Evangelisasi baru bersumber pada dua perintah utama

Pendahuluan

Ketika saya tinggal di Amerika, saya beruntung sekali dapat menyaksikan pemilihan umum presiden Amerika. Beberapa kali, saya juga menyaksikan debat calon presiden. Saya tidak terlalu tertarik ketika mengamati perdebatan tentang isu politik, ekonomi, isu dalam negeri dan luar negeri. Namun, saya begitu tertarik mendengar penuturan mereka tentang isu kemanusiaan, seperti isu aborsi. Dari debat kedua calon presiden – Obama dan McCain – kita dapat secara tegas memberikan kesimpulan bahwa Obama adalah pro-choice dan McCain adalah pro-life, karena Obama mendukung aborsi dan McCain menolak aborsi. Walaupun sulit untuk mengerti bahwa seseorang dapat mendukung aborsi – yang adalah pembunuhan (lihat artikel ini dan ini), saya mencoba mengerti bahwa mungkin mereka yang bukan Katolik memilih untuk pro-choice. Namun, yang membuat saya sungguh-sungguh bersedih dan tidak dapat menerima adalah ketika 54% umat Gereja Katolik di Amerika ini memilih seorang calon presiden yang mendukung aborsi. Betapa ironisnya!

Ketika kenyataan seperti ini terjadi, saya teringat akan seruan “Evangelisasi Baru“, yang sering didengung-dengungkan oleh Paus Paulus VI dan juga Paus Yohanes Paulus II. Ketika lebih dari setengah umat Katolik di Amerika tidak tahu bagaimana menempatkan isu moral lebih utama dibandingkan dengan isu-isu yang lain, maka kita harus bersama-sama merenung dan menyadari bahwa kita perlu untuk melakukan evangelisasi di dalam Gereja Katolik sendiri. Ketika dunia ini didominasi oleh nilai-nilai sekular dan materialisme dan mengesampingkan nilai-nilai iman, maka evangelisasi baru sungguh-sungguh penting dan harus dilakukan. Ketika umat beragama hidup seolah-olah Tuhan tidak ada, maka gerakan evangelisasi baru tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mari, bersama-sama kita melihat perkembangan dan dasar-dasar evangelisasi baru, sehingga kita juga turut serta dalam gerakan yang menuntun kita kepada keselamatan kekal.

Perkembangan dari evangelisasi baru

Mungkin kita dapat menghubungkan evangelisasi baru dengan Paus Yohanes Paulus ke II, karena memang beliau menggunakan istilah ini dalam berbagai kesempatan. Dia menggunakan istilah “evangelisasi baru” sekitar 75 kali dalam surat-suratnya, dan 175 kali dalam homili-homilinya. Bahkan istilah ini muncul sekitar 890 kali dalam website vatican.va. Dari frekuensi munculnya istilah ini, maka kita dapat menilai bahwa evangelisasi baru begitu penting dalam perkembangan Gereja Katolik.

Istilah evangelisasi baru, muncul ketika Paus Yohanes Paulus II memberikan surat ensiklik “Redemptoris Missio (RM)” atau “Misi dari Sang Penyelamat“, yang diberikan pada tanggal 7 Desember 1990, yang merupakan ulang tahun ke-25 dari dokumen “Ad Gentes” atau “Dekrit tentang kegiatan missioner Gereja“, yang dapat dibaca di sini (silakan klik). Dengan demikian, istilah evangelisasi baru adalah merupakan suatu rangkaian dari dokumen Vatikan II, khususnya “Ad Gentes“, “Lumen Gentium” dan sinode-sinode, yang membahas tentang evangelisasi berdasarkan surat apostolik “Evangelii Nuntiandi” (EN / Evangelisasi di dunia modern), yang dibuat oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1975. Hal ini diperkuat oleh surat apostolik “Tertio Millennio Adveniente (TMA)“, yaitu surat yang berisi persiapan tahun Yubelium Agung 2000. Dikatakan di paragraf 21:

