Inkulturasi dan kejawen

Pertanyaan:

salam sejahtera,
maaf saya ada pertanyaan mengenai tradisi lokal dalam hubungannya dengan Gereja. salah seorang teman di dunia maya yang sangat erat dan mendalami budaya kejawen merasa kesulitan atas ketidakselarasan dengan ajaran Gereja. mungkin bpk/ibu/romo ada masukan tentang hal ini, karena menurut ybs bila praktek2 kejawen dihilangkan ”isi” nya maka jadi sia – sia. sementara ini ybs masih lebih memberati ajaran kejawennya, sementara iman Katoliknya kelihatannnya belum ada titik temu dan cenderung dikompromikan.
thx sebelumnya ya.
GBu – Sisilia

Tambahan informasi dari Sisilia: contoh praktek kejawen dalam konteks ini adalah:
merawat benda2 pusaka, tapi beserta dengan ‘ISI’nya. Adanya hari baik dan hari buruk
kesenian2 beserta dengan ‘ISI’nya. Meditasi yang menurutnya berbeda dengan meditasi yang dijiwai secara katolik.

Jawaban:

Shalom Sisilia,

Terima kasih atas pertanyaannya. Untuk menjawab apakah praktek kejawen yang mengarah kepada praktek “pengisian” benda-benda pusaka, dll, maka kita perlu terlebih dahulu (A) mengerti tentang konsep inkulturasi, (B) mengerti alasan utama, mengapa teman Sisilia masih tetap ingin mempraktekkan kejawen. Setelah dua hal ini dimengerti, maka kita dapat menarik dengan jelas batas-batas inkulturasi yang tidak melanggar ajaran Gereja Katolik dan pada saat yang bersamaan dapat juga membantu teman Sisilia.

A. TENTANG INKULTURASI:

(1) Paus Yohanes Paulus II dalam “Redemptoris Missio: Chapter V: The Paths of Mission, paragraf 52”, mengatakan: “As she carries out missionary activity among the nations, the Church encounters different cultures and becomes involved in the process of inculturation. The need for such involvement has marked the Church’s pilgrimage throughout her history, but today it is particularly urgent.
The process of the Church’s insertion into peoples’ cultures is a lengthy one. It is not a matter of purely external adaptation, for inculturation “means the intimate transformation of authentic cultural values through their integration in Christianity and the insertion of Christianity in the various human cultures.” The process is thus a profound and all-embracing one, which involves the Christian message and also the Church’s reflection and practice. But at the same time it is a difficult process, for it must in no way compromise the distinctiveness and integrity of the Christian faith.
Through inculturation the Church makes the Gospel incarnate in different cultures and at the same time introduces peoples, together with their cultures, into her own community. She transmits to them her own values, at the same time taking the good elements that already exist in them and renewing them from within. Through inculturation the Church, for her part, becomes a more intelligible sign of what she is, and a more effective instrument of mission.
Thanks to this action within the local churches, the universal Church herself is enriched with forms of expression and values in the various sectors of Christian life, such as evangelization, worship, theology and charitable works. She comes to know and to express better the mystery of Christ, all the while being motivated to continual renewal. During my pastoral visits to the young churches I have repeatedly dealt with these themes, which are present in the Council and the subsequent Magisterium.
Inculturation is a slow journey which accompanies the whole of missionary life. It involves those working in the Church’s mission Ad Gentes, the Christian communities as they develop, and the bishops, who have the task of providing discernment and encouragement for its implementation.
(2) Katekismus Gereja Katolik, 854 mengatakan “Dalam perutusannya, “Gereja menempuh perjalanan bersama dengan seluruh umat manusia, dan bersama dengan dunia mengalami nasib keduniaan yang sama. Gereja hadir ibarat ragi dan bagaikan penjiwa masyarakat manusia, yang harus diperbaharui dalam Kristus dan diubah menjadi keluarga Allah” (GS 40,2). Dengan demikian misi menuntut kesabaran. Ia mulai dengan pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok yang belum percaya kepada Kristus; ia maju terus dan membentuk kelompok-kelompok Kristen, yang harus menjadi “tanda kehadiran Allah di dunia” (AG 15), serta selanjutnya mendirikan Gereja-gereja lokal. Ia menuntut suatu proses inkulturasi, yang olehnya Injil ditanamkan dalam kebudayaan bangsa-bangsa, dan ia sendiri pun tidak bebas dari mengalami kegagalan-kegagalan. “Adapun mengenai orang-orang, golongan-golongan dan bangsa-bangsa, Gereja hanya menyentuh dan merasuki mereka secara berangsur-angsur, dan begitulah Gereja menampung mereka dalam kepenuhan katolik” (AG 6).”
(3) Dari dua dokumen tersebut, maka ada beberapa hal pokok yang dapat kita simpulkan, yaitu:

