beribadah setiap hari, dengan ucapan syukur dan senantiasa mengingat Yesus Tuhan kita dan mengikutsertakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari. Terpujilah Tuhan.

Beberapa keberatan dan jawaban seputar hari Sabat dan hari Minggu

1. Kis 20:7 membuktikan tidak ada ibadah pada hari Minggu?

Ada sejumlah orang berargumen bahwa Kis 20:7 dan ayat-ayat selanjutnya menunjukkan bahwa pemecahan roti yang dilakukan oleh Rasul Paulus itu adalah acara makan-makan biasa dan bukan ibadah, dan bahwa hal memecah roti itu terjadi dua kali, sebelum Eutikhus jatuh dan dilanjutkan lagi setelah Eutikhus jatuh dan dihidupkan kembali. Benarkah demikian?

Untuk mengetahui apakah pertemuan itu merupakan ibadah atau bukan, kita melihat kepada bahasa asli yang digunakan pada ayat itu:

“Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.” (Kis 20:7)

Kata kerja ‘berkumpul‘ yang digunakan di sana adalah ‘synaxis‘ (dari kata synago, serupa dengan kata sinagoga yang artinya adalah tempat berkumpul untuk beribadah). Bagi umat Kristen, kata ‘synaxis‘ mengacu kepada berkumpulnya jemaat untuk merayakan Ekaristi (lih. Kis 11:26;14:27, dst). Kata ‘synaxis’ ini juga digunakan dalam surat-surat Bapa Gereja (lih. Didache, ix, 4; xiv, 1; Epistle of Clement 34.7, St. Ignatius, Letter to the Magnesians 10.3)

Dengan demikian, interpretasi yang mengatakan bahwa ‘memecah-mecah roti’ di sana hanya makan-makan biasa, itu adalah interpretasi pribadi, yang tidak sesuai dengan maksud penggunaan kata tersebut pada zaman itu oleh para Rasul. Sebab jelas kata sebelumnya, yaitu ‘berkumpul/ synaxis‘ itu artinya adalah berkumpul untuk beribadah.

Sedangkan interpretasi bahwa kejadian memecah roti sebanyak dua kali itu juga merupakan kesimpulan yang diambil sendiri, tetapi hal itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam perikop tersebut. Yang disebutkan dalam ayat Kis 20:7 adalah bahwa para murid “berkumpul untuk memecah-mecahkan roti” (tidak disebut kapan tepatnya pemecahan roti dilakukan), dengan Paulus yang bertindak sebagai pembicara. Namun demikian, tidak dikatakan di sana bahwa sementara Paulus berbicara, atau sebelum Paulus berbicara mereka sudah memecah-mecah roti. Yang eksplisit dikatakan di sana adalah  “Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda [Eutikhus] itu tidak dapat menahan kantuknya… ” (ay. 8). Maka jelas ia tertidur bukan karena sedang makan, tetapi karena pembicaraan Paulus yang lama.

Maka yang lebih masuk akal di sini adalah bahwa mereka berkumpul untuk tujuan memecah-mecahkan roti (yaitu beribadah mengenang Perjamuan Tuhan, sebagaimana disebutkan juga dalam Kis 2:42), yang didahului dengan khotbah pengajaran Rasul Paulus. Cara ibadah sedemikian, diajarkan oleh Yesus sendiri kepada dua orang murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus, yaitu bahwa pemecahan roti dilakukan setelah pembacaan dan penjelasan Kitab Suci (lih. Luk 24:13-35). Namun kemungkinan karena pengajaran/ khotbah Rasul Paulus itu yang berlangsung amat lama, maka salah seorang pendengarnya, yang bernama Eutikhus, tertidur. Hal ini, walau tidak ideal, mungkin saja terjadi, karena ibadah saat itu berlangsung sampai menjelang tengah malam, dan pembicaraan yang lama, dapat saja membuat orang mengantuk.