Bagian dari persiapan untuk menyambut tahun 2000 adalah rangkaian sinode yang telah dimulai setelah Konsili Vatikan II: sinode-sinode umum bersama dengan sinode-sinode tingkat benua, regio, bangsa dan keuskupan. Tema yang mendasarinya adalah evangelisasi, atau lebih tepatnya evangelisasi baru, di mana dasarnya telah diletakkan dalam surat apostolik Evangelii Nuntiandi dari Paus Paulus VI, diterbitkan pada 1975 setelah pertemuan umum ketiga dari sinode para uskup. Sinode-sinode ini adalah bagian dari evangelisasi baru: mereka lahir dari visi Gereja dari konsili Vatikan II. Mereka membuka area yang luas untuk partisipasi dari kaum awam, yang beberapa tanggung-jawab khusus di dalam Gereja telah didefinisikan. Mereka [sinode-sinode] merupakan ekspresi kekuatan, di mana Kristus telah diberikan kepada seluruh umat Allah, membuatnya mengambil bagian dari Misi keselamatan-Nya [Kristus] sebagai Nabi, Imam dan Raja. Hal ini dinyatakan secara jelas di dalam pernyataan dari Konstitusi dogmatik Lumen Gentium. Persiapan untuk tahun Yubelium 2000 dilakukan oleh seluruh Gereja, pada tingkat semesta dan lokal, memberikan kepadanya [Gereja] sebuah kesadaran dari misi keselamatan yang telah dia [Gereja] terima dari Kristus. Kesadaran ini secara khusus terbukti dalam ajakan sesudah sinode (the post-synodal Exhortations) yang diperuntukkan secara khusus untuk misi dari kaum awam, formasi para imam, para katekis, keluarga, nilai dari pertobatan dan rekonsiliasi dalam kehidupan Gereja dan kemanusiaan pada umumnya, juga yang akan datang diperuntukkan untuk hidup bakti (consecrated life).

Dualitas adalah inti dari evangelisasi baru

Kalau kita mengerti akan dualitas (dikotomi) dari perintah Kristus, kodrat Gereja, dan Konsili Vatikan II, maka kita akan dapat mengerti makna evangelisasi baru secara lebih baik. Kita akan membahas dualitas dari konsili Vatikan II, sehingga kita dapat lebih mengerti konsep dari evangelisasi baru. Dualitas dari perintah utama Kristus akan memberikan kepada kita isi dan elemen dari evangelisasi baru. Dualitas dari Gereja sebagai cara (means) dan tujuan akhir (end) akan menyadarkan kita bahwa evangelisasi baru tidak dapat dipisahkan dari Gereja. Masing-masing dari dualitas ini harus mampu untuk memperbaharui manusia ((EN, 19)), dan budaya ((EN, 20)), yang ditunjukkan dengan menjadi saksi Kristus yang baik ((EN, 21)).

Mari sekarang kita melihat beberapa dualitas ini.

Semangat dari Konsili Vatican II: melihat ke belakang untuk maju ke depan

Kalau kita melihat semangat dari Konsili Vatican II, maka kita akan dapat menyimpulkannya dalam dua hal yaitu ressourcement (kembali ke sumber) dan aggiornamento (updating / memperbaharui). Dalam hubungannya dengan evangelisasi, maka Gereja Katolik kembali ke sumber, yaitu Alkitab, Tradisi dan Magisterium Gereja, dan melihat kodrat dari Gereja yang memang harus missioner. Dalam dokumen Lumen Gentium (LG), kita melihat akan hakekat dari Gereja, yang merupakan Tubuh Mistik Kristus, yang kelihatan (means) dan tidak kelihatan (end), yang mengemban tugas mewartakan Kristus kepada segala bangsa. Menyadari bahwa Kristus sendiri yang mengutus para rasul (lih. Yoh 20:21) untuk mengemban amanat agung Kristus ke segala bangsa (lih. Mt 28:19-20; Kis 1:8), maka Gereja dengan penuh ketaatan mengemban misi ini. Inilah sebabnya, secara kodrat, Gereja mempunyai sifat misioner. ((LG, 17; AG, 5)) Dan sifat misioner ini dimungkinkan karena Roh Kudus sendiri yang menjadi Roh dari Gereja. Karena Kristus, sebagai Kepala Gereja menginginkan agar seluruh umat manusia memperoleh keselamatan, maka Gereja Katolik sebagai Tubuh Mistik Kristus harus mengemban misi ini berdasarkan inspirasi dan kekuatan dari Roh Kudus.