(a) Karena misi evangelisasi untuk mewartakan Kristus pasti akan bersentuhan dengan manusia yang mempunyai peradaban, budaya yang berbeda-beda, inkulturasi tidak dapat dihindarkan. Dimana Gereja memberikan nilai-nilai pengajaran Gereja, dan kemudian mengambil unsur-unsur yang baik yang ada dalam budaya lokal, dan kemudian memperbaharuinya dari dalam.
(b) Pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh Gereja Katolik dapat mengambil unsur-unsur yang baik dari kebudayaan setempat dan kemudian mengangkatnya sehingga nilai-nilai kristiani dapat dimengerti dengan lebih baik?  Dari dokumen Redemptoris Missio, kita dapat melihat bahwa kebudayaan lokal dapat diterapkan, sejauh tidak mengaburkan integritas dari nilai-nilai dan pengajaran kristiani. Yang menjadi masalah adalah memang definisi ini menjadi cukup luas cakupannya dan oleh karena itu dapat terjadi kekaburan dan ketidakjelasan sampai seberapa jauh suatu budaya dapat diterapkan dalam proses inkulturasi. Namun pada saat yang bersamaan, kalau kita menelaah, maka kita akan dapat memahami bahwa setiap budaya adalah bersifat unik dan oleh karena itu akan menjadi masalah kalau dibuat dengan penerapan yang sangat khusus.

(4) Mari kita masuk dalam diskusi budaya kejawen. Saya terus terang tidak terlalu mengerti tentang tradisi kejawen, walaupun saya tinggal di Jawa, dan sekolah di Jogja selama tiga tahun. Namun kalau kebudayaan kejawen yang dimaksudkan di sini adalah dengan memberikan “isi” terhadap keris, dan benda-benda pusaka yang lain, serta mungkin melakukan meditasi, sehingga mempumyai ilmu tertentu maupun kekuatan tertentu, maka saya cenderung mengatakan bahwa dalam hal ini inkulturasi yang dimaksudkan telah melampaui batas-batas yang ada. Hal ini dikarenakan bahwa penerapan praktek-praktek kejawen tersebut mengaburkan nilai-nilai Kristiani.

(a) Pengisian benda-benda dengan “sesuatu“, memberikan suatu konotasi bahwa kita mencoba berkomunikasi dengan alam lain. Dan pertanyaan lebih lanjut adalah, mengapa kita mengisi suatu benda pusaka dengan suatu kekuatan? Kalau memang ternyata ada kekuatan di dalamnya, terus apa yang akan kita lakukan terhadap benda-benda tersebut? Kemudian, dalam pengisian, apa yang perlu dilakukan oleh orang yang mengisi. Saya terus terang tidak tahu secara persis, persiapan apa yang dilakukan untuk melakukan hal ini. Namun kalau pengisian ini melibatkan kekuatan supernatural di luar Tuhan, maka saya berfikir semua proses tersebut akan membahayakan kehidupan spiritual kita.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang lemah, yang mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa, sehingga komunikasi dengan hal-hal gaib menjadi cukup membahayakan spiritualitas kita. Kita dapat melihat bahwa Yesus pada waktu mengusir kuasa-kuasa gelap tidak pernah berkomunikasi, berdiskusi dengan mereka, namun memerintahkan mereka (lih. Mt 8:16; 8:32; Mk 1:34).
Untuk menghindari dosa ini, maka berhubungan dengan roh-roh dilarang. Kita dapat melihatnya di Imamat 20:6  “Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya.
(b) Mungkin seseorang dapat mengatakan bahwa yang penting adalah tidak menyembah barang tersebut atau roh tersebut. Seperti yang dikatakan di dalam kitab Imamat, maka kontak dengan roh-roh yang lain adalah menduakan Tuhan. Semakin kita menjauhi hal tersebut, maka akan semakin baik.
Ini juga berlaku untuk hal-hal lain yang dapat membuat kita berdosa dan menduakan Tuhan, misalkan menonton televisi, yang seringnya menayangkan program-program yang tidak sesuai dengan iman Katolik kita. Tentu saja kita tidak menyembah televisi, namun semakin kita menonton televisi dan tidak membatasi diri, maka semakin lama kita akan terjerumus, seperti: menonton televisi yang berlebihan sehingga lupa akan berdoa, memandang dengan biasa norma-norma yang tidak sesuai dengan iman Katolik.