Nah maka istilah “memecah-mecahkan roti” yang mengikuti kata ‘synaxis‘ itu maksudnya adalah perayaan Ekaristi (lih. Kis 2:42). Sejujurnya, kata “memecah-mecahkan roti” yang tertulis dalam Injil  mempunyai hubungan arti dengan Ekaristi, sebagaimana digambarkan dalam mukjizat pergandaan roti (Mat 14:19, 15:36; Mrk 6:41, 8:6,19; Luk 9:16); Perjamuan Terakhir (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19); dan Perjamuan Ekaristi (Luk 24:30, 35). Oleh karena itu, kata “memecah-mecahkan roti” dalam Kisah para Rasul (Kis 20:7; 27:35) bukan untuk diartikan sekedar makan-makan biasa. Rasul Paulus juga menggunakan istilah ‘memecah roti’ (the breaking of bread) dalam 1 Kor 10:16, yang berarti ‘persekutuan dengan Tubuh Kristus’.

Dengan menerima bahwa istilah “memecah-mecahkan roti” itu mengacu kepada perjamuan Ekaristi, maka menjadi jelas juga, bahwa perayaan ibadah tersebut terjadi “pada hari pertama dalam minggu” (Kis 20:7). Maka, jika dihitung menurut perhitungan Yahudi, malam itu adalah Sabtu malam, sebab Sabtu malam (di atas jam 6 sore) sudah terhitung sebagai hari pertama minggu. Mengapa saat itu para murid berkumpul pada malam hari untuk merayakan Perjamuan Ekaristi, hal itu telah dijelaskan oleh Paus Beato Yohanes Paulus dalam Surat Apostoliknya, Dies Domini, paragraf #22, silakan klik di sini untuk membacanya.

St. Yohanes Krisostomus (347-407) menjelaskan bahwa bahkan pada saat itu, Jemaat awal telah merayakan Hari Tuhan pada hari pertama minggu, sebagaimana dilestarikan oleh semua umat Kristen sampai sekarang (kecuali denominasi tertentu). Di sini dikatakan bahwa Rasul Paulus memecah-mecah roti (Ekaristi) pada hari Minggu, dan memberi pengajaran kepada jemaat, baik sebelum maupun sesudah perayaan misteri ilahi tersebut (lih. St. Augustine, Epistle. lxxxvi. ad Casulanum.; Ven. Bede, in xx. Act.)

2. Pada abad awal, Rasul Paulus dan para murid masih datang ke sinagoga pada hari Sabat, dan tidak pada hari Minggu?

Pada saat Gereja awal, untuk beberapa waktu para Rasul memang masih datang ke sinagoga pada hari Sabat, sebab tujuan mereka adalah mewartakan Kristus kepada orang-orang Yahudi yang beribadah di sana (lih. Kis 13:14, 42-44; 17:2-3; 18:4). Namun ini tidak berarti bahwa para murid tidak berkumpul pada hari pertama di dalam minggu (yaitu hari Minggu) untuk merayakan Kebangkitan Kristus. Hal ini dijelaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Dies Domini, paragraf 23, silakan klik.

3. 1Kor 16:2 hanya menyangkut tentang pengumpulan sumbangan?

Dikatakan dalam 1 Kor 16:2, demikian: “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing -sesuai dengan apa yang kamu peroleh- menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang.”

Berikut ini adalah penjelasan A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard OSB, dan beberapa sumber lainnya:

Pada saat itu, Paulus mengorganisasikan pengumpulan uang dari Gereja-gereja yang didirikannya di empat propinsi: Akhia, Makedonia, Asia dan Galatia, untuk Gereja di Yerusalem, yaitu jemaat Kristen keturunan Yahudi yang berada dalam keadaan yang lebih miskin. Di sini terlihat bahwa sejak awal Gereja mempunyai perhatian kepada kaum miskin, dan mengajarkan agar mereka yang lebih kuat menolong yang lebih lemah, sebagaimana nyata dalam cara hidup jemaat perdana, di mana mereka dengan rela menjual harta miliknya dan membagi-bagikannya untuk kepentingan bersama (lih. Kis 2:45). Hal memberikan kontribusi/ persembahan kepada kaum miskin ini dilakukan dalam kesatuan dengan ibadah jemaat, dan ini secara eksplisit tertulis dalam tulisan St. Yustinus Martir, tentang perayaan ibadah yang dilakukan pada hari Minggu, sebagaimana dikutip di artikel di atas. Maka, selain untuk meringankan beban jemaat yang miskin, ayat ini juga menunjukkan: 1) bukti kesetiaan Paulus dan semua jemaat yang diajarnya, terhadap ajaran Kristus, untuk merayakan ibadah -termasuk di dalamnya mengumpulkan kolekte/ uang persembahan untuk Gereja di Yerusalem- pada hari Minggu. 2) bahwa Rasul Paulus menghendaki agar jemaat sudah menyisihkan dari rumah, sejumlah persembahan untuk dikumpulkan, dan bukan baru melakukannya pada saat ibadah dilangsungkan.