Pentingnya untuk memberitakan Kristus pada saat ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, melihat kondisi jaman pada saat ini, yang dipenuhi dengan kebohongan materialisme, individualisme, dan sekularisme, relativisme. Bahkan umat beriman yang telah mengenal Kristus banyak yang bertindak dan hidup sebagaimana orang-orang yang belum mengenal Kristus. Inilah sebabnya, melihat tanda-tanda jaman, Paus Yohanes Paulus II menyebut mereka sebagai “practical atheism“. ((lih. Paus Yohanes Paulus II, Post-Synodal Apostolic Exhortation, Ecclesia in Europe, 47)) Seperti contoh di atas, kita melihat bagaimana setengah umat Katolik di Amerika memilih seseorang yang mendukung aborsi sebagai presiden mereka. Ini menunjukkan bagaimana mereka tidak menerapkan prinsip-prinsip kekristenan dalam mengambil keputusan penting di dalam hidup mereka.

Dua realitas inilah yang harus dihadapi oleh Gereja. Di satu sisi, Gereja menyadari mempunyai sifat misionaris, namun di satu sisi, kenyataan di dalam kehidupan, terlihat bagaimana orang-orang yang belum mengenal Kristus dan bahkan umat Allah sendiri banyak yang tidak hidup menurut jalan Tuhan. Untuk itulah, Gereja menyerukan evangelisasi baru, untuk kembali merangkul umat Allah dan menyadarkan mereka akan hakekat mereka sebagai umat kesayangan Allah, yang juga harus bertindak menurut hukum Allah. Gereja juga ingin menjangkau mereka yang belum mengenal Kristus, sehingga mereka juga dapat memperoleh kebenaran penuh dan diselamatkan.

Mengasihi Allah dan mengasihi sesama adalah isi dari evangelisasi baru

Tidak ada perintah yang lebih utama daripada mengasihi Allah dan mengasihi sesama. (lih. Mt 22:37-40; Mk 12:30-31) Oleh karena itu, semua hal yang dilakukan oleh Gereja harus mendukung dua perintah pokok ini. Demikian juga dalam aktifitas evangelisasi baru, Gereja dan seluruh elemen Gereja – termasuk masing-masing dari kita – harus mencerminkan kasih kepada Tuhan dan kasih terhadap sesama yang didasarkan pada kasih kepada Tuhan. Hal ini dilakukan baik dengan sikap hidup yang baik ((EN, 21)), maupun dengan pemberitaan Injil secara terbuka ((EN, 22)).

Mengasihi Allah adalah pondasi dari evangelisasi baru

1. Dimensi Trinitas dan Kristologi

Untuk memberitakan kasih Allah, maka evangelisasi tidak dapat terlepas dari dimensi Trinitas. Kasih inilah yang membuat Allah Bapa telah mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk membebaskan dosa dan memanggil manusia kepada kehidupan yang kekal (lih. Yoh 3:16), yaitu dengan cara hidup kudus – yang hanya mungkin dicapai dengan karunia Roh Kudus. ((EN, 26)). Oleh karena itu, evangelisasi yang tidak memberitakan satu Allah dalam tiga Pribadi, tidak memberitakan kebenaran secara penuh. Inilah sebabnya, Paus Yohanes Paulus II memberikan program 3 tahun dari tahun 1997-1999, setelah melalui persiapan pertama tahun 1994-1996. Tahun 1997 diperuntukkan sebagai tahun Allah Putera ((lih. ensiklik Redemptoris Hominis atau Penyelamat manusia)), 1998 sebagai tahun Allah Roh Kudus ((lih. ensiklik Dominum et Vivificantem atau Roh Kudus di dalam hidup Gereja dan dunia)), dan 1999 sebagai tahun Allah Bapa ((lih. ensiklik Dives in Misericordia atau Belas kasih Allah)). Semua hal ini dijabarkan dalam dokumen Tertio Millennio Adveniente (persiapan untuk Yubelium tahun 2000), par. 35-54.

a) Pusat dari seluruh evangelisasi adalah pada pribadi Kristus. Inilah sebabnya, Paus Yohanes Paulus II, pada tahun pertama dari kepausanannya, memberikan ensiklik Redemptoris Hominis (1979) dan kemudian mulai tanggal 27 Agustus 1986 sampai April 1989, dia memberikan pelajaran tentang hal-hal sehubungan dengan Kristus, serta tambahan 28 pelajaran pada tahun 1997 atau tahun Allah Putera.