(B) ALASAN UTAMA UNTUK MEMPRAKTEKKAN KEJAWEN:

Jadi untuk membantu teman Sisilia, maka lebih lanjut perlu tahu secara jelas apa yang menyebabkan dia masih ingin melestarikan budaya kejawen walaupun dia telah menjadi Katolik. Ada unsur budaya-budaya dari Jawa yang dapat diterima, seperti alat musik, dll. Namun hal-hal yang bersifat gaib dari kebudayaan kejawen, saya rasa dapat mengaburkan identitas iman Katolik kita.

Kita dapat belajar dari St. Paulus yang walaupun sebelumnya adalah seorang Farisi yang taat, namun setelah dia mengenal Yesus, dia meninggalkan manusia yang lama dan menjadi manusia yang baru (lih. Rm 6:6; Ef 4:22). Lihat juga keputusan dari konsili Yerusalem yang pertama, yang tidak membuat sunat menjadi bagian dari Perjanjian Baru, walaupun sunat adalah merupakan tanda Perjanjian dengan Allah di dalam perjanjian lama (lih. Kis 15:27-29). Jadi dalam penerapan suatu hukum, maka kita akan senantiasa melihatnya dalam terang Kristus. Semua yang dapat membuat kita menjauh dari Kristus harus kita hindari, dan hal-hal yang dapat mendekatkan kita kepada Kristus, dapat kita terapkan. Tentu saja sebagai umat Katolik, kita juga taat akan keputusan dari gereja-gereja lokal, yang dikepalai oleh para Uskup.

Jadi pertanyaan untuk teman Sisilia adalah, apakah dengan mempraktekkan kejawen seperti yang digambarkan di atas dapat mendekatkan dirinya kepada Yesus, atau malah menjauh dari Yesus? Dan mungkin yang lebih utama adalah apakah yang bersangkutan mau sungguh-sungguh mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Yesus, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasul Paulus?

Semoga jawaban singkat di atas dapat membantu.

Tuhan memberkati dan selamat mempersiapkan Paskah.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org

5 1 vote
Article Rating
19/12/2018
40 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Andreas
Andreas
10 years ago

Keselarasan adat Jawa dengan Iman Katolik:

Selamat pagi semua, Salam sejahtera….

Ada beberapa pertanyaan yang saat ini bergumul dalam diri saya….

1. Adat Jawa/Kejawen. Apakah bisa selaras berjalan dengan Iman Katolik?
2. Jika Kejawen mengenal “Kakang kawah adi ari-ari, sedulur papat keblat lan kalimo pancer” (pendamping hidup), bagaimana dengan iman katolik? dapatkah di samakan dengan “ROH KUDUS”
3. Bagaimana mengasah batin kita, untuk dapat mengenal dengan benar dan bekerja sama dengan “ROH KUDUS”
4. Dapatkah kita berdoa dan bertemu langsung dengan “Bapa” tanpa perantara GEREJA….

Terima kasih….

Berkah Dalem,
Andreas

RD. Yohanes Dwi Harsanto
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  Andreas
10 years ago

Salam Andreas, Mengenai berdoa langsung kepada Bapa, silakan klik “Apakah umat Katolik tidak langsung berdoa kepada Bapa di Sorga“. Mengenai cara mengasah batin agar dapat mengenal dengan benar Roh Kudus dan bekerja menuruti tuntunan-Nya, mau tak mau kita harus mendengarkan ajaran Gereja Katolik terlebih dengan membaca dan mempelajari dokumen-dokumen Gereja (termasuk Kitab Suci), prinsip ajaran Gereja mengenai topik-topik hidup manusia dan topik-topik manusia modern. Kemudian kita bisa  mengasahnya dalam pembicaraan dengan orang-orang yang bijaksana dalam Gereja seperti para uskup, para gembala Gereja Katolik. Doa hening dan lebih mendengarkan daripada memohon membuat kita makin peka. Dengan sadar mendengarkan Sabda Tuhan dalam merayakan Liturgi… Read more »