4. Penentuan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan artinya membatalkan kesucian hari Sabat?

Tidak. Ini adalah kesalahpahaman seseorang jika ia tidak membaca Kitab Suci sebagaimana Gereja, menurut ajaran Kristus dan para Rasul, membacanya. Gereja Katolik mengajarkan agar kita membaca Kitab Suci dalam kesatuan: artinya bahwa Perjanjian Lama dibaca dalam terang Perjanjian Baru, dan sebaliknya Perjanjian Baru dalam terang Perjanjian Lama (lih. KGK 129). Artinya, apa yang diajarkan dalam Perjanjian Lama adalah untuk digenapi oleh Kristus dalam Perjanjian Baru. Nah penggenapan ini tidak mengharuskan bahwa pelaksanaannya harus sama persis dengan Perjanjian Lama, sebab jika demikian artinya Perjanjian Lama itu tidak pernah diperbaharui oleh Kristus. Adalah kehendak Allah sendiri, untuk menggenapi Perjanjian Lama di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya sebelum Kristus menyelesaikan misinya di dunia melalui Misteri Paska-Nya, pelaksanaan Sabat masih mengikuti hukum Taurat; tetapi setelah seluruh nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama tergenapi dengan Misteri Paska Kristus (sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Surga) dan Pentakosta, maka perayaan Hari Tuhan diadakan berdasarkan Misteri Paska itu, yaitu hari Kebangkitan Kristus (hari Paska).

5. Apakah dengan demikian, maka kita mengubah perintah Tuhan di Kel 20:9-11?

Mungkin beberapa pertanyaan berikut ini dapat membantu untuk merenungkan topik ini: (1) Apakah hukuman bagi orang yang tidak menjalankan ibadah pada hari Sabat? Kalau hukumannya neraka, apakah para rasul, jemaat perdana dan seluruh umat Kristen akan masuk ke neraka? (2) Apakah orang yang menjalankan Sabat dengan alasan itu adalah ketetapan Allah di dalam Perjanjian Lama, maka mereka juga menjalankan ketetapan-ketetapan yang lain seperti: ketetapan tentang sistem kurban (Im 1-4), penghapusan dosa untuk dosa-dosa khusus, pelanggaran kepada Tuhan dan sesama (Im 5-6); makanan yang najis dan tidak najis (Im 11); pemurnian setelah melahirkan (Im 12); peraturan yang berhubungan dengan kusta (Im 13-14); peraturan tentang seksual (Im 15); tentang ritual dan persembahan (Im 16-17); tentang larangan pernikahan (Im 18); tentang kehidupan sosial (Im 19) termasuk di dalamnya tidak boleh memakai kain dengan dua bahan; tentang hukuman termasuk hukuman rajam, hukuman mati untuk mengutuk orang tua, perzinahan (Im 20); memelihara kalendar-kalendar yang ditetapkan (Im 23); tentang sabatikal dan yubilium (Im 25); tentang sumpah (Im 27), dll. Secara lebih mendetail, kita dapat melihat beberapa ayat berikut ini:

Dalam Kel 20:10 dikatakan “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.” (lih. juga Im 23:3) Kalau seseorang mengikuti hukum taurat (tanpa membedakan ada beberapa hukum dalam Perjanjian Lama), apakah orang tersebut tidak bekerja pada hari Jumat Sore – Sabtu Sore? Apakah pembantu di rumah juga tidak bekerja sama sekali?