Dengan demikian, kita melihat bahwa kalau kita ingin berpartisipasi dalam evangelisasi, maka kita harus memberitakan Kristus – yang lahir, berkarya, menderita, wafat, mati, bangkit, dan naik ke Sorga. Bahkan kita harus turut serta mengikuti jejak Kristus, karena kita yang telah mati terhadap dosa, di dalam Kristus, – oleh Sakramen Baptis, akan bangkit bersama Kristus. (lih. Rm 6:4).

b) Jiwa dan kekuatan evangelisasi adalah Roh Kudus. Hasil dari pertukaran kasih Allah Bapa dan Allah Putera – yang dimanifestasikan secara penuh pada peristiwa penyaliban – maka Roh Kudus dicurahkan kepada Gereja dan setiap anggota Gereja. Paus Yohanes Paulus II kemudian mengeluarkan ensiklik “Dominum et Vivificantem” atau Roh Kudus di dalam hidup Gereja dan dunia pada hari Pentakosta, 18 Mei, 1986. Dia memberikan 7 refleksi tentang Roh Kudus tahun 1989 dan 80 pelajaran katekese dari 26 April 1989 sampai 3 Juli 1991, yang dilanjutkan dengan pengajaran tentang Roh Kudus selama tahun Roh Kudus (1998)

Inilah sebabnya, dalam setiap misi evangelisasi, kita semua harus bergantung pada karya Roh Kudus, karena Roh Kudus adalah jiwa dari Gereja. Roh Kuduslah yang membuat orang dapat bertobat, karena Roh Kuduslah yang menyatakan dosa kepada dunia. ((lih. DV, 27-29)) Roh Kudus-lah yang memberikan kita kekuatan untuk dapat melakukan misi evangelisasi. Dan Roh Kudus yang sama telah dicurahkan untuk Gereja dan menjadi jiwa dari Gereja. ((lih. DV, 3-26))

c) Belas kasih Allah adalah kabar gembira dalam evangelisasi. Dalam evangelisasi baru, kita harus mendengungkan bahwa Allah berbelas kasih dan mengasihi umat-Nya. Dia tidak hanya adil, namun lebih daripada itu, Dia berbelas kasih. Bahkan di dalam ensiklik Dives in Misercordia (Belas kasih Tuhan, 30 November 1980), Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa belas kasih Tuhan adalah atribut terbesar dari Allah Bapa. Hal ini pernah dituliskan di sini, silakan klik. Inilah sebabnya, Paus Yohanes Paulus II memberikan 58 pengajaran tentang Allah Bapa dari 16 Januari 1985 sampai 25 Juni 1986, yang dilanjutkan dengan 28 pengajaran pada tahun 1999, tahun Allah Bapa.

Jadi, dalam evangelisasi, kita harus memberitakan belas kasih Allah sebagai kabar gembira utama. Karena belas kasih Allah inilah, yang membuat Dia memberikan Putera-Nya, yang terkasih untuk menebus dosa manusia (lih. Yoh 3:16). Dialah Bapa yang senantiasa menantikan anak yang hilang untuk kembali ke rumah Bapa. (lih. Lk 15:11-32) Akhirnya, demonstrasi kasih ini dimanifestasikan secara penuh pada peristiwa penyaliban Kristus, di mana Bapa merelakan Anak-Nya yang tunggal mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia.

2. Dimensi ekklesiologi (Gereja)

Bagaimanakah kita menjawab kasih Yesus yang sedemikian sempurna dan tak terhingga, yang telah dibuktikan-Nya dengan mati di kayu salib? Kalau kita ingin mengasihi Yesus secara penuh, maka kita juga harus mengasihi Tubuh-Nya, yaitu Gereja Katolik. (lih. Ef 5) Bahkan dikatakan bahwa Gereja dikandung pada waktu air dan darah mengalir dari sisi Yesus ketika Dia tergantung di kayu salib. Gereja lahir dari proses evangelisasi dari Kristus dan para rasul. Dan kelahiran Gereja dimanifestasikan secara penuh pada hari Pentakosta, di mana ketika para murid telah menerima Roh Kudus, mereka mewartakan kabar gembira, sehingga pada hari yang sama 3000 orang memberikan diri untuk dibaptis. (Kis 2:1-41). Dengan demikian, evangelisasi tidak dapat dipisahkan dari Gereja, karena fokus dari evangelisasi adalah Kristus dan Kristus adalah Kepala dan Mempelai Pria dari Gereja. Tidak membawa dimensi Gereja dalam evangelisasi adalah mewartakan Kristus yang tidak lengkap. Oleh karena itu, dalam evangelisasi, kita tidak dapat memisahkan diri dari Gereja Katolik dan harus senantisa mewartakan dogma dan doktrin yang telah ditetapkan oleh Magisterium Gereja, karena semuanya bersumber pada Kitab Suci dan Tradisi Suci.