xellz
xellz
10 years ago

syalom katolisitas; menurut saya, nilai-nilai budaya tidaklah bertentangan dengan ajaran katolik (nilai-nilai agama katolik), apa yang menbuat budaya (misal; kejawen) menjadi terlihat bertentangan dengan agama katolik adalah kepercayaan/mitos yang menyelimuti budaya tersebut. bagi saya, jika kita mampu menyelami segala bentuk tradisi masyarakat yang ada, dan menghayati nilai-nilai luhur masyarakat yang bersangkutan, yaitu dengan menyingkirkan mitos-mitos yang menyelubunginya, maka tidak akan terjadi konflik antara agama dan tradisi, malah justru akan menambah kekayaan nilai-nilai budaya tersebut. 1. kalaupun penganut kejawen, misalnya merawat benda-benda pusaka yang diberi ‘isi’, nah ‘isi’ yang dimaksud disini sebenarnya adalah kepercayaan/mitos rakyat. apa yang ingin diungkapkan sebenarnya mengenai… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  xellz
10 years ago

Shalom Xells, Tentang inkulturasi, mari kita berpegang kepada apa yang disebutkan dalam Katekismus: KGK 854    Dalam perutusannya, “Gereja menempuh perjalanan bersama dengan seluruh umat manusia, dan bersama dengan dunia mengalami nasib keduniaan yang sama. Gereja hadir ibarat ragi dan bagaikan penjiwa masyarakat manusia, yang harus diperbaharui dalam Kristus dan diubah menjadi keluarga Allah” (GS 40,2). Dengan demikian misi menuntut kesabaran. Ia mulai dengan pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok yang belum percaya kepada Kristus (Bdk. RM 42-47); ia maju terus dan membentuk kelompok-kelompok Kristen, yang harus menjadi “tanda kehadiran Allah di dunia” (AG 15), serta selanjutnya mendirikan Gereja-gereja lokal (Bdk.… Read more »

Maria Antonia
Maria Antonia
10 years ago

Romo,
bagaimana dengan kebiasaan kalo ke makam – selain nyekar juga membakar dupa. Apakah itu diperbolehkan karena budaya – atau tetap dilarang ?

[dari Katolisitas: mengenai membakar dupa dalam tradisi menghormati leluhur atau kerabat yang telah wafat, silakan menyimak artikel “Tentang penghormatan kepada leluhur”, klik di sini]

paulus
paulus
11 years ago

romo sy mau tanya apakah dibenarkan seorang romo yang mempunyai kemampuan supranatural menyelesaikan masalah umatnya dengan menggunakan jimat berbahasa arab

RD Yohanes Dwi Harsanto
RD Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  paulus
11 years ago

Salam Paulus,
Mengenai penggunaan jimat sendiri sudah pernah dibahas: Gereja melarang penggunaan sarana takhayul dan relasi dengan setan (lihat KGK 2116). Apakah memakai huruf Arab maupun huruf Latin atau huruf lain-lainnya jimat tetap salah menurut Katekismus Gereja Katolik.

Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto

nandiwardhana
nandiwardhana
11 years ago

Romo, saya mau tanya. Hal ini berkenaan dengan puasa. Apakah dalam Katolik mengenal sistem puasa Senin-Kamis? Apakah hal itu jika dijalankan berakibat atau dapat berimbas pada iman Kristiani?? Karena sejatinya, hemat saya laku puasa tersebut bisa semakin mendekatkan kita pada Sang Sejati, walau caranya kita lakukan dan berdasarkan niat tulus kita pada Sang pencipta, mohon revisi dari pendapat saya ini, Romo Lalu yang kedua, apakah rosario yang sering kita kenal sebagai sarana bantu untuk memuliakan Bunda Maria, bisa digunakan seperti (wirid) begitu istilahnya, jadi tetap bersumber kepada Bunda, hanya tidak melalui perenungan peristiwa2 di rosario, tapi misal seperti ini :… Read more »

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  nandiwardhana
11 years ago

Salam Nandiwardhana, Puasa selalu baik, dan diatur sendiri waktunya. Tujuan dari berpuasa ialah mengasihi Allah dengan mengasah hati nurani yang baik, solider dengan kaum miskin, sebagai ungkapan cinta pada Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita dalam penebusan Kristus. Tuhan Yesus Kristus sendiri berpusa 40 hari dan berprihatin untuk perutusannya dengan cara berpuasa. Imbas baik pada iman ialah jika motivasinya juga benar, yaitu untuk mengungkapkan kasih kepada Allah Bapa melalui Kristus dalam Roh Kudus yang lebih dahulu mengasihi kita. Puasa yang diwajibkan ialah puasa pada masa Prapaskah (Rabu Abu dan Jumat Agung). Sedangkan di hari lain, silahkan diatur sendiri. Doa Rosario… Read more »

Vian
11 years ago

Tuhan adalah satu-satunya pusat Tujuan. Seharusnya dalam proses inkulturisasi Tuhanlah yang harus masuk/mempengaruhi budaya dan bukan sebaliknya.