Dikatakan “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada perhentian kudus bagimu, yakni sabat, hari perhentian penuh bagi TUHAN; setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, haruslah dihukum mati.” (Kel 35:2; lihat juga Kel 31:14). Apakah ada yang masih menerapkan hukuman mati bagi yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat (Jumat sore – Sabtu sore)?

Dikatakan “Janganlah kamu memasang api di manapun dalam tempat kediamanmu pada hari Sabat.” (Kel 35:3) Apakah kita tidak boleh menyalakan penerangan pada hari Sabat?

Dikatakan “Pada hari Sabat: dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, serta dengan korban curahannya.” (Bil 28:9). Apakah masih ada yang menerapkan kurban dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela dan dua persepuluh efa tepung sebagai korban sajian setiap hari Sabat?

4.1 12 votes
Article Rating
21/02/2021
108 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
vani
9 years ago

Setelah membaca artikel ini sya menjadi bingung!! mengapa anda beribadah pada hari yang tidak ditetapkan oleh Allah namun oleh para “Rasul”. Matius 12:8 “Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Matius 5:17-18 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Matius 12:36 “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.” JANGAN MEMBINGUNGKAN… Read more »

Ishak Maukar
Ishak Maukar
10 years ago

salam sejahtera. kepada penulis artikel. Kolose 2:16-17 Sebelum menyimpulkan ayat-ayat Alkitab kita harus menyadari bahwa bahasa yang digunakan dalam Alkitab PL adalah bahasa Ibrani. Untuk arti terjemahan indonesia “Sabat” dan terjemahan aslinya harus kita ketahui. kata “sabat” bahasa indonesia sangatlah sempit. sebaiknya digali ulang bagi penulis artikel dan pembaca. apabila benar ingin memahami tentang Hari sabat perhentian silahkan digali sendiri. sebagai petunjuk: apakah kata “sabat” Kolose 2:16-17 bahasa indonesia, mengacu pada arti “Sabat perhentian”? mengapa Yesus memelihara hari “Sabat Perhentian”? Apa benar kedatangan Yesus yang menggenapi hukum taurat termasuk menjadikan “sabat perhentian” tidak perlu dipelihara lagi? Apakah kita sudah mengetahui… Read more »

Yohanes Salim
Yohanes Salim
10 years ago

Karenanya disebut SUNDAY ( Hari Matahari ) ?

[dari katolisitas: Jadi pesan yang ingin disampaikan ?…]

Jennifer
Jennifer
10 years ago

Saudara-saudariku yang kukasihi,,mungkin jawaban yang diberikan masih membingungkan kita.Hendaknya sebelum kita mempelajari Firman Tuhan dan ingin mencari tahu kebenarannya,jangan mengintepretasikan menurut pendapat dan pengetahuan pribadi kita, apa saudara yakin yang saudara intepretasikan itu sesuai dengan apa yang Tuhan maksudkan? marilah kita rendahkan hati,berdoa meminta kuasa Tuhan untuk memberikan kebijaksanaan sebelum kita mulai membaca firman Tuhan,sehingga saudara-saudari dapat mengetahui apa maksud Tuhan yang sesungguhnya… Dalam mempelajari alkitab,coba disertai dengan pembacaan sejarah mengenai kaisar konstantine,sehingga saudara akan lebih memahaminya,dan jangan lupa disertai dengan konkordansi ALKITAB! disana kita semua akan mendapat penjelasan yang Tuhan ingin kita ketahui..mari rendahkan hati kita..Tuhan memberkati kita semua… Read more »

ahmad
10 years ago

Kidung Agung 7:1 Betapa indah langkah-langkahmu dengan sandal-sandal itu, puteri yang berwatak luhur! Lengkung pinggangmu bagaikan perhiasan, karya tangan seniman. 7:2 Pusarmu seperti cawan yang bulat, yang tak kekurangan anggur campur. Perutmu timbunan gandum, berpagar bunga-bunga bakung. 7:3 Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang. 7:4 Lehermu bagaikan menara gading, matamu bagaikan telaga di Hesybon, dekat pintu gerbang Batrabim; hidungmu seperti menara di gunung Libanon. yang menghadap ke kota Damsyik. 7:5 Kepalamu seperti bukit Karmel,rambut kepalamu merah lembayung; seorang raja tertawan dalam kepang-kepangnya. Kenikmatan cinta 7:6 Betapa cantik,betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.… Read more »