3. Dimensi soteriologi (keselamatan)

Kasih Allah bukanlah menawarkan kebahagiaan sementara, namun kebahagiaan kekal di dalam Kerajaan Allah. Inilah sebabnya, Yesus berjalan berkeliling dan memberitakan Kerajaan Allah (lih. Mt 4:17). Untuk inilah Kristus datang, yaitu memberitakan Kerajaan Allah dan membawa umat Allah masuk ke dalam Kerajaan Allah. ((EN, 8-9)) Oleh karena itu, evangelisasi yang menekankan kebahagiaan duniawi, kemakmuran sementara tidaklah menyampaikan pesan Kristus secara murni. Oleh karena itu, Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi menekankan pentingnya seseorang dengan berani memikul salib, mengikuti Yesus, karena menaruh pengharapan pada kebahagiaan kekal di Sorga dan bukan pada kebahagiaan di dunia ini. ((EN, 10, 28,34))

4. Dimensi pertobatan dan kesaksian hidup

Kasih Allah yang ditawarkan oleh manusia yang berdosa, hanya mungkin diterima oleh manusia dengan pertobatan sebagai langkah pertama. Lebih tepatnya, Roh Kuduslah yang bertindak untuk menyadarkan manusia akan segala dosanya. Hanya melalui pertobatan yang sejati, maka rahmat Allah dapat mengalir kepada manusia. Oleh karena itu, semua orang yang terlibat dalam evangelisasi haruslah mengalami pertobatan sejati terlebih dahulu, sehingga dia dapat juga menjadi alat Tuhan untuk membawa pertobatan bagi orang lain. Orang yang telah mengalami pertobatan yang sejati tidak akan menjadi manusia yang sama lagi, karena dia telah mati terhadap dosa bersama dengan Kristus (lih. Rm 6:4). Kematiannya dari dosa, membuatnya terbuka terhadap rahmat Allah. Dan sebagai akibatnya, maka kekudusan akan mewarnai kehidupannya. Dan pada saat seseorang menampakkan buah-buah kekudusan, maka dia telah menampakkan buah-buah evangelisasi, yang akan terus berkembang dan mempengaruhi keluarga dan komunitas di sekitarnya. Inilah buah evangelisasi yang otentik. Paus Paulus VI mengatakan:

Manusia modern, secara sukarela lebih mendengarkan para saksi daripada para pengajar, dan jika dia mendengarkan para pengajar, hal tersebut disebabkan karena mereka [para pengajar] adalah para saksi” ((EN, 41 mengambil Paus Paulus VI dalam Address to the members of the Consilium de Laicis (2 Oktober 1974): AAS 66 (1974), p. 568))

Mengasihi sesama adalah buah dari evangelisasi baru

Orang sering salah melangkah dengan mencoba aktif dalam kegiatan-kegiatan tanpa landasan spiritualitas yang baik. Atau dengan kata lain, orang sering mencoba untuk mengasihi sesama dengan cara aktif dalam kegiatan Gereja tanpa landasan kasih kepada Allah. Tanpa berlandaskan kasih Allah, seseorang yang mencoba aktif dalam evangelisasi tidak akan bertahan lama, karena tinggal menunggu waktu, maka akan terjadi keributan, ketidakcocokan dengan teman, dan akhirnya akan tercerai berai. Hal ini sama seperti membangun rumah di atas pasir (lih.Mt 7:26), yang tidak akan bertahan pada waktu badai menerpa. Jadi, untuk dapat melakukan evangelisasi, maka kita harus mengasihi Tuhan. Dengan demikian, semua kegiatan gereja dan kegiatan evangelisasi adalah merupakan buah dari kasih kita kepada Allah.