[dari katolisitas: Itulah yang memang ingin dicapai dalam proses inkulturasi]

Hermenigildus
Hermenigildus
11 years ago

Syalom Romo,
Saya mau bertanya romo. Mengapa para iman (Kalbar)sering kali terkesan berkompromi dengan alkohol? maksud saya, mengapa pada setiap kesempatan pesta atau pemberkatan rumah, tuan rumah sering menyajikan minuman beralkohol dan imam-iman tertentu sering kali ikut nimbrung bukannya memperbaiki rohani umat dengan mengingatkan akan dosa. Dan mengapa gereja terlalu bertoleransi dengan adat? Contoh adat penyambutan di kalangan orang dayak (saya termasuk orang dayak), sewaktu Upacara pentabisan imam baru bapak Uskup dan imam2 disambut dengan upacara menurut tradisi setempat dan disuguhi arak/tuak. Dan pada penyambutan ada tetua yang membacakan mantra. sungguh bertentangan dengan iman Katolik. Tetapi gereja terkesan sangat berkompromi.

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  Hermenigildus
11 years ago

Salam Hermenigildus, Sebagai warga suku Dayak, tentu Anda tahu persis mengenai tradisi adat Dayak karena Anda bagian darinya. Sebagai orang Katolik, Anda pun tentu mengetahui ajaran Gereja mengenai adat dan budaya, yaitu menghargai adat demi penginjilan, pengudusan adat tersebut. Orang Dayak sendiri selalu memakai tuak sebagai pembuka segala acara adat, sampai-sampai ada Facebook yang bernama “Tuak Dayak”, seolah bahwa Dayak dan tuak sudah menjadi kesatuan. Jika penggunaan dalam acara tidak membuat mabuk, tentu saja hal itu tidak masalah. Orang Dayak sendiri punya kebijakan lokal yang sudah lama mengenai hal ini. Tidak hanya bagi suku Dayak, suku-suku lain pun ada yang… Read more »

Wilfirmus
Wilfirmus
12 years ago

Salam Semuanya. Saya seorang suku Dayak dari Kalimantan Barat mau bertanya sbb: Dalam adat kebudayaan Dayak dikenal adanya adat nyangahatn, yaitu acara adat yang dibawakan oleh seorang yang dapat melakukannya dengan membacakan doa-doa dalam bahasa Dayak yang cukup tinggi sehingga tidak banyak kaum muda mengerti artinya. Bagi saya itu merupakan doa yang amat luar biasa kepada Sang Pencipta dalam bahasa Dayaknya jubata. Sekitar setahun sekali saya meminta penghulu itu berdoa untuk keselamatan kami, hidup, pekerjaan, malapetaka kepada jubata. Doa itu dilakukan dengan berbagai macam sesajian ucapan syukur seperti Ayam, kapur sirih, beras kuning, tembakau, rokok, pinang, telur, beras, dll. yang… Read more »

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  Wilfirmus
12 years ago

Salam Wilfirmus, Salam Kalimantan Barat, Saya senang menjawab pertanyaan Anda antara lain karena tahun 2012 bulan Oktober tanggal 20-26 akan diadakan “Indonesian Youth Day”, hari Orang Muda Katolik se-Indonesia di keuskupan Sanggau, dengan melibatkan keuskupan agung Pontianak dan keuskupan Sintang. Tentu saja OMK se-Indonesia pun akan mengalami sendiri kekayaan budaya Kalimantan Barat. Saya temukan keterangan tentang Jubata dari Facebook “Kamuda Dayak Kanayat’n (ahe)” yang mengutip http://yohanessupriyadi.blogspot.com/2008/06/konsep-jubata-menurut-keyakinan-dayak.html dan http://www.akademidayak.com/2008/06/konsep-jubata-menurut-keyakinan-dayak.html sebagai berikut: Masyarakat adat Dayak Kanayat yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam nyata dan kehidupan alam maya. Yang berada di alam kehidupan nyata ialah makhluk tak hidup,… Read more »

Wilfirmus
Wilfirmus
Reply to  Yohanes Dwi Harsanto Pr
11 years ago

Terima Kasih Pastor atas penjelasannya. Memang hal ini sungguh menguatkan saya akan iman akan Yesus Kristus khususnya dalam konteks budaya lokal.