ANANG
ANANG
10 years ago

SYALOM,,

MOHON PENCERAHAN ,APAKAH PASTOR PLUS SEGENAP DEWAN PAROKI BOLEH MENGGESER/MERUBAH MISA MINGGU PADA HARI SABTU, MENURUT SAYA FAKTOR ALAM GEMPA /BANJIR/TEMPAT YG TIDAK MEMUNGKIN YG BISA MERUBAH/MENIADAKAN MISA MINGGU .. MOHON TANGGAPAN ,,

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  ANANG
10 years ago

Salam Anang,

kalau Misa hari Minggu dipindahkan ke hari Sabtu pagi atau siang tidak dimungkinkan, tetapi dimungkinkan pada Sabtu sore menjelang matahari terbenam atau Sabtu malam, karena sudah termasuk waktu liturgis hari Minggu. Yang penting ada alasan yang kuat dan dipertanggungjawabkan.

Salam dan doa. Gbu.
Rm B.Boli Ujan, SVD.

Bernard
Bernard
10 years ago

saya hanya mau memberi tanggapan.. saya tertarik comment yng mmbahas tentang Kis 20:7 yng membuktikan bahwa hari minggu sedang diadakan kebaktian.. sehingga dinyatakn bahwa hari mnggu adalah hari perbaktian… tetapi,, di perjanjian baru ada juga yang menyatakan bahwa hari sabat tetap hari yg dikuduskan..Ingatkah waktu penyaliban Yesus (Yoh 19:31) dimana karena hari persiapan dan esoknya hari sabat sehingga yang disalibkan dan mayat2 di turnkan dengan alasan “Sebab Sabat itu hari besar” (kalimat di dalam tanda petik ada di Alkitab Yoh 19:31, tidak saya kurangkan atau tambahkan)… Berarti ada ayat perjanjian lama dan perjanjian baru yang SELALU menyatakan bahwa sabat itu… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Bernard
10 years ago

Shalom Bernard, 1. Yoh 19:31 adalah dasar ayat Perjanjian Baru (PB) untuk perayaan Sabat? Anda menjadikan ayat Yoh 19:30, “Sebab Sabat itu hari yang besar”, sebagai dasar mengatakan bahwa hari Sabat adalah hari besar. Tentu saja ayat itu benar. Namun, silakan dilihat konteksnya, sebab memang Sabat adalah hari besar bagi orang-orang Yahudi, yang meminta kepada Pilatus agar kaki orang-orang yang disalibkan itu agar dipatahkan, agar mereka ‘lekas’ wafat, sehingga orang-orang itu mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri menjelang perayaan Sabat. Orang-orang Yahudi itu adalah mereka yang menentang Yesus dan menyalibkan Dia. Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus, yang tidak… Read more »

Desy hariandja
Desy hariandja
10 years ago

Puji Tuhan,kebenaran mulai tersebar.

Bedson Gultom
Bedson Gultom
10 years ago

Salam sejahtera untuk kita semua. Menurut Penanggalan kalender masehi Hari 1.senin 2.selasa 3.rabu 4.kamis 5.jumat 6.sabtu 7.minggu perhitungan selalu berawal dari 1 bukan dari 0 karena nol tidak bernilai Tuhan Allah bekerja 6 hari lamanya dimana itu dimulai dari hari 1(pertama) sampai hari ke 6(enam) nah pada hari ke 7/ tujuh (minggu) Tuhan Allah berhenti bekerja. jadi itu bukanlah sebuah dosa. [Dari Katolisitas: Namun Kitab Suci mengatakan bahwa Tuhan mencipta mulai dari hari pertama sampai keenam (Kej 1), dan Allah beristirahat pada hari ketujuh (Kej 2:2). Sedangkan hari Kebangkitan Yesus jatuh di hari pertama di dalam Minggu (Yoh 20:1) yaitu… Read more »