1. Evangelisasi menjangkau semua bahasa dan semua agama, termasuk umat Katolik.

Karena sesama kita adalah semua bangsa, tidak memandang suku, bahasa, agama, maka evangelisasi juga harus diwartakan ke semua orang, ((EN, 49)) karena Allah menghendaki keselamatan bagi semua orang. Pewartaan kabar gembira dan kabar keselamatan ini adalah merupakan bentuk kasih kita sesama yang berdasarkan kasih kepada Tuhan. Hal ini diperintahkan oleh Yesus sendiri, ketika Dia mengatakan “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mt 16:15). Kalau kasih adalah “menginginkan yang baik bagi orang yang dikasihi” dan tidak ada kebaikan yang lebih daripada keselamatan kekal, maka evangelisasi ke semua bangsa adalah merupakan bentuk kasih. Berikut ini adalah golongan yang yang harus dicapai dalam misi evangelisasi baru:

a) Orang-orang yang belum mengenal Kristus berhak untuk mendengarkan kabar gembira. Ini adalah misi yang diberikan Kristus kepada Gereja untuk membuat segala bangsa mendengar kabar gembira. ((EN, 51)) Cara-cara yang dapat digunakan untuk menjangkau semua orang dapat berbentuk pemberitaan secara langsung melalui kotbah, namun juga dapat melalui seni, pendekatan ilmu pengetahuan, filosofi dan cara-cara yang sah untuk menyentuh hati manusia. Kita juga harus mengingat bahwa anak-anak juga termasuk orang-orang yang belum mendengar Kabar Gembira. Oleh karena itu, setiap orang tua harus melakukan evangelisasi di dalam rumah masing-masing, sehingga anak-anak dapat bertumbuh dalam iman.

b) Orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan berhak untuk mengetahui kebenaran yang membebaskan. Dunia saat ini, banyak dipenuhi dengan orang-orang yang tidak percaya akan Tuhan, yang hanya percaya sesuatu yang terlihat, sesuatu yang empiris, pragmatis, materialisme, sekularisme, yang disebut oleh Hendri de Lubac sebagai “the drama of atheistic humanism“. Pada akhirnya semuanya ini hanya akan mendatangkan kekecewaan, kekosongan dan kehampaaan, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Orang-orang yang telah diubah oleh Kristus harus dapat menunjukkan kepada golongan ini, bagaimana kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai di dalam Kristus, silakan klik. Oleh karena itu, orang-orang percaya harus dapat menunjukkan kebahagiaan di dalam Kristus walaupun sedang menghadapi percobaan, sakit, dll. Kita harus mengingat apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rm 8:35). Dan hal yang dapat dilakukan adalah berdialog dengan mereka, yaitu dengan menggunakan akal-budi (reason) maupun “argument of the heart“, yang menceritakan bagaimana seseorang telah diubah oleh Kristus dan memperoleh kehidupan yang baru, penuh kebahagiaan, kekuatan untuk menghadapi kehidupan, dan pengharapan yang tak tergoyahkan akan Kerajaan Sorga.

c) Orang-orang beragama non-Kristen berhak untuk mengetahui kepenuhan kebenaran yang ditawarkan Kristus. Mewartakan Kristus kepada umat dari agama non-Kristen adalah sesuatu yang harus kita lakukan, karena Injil atau Kabar Gembira diperuntukkan untuk semua golongan. Gereja Katolik melihat bahwa ada kebenaran dalam setiap agama, termasuk kebenaran dalam agama-agama non-Kristen, walaupun kebenaran ini tidak penuh seperti yang diajarkan Kristus. Percikan kebenaran dalam agama- agama lain dipandang oleh Gereja sebagai persiapan untuk menerima Injil. ((lih. LG, 16)). Maka untuk berdialog dengan mereka, maka kita harus menunjukkan bagaimana Yesus Kristus adalah benar-benar Allah. Kita dapat menggunakan argumentasi filosofis sebagai dasar pijakan yang sama.

d) Orang-orang Kristen non-Katolik berhak untuk mengetahui kepenuhan kebenaran di dalam Gereja Katolik. Di dalam ensiklik Ecclesiam Suam (ES), Paus Paulus VI menegaskan bahwa kita dapat berbicara tentang hal-hal yang mempersatukan kita, namun tidak dapat berkompromi terhadap integritas iman Katolik, baik dogma maupun doktrin yang berakar pada Alkitb, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, yang dapat ditelusuri dari perkembangan doktrin. ((ES, 109)) Harus ditunjukkan bahwa dogma dan doktrin bukanlah merupakan spekulasi teologi, namun bersumber pada keinginan dan mandat dari Kristus sendiri.