Ternyata Allah memanifestasikan diri_Nya dalam berbagai budaya agar dapatlah ditangkap maksud substansial dasar dari Sang Pencipta itu. Terima Kasih sekali lagi.

God Bless Us
Wilfirmus

vivi
vivi
Reply to  Wilfirmus
12 years ago

Syalom…

saya ingin bertanya kepada romo yg mengerti ttg ajaran Kristen Khatolik Kejawen tsb. apa saja yg di ajarkan di aliran tsb? Seperti apa kebudayaan mereka…trus apa perbedaan nya dgn agama Khatolik?apa kah ajaran mereka itu bisa disebut dengan ajaran sesat? Terima kasih sebelumnya.GBU

Ya’ahowu..!

vivi_zega

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  vivi
12 years ago

Salam Vivi, Kejawen menyatakan asal dan tujuan manusia adalah Sang Pencipta. Ia mengajarkan harmoni antara manusia, alam lingkungan, makhluk-makhluk halus dan Sang Pencipta. Di situlah arti keselamatan, yaitu harmoni. Hal ini dicapai dengan prinsip hormat terhadap sesama ciptaan dan Sang Pencipta dengan cara-cara atau “laku” tertentu seperti sikap menghargai sesama, menjalankan ritual-ritual. Contoh ritual ialah puasa, pantang, bertapa, dan semacamnya. Jika orang melanggar prinsip hormat tersebut, maka ia harus mengembalikan suasana harmoni keselamatan itu dengan minta maaf. Caranya dengan ritual tertentu. Perbedaannya dengan ajaran Gereja Katolik, dalam kejawen tidak ada konsep Allah sebagai pribadi yang mengasihi manusia dan alam ciptaan,… Read more »

Gregorius Aditya
Gregorius Aditya
12 years ago

salam damai Kristus,
saya mau bertanya Apakah Iman Katolik bertentangan dengan dengan budaya “Kejawen” yang masih sangat kental terasa di masyarakat Jawa???, mengenai doa (mantra) karena sering kali dicampuradukkan…

sekian saja pertanyaan saya…
terima kasih dan berkah dalem Gusti

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  Gregorius Aditya
12 years ago

Salam Gregorius Aditya, Mengenai mantra bisa diklik di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Mantra Pengertiannya dalam wikipedia mengenai mantra terkesan mengandalkan kekuatan manusia atau alam, bahkan magi, penggunaan kekuatan gaib yang jelas dilarang oleh Gereja (KGK 2117). Namun doa Katolik sangat berseberangan dengan mantra, karena mengarahkan diri pada Allah untuk melaksanakan kehendak-Nya, dan doa sendiri merupakan rahmat Allah, berupa permohonan, syafaat, pujian, syukur atas dasar cinta kasih kepada Allah dan sesama di tengah suka dan duka. Katekismus Gereja Katolik dengan jelas menyebut doa sebagai panggilan umum dari Tuhan untuk seluruh umat manusia. Doa merupakan relasi intim antara manusia yang menanggapi Allah yang mengasihinya. (Lihat… Read more »

ATIKAH
ATIKAH
12 years ago

ROMO…di Jawa fenomena manusia jadi tuhan juga ada..coba, Romo gali sumber tentang ”syehk siti jenar”..dalam kesimpulan keyakinannya adalah..”MANUSIA ITU ADALAH TUHAN YANG SEBENARNYA ”, yang menyatu ..jadi seluruh manusia itu tuhan, ROMO..menurut syeh siti jenar..bagaimana menurut pandangan ROMO tentang hal ini.

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  ATIKAH
12 years ago

Salam Atikah, Tentu saja gambaran sinkretisme kejawen dengan Islam versi Syeh Siti Jenar itu tidak cocok sama sekali dengan ajaran Gereja Katolik. Kejawen berpola pada ajaran pencarian jati diri dan kerinduan akan “manunggaling kawula-Gusti” (bersatunya rakyat dengan Penguasa atau Tuhan). Dalam anggapan Syeh Siti Jenar, setelah “manunggal”, maka manusia itu lalu menjadi “tuhan” itu sendiri. Jangankan ajaran Katolik, bahkan ajaran Islam aliran utama pun tidak mengajarkan hal yang demikian. Bagi Katolik, Allah Mahakuasa adalah pencipta kita. Kita ciptaan tetaplah ciptaan. Ciptaan yang jenis manusia ini diberi martabat secitra dengan Allah, memiliki akal budi dan kehendak bebas. Dalam kehendak bebasnya, manusia… Read more »