uchup
uchup
10 years ago

Tolong dijelaskan sedikit mengapa hari beribadah yang dulunya disucikan pada hari sabat atau hari sabtu sekarang diganti menjadi Hari Minggu atau hari pertama?? Apakah ada ayat Alkitab yang menyatakan bahwa hari kebaktian sudah dipindahkan dari hari Sabat menjadi Hari Minggu??

Terimakasih…

Tuhan Yesus Memberkati.

[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas terlebih dahulu, silakan klik]

Eni
Eni
10 years ago

Matius 15:9 Percuma mereka beribadah pada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Matius 13:24-30 dan 36-43 jelas ayat itu menunjukkan bahwa musuh sudah menebarkan Lalang diantara gandum, dan itu terjadi ketika hari sabat diganti menjadi hari Minggu, sadarkah kalian kalau Tuhan bukan Tuhan yang plin-plan yang akan merubah Hukumnya begitu saja. Siapa yang mau terima berkat yaitu harus mengindahkan hari Sabat/Sabtu, karena hari itulah Tuhan disembah, kalau kau sembah dihari minggu siapa yang anda sembah sedangkan Tuhan juga memulai lagi pekerjaannya? Dewa matahari itulah yang kalian sembah. Kalian sangat jahat! kalian sengaja melakukan itu. Jangan pernah samakan Tuhan… Read more »

angel rattu
angel rattu
10 years ago

Makasih bu inggrid, dan pak Andhika, sy jadi bisa lebih mengetahui dng jelas kebenaran yg sesungguhnya, Holy Sabbath on Saturday

andhika
andhika
10 years ago

Apakah anda juga beriman kepada Yesus Sang Juruselamat…Jika anda beriman kepada-Nya…hendaklah anda sekalian mengikuti ajaran yang telah Ia ajarkan kepada kita seperti yang telah tertulis dalam Alkitab… [Dari Katolisitas: Gereja Katolik berpegang kepada seluruh ajaran Yesus dan para Rasul-Nya, baik yang tertulis dalam Kitab Suci, maupun yang lisan, dalam Tradisi Suci Para Rasul, sebab Kitab Suci memerintahkan demikian (lih. 2Tes 2:15). Dengan pimpinan Roh Kudus itulah, Gereja menetapkan dan merayakan hari Tuhan pada hari Minggu, sebab demikianlah yang diajarkan oleh para Rasul. Sebab makna hari Sabat/ hari Tuhan mencapai penggenapannya pada hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus pada hari Minggu. Maka… Read more »

Martinus Setiabudi
Martinus Setiabudi
10 years ago

Pak Stef/Bu Inggrid. Saya sedang berdiskusi/berargumentasi dengan teman saya tentang perubahan hari sabat ke hari minggu. Teman saya itu dari advent, yakin bhw yg merubah hari minggu adalah Gereja Katholik. Ini sebagian sy copas di sini. Saya harapkan pak Stef/bu Inggrid bisa meyakinkan teman saya itu bh Gereja Katiholik tidak merubah hari Sabat ke Hari Minggu (ibadatnya). Dear Martin, Supaya lebih mudah terbaca, jawabanku aku ketik dengan warna biru ya. Sebelumnya aku kasi warning dulu, ini email jadinya panjang seperti novel, wkwkwkwk, jadi tolong dibaca pelan-pelan semuanya ya. Aku sudah ngetik susah-susah beberapa jam nyusun email ini sampai pukul 02:30… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Martinus Setiabudi
10 years ago