Kris Budiyanto
Kris Budiyanto
Reply to  Yohanes Dwi Harsanto Pr
10 years ago

Ajarannya (Syech siti Jenar) menyatu dengan Allah itu benar. Kita mempercayai Bapa, Putra dan Roh kudus berarti kita mengharapkan kehadiran Allah di tengah kita, Bila kehadiran Allah tidak ada maka hampalah hidup kita, namun yg tidak benar dari ajarannya adalah ia menjadi asyik ( manunggaling sejati ) sehingga menyatakan dirinya Allah/ Tuhan

Hadi
Hadi
12 years ago

Salam sejahtera,
Saya mau tanya, (1) apakah salah/berdosa kalau misalkan saya memiliki benda pusaka yang menurut paranormal (orang yg bisa melihat makhluk halus) ada “isi”nya?
(2) Kemudian, sebenarnya makhluk apakah mereka itu (malaikat atau setan atau arwah yang belum bisa kembali kepada Allah)? Kalau orang-orang bilang ada yang alirannya hitam (sesat) dan putih (benar), dan orang-orang bilang tidak masalah selama aliran mereka itu putih. Hal itu sungguh membuat saya bingung dan ragu-ragu.
(3) Apakah kita boleh mendoakan mereka atau meminta tolong dari mereka?
Terima kasih.

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  Hadi
12 years ago

Salam Hadi, 1. Inti dosa adalah sikap hati yang menolak Allah, kasih, dan kuasa-Nya. Wujudnya ialah pelanggaran atas perintah-perintah Allah yang Mahakasih. (KGK 385-390). Sedangkan kuasa kegelapan dan setan selalu menolak Allah dan berusaha dengan cara apapun agar manusia jauh dari Allah. Dengan pengertian itu, kita bisa bertanya diri, apakah dengan sadar menyimpan barang setani termasuk dosa. Menurut saya, ya, berdosa. Jika tahu namun membiarkan, seperti halnya tahu bahwa di kamar kita ada bahan bom berbahaya, namun tetap kita simpan, berarti berdosa menyetujui kejahatan atau hal jahat tetap eksis di lingkungan terdekat kita. Terhadap benda-benda setani tersebut, menurut pendapat saya,… Read more »

fr. Jimy Rahadat
fr. Jimy Rahadat
12 years ago

Tim katolisitas yang saya kasihi…..salam kenal aja. saya ingin bertanya tentang bagaimana cara berpastoral di tengah-tengah umat (di Papua) yang memiliki adat atau budaya poligami yang sudah ada sejak dahulu? bagaimana langkah gereja?

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  fr. Jimy Rahadat
12 years ago

Fr Jimmy Yth Langkah pastoral adalah penyadaran (awareness) tentang Hukum Perkawinan di dalam Gereja Katolik. Selain itu perlu ada katekese keluarga sesuai ajaran Gereja terutama Familiaris consortio, bagaimana pandangan pemerintahan sipil (UU Perkawinan) yang diterapkan di Indonesia. Dari pelbagai kegiatan penyadaran itu diharapkan orang sadar dan meninggalkan kebiasaan berpoligami. Yang sudah berpoligami diterima dengan baik dan diberi katekese agar perkawinan mereka dibereskan dengan tatap menghormati kebudayaan setempat. Maka Gereja Katolik menerima mereka yang berpoligami dan mau menjadi orang kristen dengan syarat seperti dinyatakan dalam KHK 1983. Sang suami harus memilih satu istri di antara para istri itu. Anak dan istri… Read more »

Fr. Jmmy
Fr. Jmmy
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
12 years ago

Rm Wanta terkasih, terima kasih atas penjelasanya. Memang masalah ini butuh waktu dan proses yang panjang. Kerja sama dengan pemerintah dan tokoh-tokoh adat sekiranya bisa membantu dalam mengatasi masalah ini.

Fr. christophorus Rifeleli
Fr. christophorus Rifeleli
12 years ago

selamat…. paskah buat tim katolisitas..
saya ingin bertanya tentang masalah inkulturasi, yang dipraktekkan di setiap budaya. apakah selalu mengalami perkembangan????

Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr.
Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr.
Reply to  Fr. christophorus Rifeleli
12 years ago

Salam Fr. Christoforus Rifeleli, Inkulturasi meliputi bidang liturgi dan missi. Usaha ini selalu mengikuti perkembangan budaya dan pola pikir masyarakat setempat pada zamannya. “Di satu pihak Gereja harus berani mati terhadap warna kultural yang disandangnya sewaktu datang ke suatu tempat. Ia harus berani menanggalkan busana kultural yang lama itu, lalu mengenakan busana kultural yang baru, yang selarlas dengan adat budaya setempat. Di situlah ia akan bangkit dan tampil dengn wajah baru yang serba tampan dan serasi dalam konteks sosio-budaya setempat. Di lain pihak, kebudayaan setempat pun harus berani mati intuk dibangkitkan. Unsur-unsur yang tidak selaras dengan iman harus ditanggalkan. Maka… Read more »

roy
roy
13 years ago

Shalom
Pak Stef dan Ibu Inggrit terima kasih atas penjelasannya..Tuhan memberkati

roy
roy
13 years ago

Shalom Bu Inggrit …. saya ingin bertanya bagaimana hubungan nya dengan adat istiadat misalnya di daerah ntt disini masih terlalu banyak hal yang masih terikat dengan adat istiadat itu sendiri.Kadang ada hal-hal yang sangat sulit untuk bisa kita mengerti tapi terjadi. Misalnya semacam sumpah nenek moyang misalnya garis keturunan saya tidak boleh makan daging ikan paus karena dari ceritanya dahulu kala ikan paus ini yang pernah menolong moyang kita waktu di lautan dan kalau misalnya dia melanggar hal tersebut pasti akan ada akibat nya yang harus di tanggung dan itu memang sungguh terjadi, Kira-kira bagaimana tanggapannya bu inggrit atau pandangan… Read more »

prayogo
prayogo
13 years ago

Salam dalam X’tus
Bagaimana dengan tradisi nyekar kemakam leluhur dengan membawa dan menabur bunga, gereja juga menggunakan bunga disekitar altar yang menurut saya merupakan simbol, bukan sekedar keindahan altar saja. Juga dengan doa lingkungan/slametan (dengan bermacam ujud/intensi) dimana masih ditemukan sesaji berupa bubur putih/merah, jajan apem dan membakar dupa, apakah ini semua bisa disebut inkulturasi budaya atau sinkretisme bagi umat yang menjalaninya, tx.

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  prayogo
13 years ago

Prayogo yth

Tradisi budaya setempat yang belum disahkan oleh ordinaris atau konferensi para uskup belumlah merupakan inkulturasi karena itu tambal sulam memasukan tradisi budaya dalam liturgi hanyalah misa biasa bukan inkulturasi. Tabur bunga adalah tradisi yang hampir di mana saja ada untuk orang meninggal. Jadi tabur bunga bukan bentuk inkulturasi atau sinkretisme.

salam
Rm Wanta

pathet paksi-isi solo
pathet paksi-isi solo
14 years ago

Salam hormat saya, terimakasih pengertian ini dapat saya gunakan untuk referensi tugas yang akan saya tempuh….

Vincent Darmawan
Vincent Darmawan
14 years ago

Syalom rekan semua, Mau nanya nih, rencananya Desember 2009 ini kami mau mengadakan pemberkatan secara Katolik rumah kami,jadi kami mulai mencari tanggal, dimana banyak faktor yang mempengaruhi seperti kapan Romo bisa,kami sendiri bisa, keluarga kami bisa dsb. Kemudian mertua kami menyarankan agar sebelum tanggal 17 Desember karena diatas tagl tersebut adalah bulan Suro ( kepercayaan Jawa dimana kurang baik mengadakan pemberkatan rumah atau acara ramai orang ). Saya sbg Katolik menganggap semua hari adalah baik yang telah diberikan Tuhan. Yang kami mau tanyakan sbg berikut : 1. Sikap kami terhadap perhitungan penanggalan Jawa tsb ? 2. Kapan tanggal baik di… Read more »

sisilia
sisilia
15 years ago

salam sejahtera, maaf saya ada pertanyaan mengenai tradisi lokal dalam hubungannya dengan Gereja. salah seorang teman di dunia maya yang sangat erat dan mendalami budaya kejawen merasa kesulitan atas ketidakselarasan dengan ajaran Gereja. mungkin bpk/ibu/romo ada masukan tentang hal ini, karena menurut ybs bila praktek2 kejawen dihilangkan ”isi” nya maka jadi sia – sia. sementara ini ybs masih lebih memberati ajaran kejawennya, sementara iman Katoliknya kelihatannnya belum ada titik temu dan cenderung dikompromikan. thx sebelumnya ya. GBu Tambahan informasi dari Sisilia: contoh praktek kejawen dalam konteks ini adalah: merawat benda2 pusaka, tapi beserta dengan ‘ISI’nya. Adanya hari baik dan hari… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
40
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x