Shalom Martinus, Silakan membaca kembali artikel di atas, yang telah saya lengkapi untuk menanggapi pertanyaan Anda, silakan klik. Silakan untuk secara khusus membaca sub-judul: Beberapa Keberatan dan Jawaban seputar hari Sabat dan hari Minggu, point 1 sampai dengan 4, silakan klik, yaitu: 1. Kis 20:7 membuktikan tidak ada ibadah pada hari Minggu?2. Pada abad awal, Rasul Paulus dan para murid masih datang ke sinagoga pada hari Sabat?3. 1Kor 16:2 hanya menyangkut tentang pengumpulan sumbangan?4. Penentuan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan artinya membatalkan kesucian hari Sabat? yang baru saja saya tambahkan, untuk menanggapi pertanyaan Anda. Maka, jika ada orang Kristen yang… Read more »

Martinus Setiabudi
Martinus Setiabudi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Terima kasih Bu Inggrid. Seperti yg Bu Inggrid/Pak Stef selalu tekankan di katolisitas.org, bhw kami hanya menyatakan iman Katolik kami, kami tidak memaksakan ajaran katolik kepada org lain yg berbeda iman. Itulah yg ingin saya nyatakan kepada teman saya. Kalau dia mempunyai presepsi yg tidak betul tentang iman Katholik ( Katholik merubah hari sabat menjadi hari Minggu), rasanya wajib bagi saya untuk menjelaskannya.
Dari katolisitas.org inilah saya mendapat banyak pengetahuan tentang Katholik, dan sekaligus menumbuhkan iman saya.
Tuhan memberkati misi kerasulan bu Inggrid dan pak Stef.

emanuel raharja
emanuel raharja
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

“Bahwa Gereja sudah sejak awal merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu, telah diketahui dari Kitab Suci dan Tradisi Suci, dan telah diterapkan selama berabad-abad.”

komentar: kenapa terkesannya bahwa era awal gereja itulah sebagai hukum utama menggantikan hukum yang diajarkan yesus????

Ingrid Listiati
Reply to  emanuel raharja
10 years ago

Shalom Emanuel, Jika seseorang menginterpretasikan Kitab Suci seturut pemahaman pribadinya sendiri tanpa mengindahkan ajaran para Rasul dan para penerus mereka, maka ia dapat saja sampai pada pengertian sendiri tentang hari Sabat yang berbeda dengan pengertian Gereja. Inilah yang terjadi pada orang-orang tertentu yang ingin kembali menerapkan hukum Sabat, sunat, maupun larangan-larangan/ ketentuan hukum Taurat. Namun jika ia mau mempelajari apa yang diajarkan oleh para Rasul, yang telah memperoleh urapan Roh Kudus, dan kuasa dari Kristus sendiri untuk mengajar mengenai iman dan moral, maka ia akan mengetahui bahwa sejak semula, Gereja, atas dasar Kitab Suci tidak lagi memberlakukan hukum Sabat, seperti… Read more »

sonytarigan
sonytarigan
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

termasuk pembantaian jutaan orang yg menentang dominasi dan pengekangan gereja selama ratusan tahun oleh kepausan katolik itu juga sesuai dengan tuntunan suci penerus rasul2 suci ya, tolong minta ayat2nya yg membenarkan penumpahan darah itu.

Ingrid Listiati
Reply to  sonytarigan
10 years ago

Shalom Sony, Sungguh, tak akan ada dasar ditemukan dalam Kitab Suci, untuk melakukan perbuatan pembantaian sesama umat manusia. Bahwa sejarah mencatat adanya pembantaian manusia, itu memang memprihatinkan, tetapi adalah suatu kesimpulan tergesa-gesa, jika Anda hanya menganggap Gereja Katolik yang bersalah dalam hal ini. Sebab faktanya, perbuatan pembantaian umat manusia itu, dilakukan tidak hanya oleh sejumlah oknum anggota Gereja Katolik, namun juga oknum anggota Gereja-gereja non-Katolik, oleh mereka yang non-Kristiani, dan bahkan secara oleh mereka yang tidak mengenal agama. Kenyataan ini membuat kita selayaknya melihat sejarah dengan lebih obyektif. Oknum tidak mewakili keseluruhan, dan kita tahu bahwa ajaran agama yang benar… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
108
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x