e) Orang-orang Katolik harus menyadari bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik. Yang tidak boleh dilupakan dalam evangelisasi baru adalah umat Katolik sendiri. Dalam kasus di atas, di mana setengah dari umat Katolik di Amerika memilih calon presiden yang mendukung aborsi, maka kita melihat kenyataan yang menyedihkan, bahwa banyak umat Katolik yang tidak benar-benar mengetahui akan iman Katolik. Banyak dari antara mereka terjebak dengan pendapat bahwa semua agama adalah sama saja. Banyak dari mereka berfikir bahwa iman dan kehidupan nyata adalah dua hal yang berbeda, seolah-olah iman hanya digunakan pada hari Minggu, pada waktu ke gereja. Ada sebagian yang berpendapat bahwa seseorang dapat memilih-milih dogma maupun doktrin, di mana yang sesuai dengan keinginan pribadi diterima dan yang tidak sesuai ditolak. Dengan demikian iman direduksi menjadi suatu pendapat yang kebenarannya relatif dan dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Betapa banyak umat Katolik yang perlu membaca deklarasi Dominus Iesus (silakan klik), agar dapat semakin mengenal akan imannya!

Keadaan ini sebenarnya menciptakan toleransi yang semu, yang menempatkan kebenaran sebagai sesuatu yang relatif. Untuk itulah, semua elemen di dalam Gereja Katolik harus menjangkau umat, agar mereka dapat benar-benar meyadari kekayaan Gereja Katolik yang begitu indah dan benar. Menyadari bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik. Dan berjalan dengan tegak bahwa dirinya telah menjadi anggota Gereja Katolik, namun dibarengi dengan kerendahan hati, karena menyadari bahwa iman adalah pemberian Tuhan dan menyadari sulitnya berjuang untuk hidup kudus. Dengan demikian, tidak ada yang dapat dibanggakan dari diri kita, kecuali menceritakan kasih dan rahmat Allah yang telah tercurah dalam kehidupan kita masing-masing.

Kita juga perlu menyadari bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam proses katekese. Kalau seseorang yang telah belajar iman Katolik selama setahun dan kemudian setelah dibaptis dapat berpindah ke agama lain dengan alasan hangatnya komunitas, indahnya kotbah dari gereja lain, dan alasan pribadi yang lain, maka dapat dikatakan bahwa ada yang salah dalam proses katekese tersebut (silakan memberikan masukan pada proses katekese di sini – silakan klik). Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam proses katekese harus benar-benar mengerti dan mengasihi iman Katolik dan mempunyai hati yang mengasihi Yesus dan Gereja-Nya. Dia juga harus mengajarkan apa yang memang diajarkan oleh Magisterium Gereja dan senantiasa berada dalam kesatuan dengan Gereja, baik Gereja Lokal (tingkat paroki maupun tingkat keuskupan) dan juga gereja semesta. ((EN, 60))

2. Cara yang bijaksana perlu diterapkan dalam evangelisasi baru.

Kasih bukanlah kasih kalau memaksa. Oleh karena itu, evangelisasi – sebagai bentuk kasih – tidak boleh dilakukan dengan paksaan. Kita harus mempresentasikan iman Katolik dengan penuh hormat dan kelemahlembutan (lih. 1 Pet 3:15), sehingga orang-orang dapat melihat keindahan akan dogma dan doktrin Gereja Katolik. Dan keindahan ini dapat lebih bersinar, ketika dogma dan doktrin diterapkan dalam kehidupan nyata, yaitu dalam perjuangan untuk hidup kudus. Bahkan kekudusan dapat didefinisikan sebagai hidup menurut dogma dan doktrin.

Kasih bukanlah kasih kalau tidak disertai dengan kebenaran. Kalau kasih adalah menginginkan sesuatu yang baik untuk orang yang dikasihinya, maka kalau kita tidak mewartakan kebenaran, sebenarnya kita tidak memberikan yang baik bagi orang yang kita kasihi. Oleh karena itu, kita tidak perlu takut kalau ada perbedaan pendapat, pandangan dalam hal iman. Justru perbedaan ini, harus menjadi kesempatan bagi kita untuk mewartakan kebenaran.

Namun, untuk mewartakan kasih yang disertai kebenaran diperlukan kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan, maka maksud baik kita akan dapat disalahartikan dan menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, kita harus mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus, yaitu “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Mt 10:16) Jadi, kalau kita mengenal latar belakang, permasalah, budaya, dari orang-orang yang mau diberitakan, maka kita akan dapat memberitakan Injil secara efektif. Kita harus tahu apakah yang mendengarkan pewartaan adalah anak-anak muda, orang-orang tua, pendidikan mereka, sehingga pesan yang ingin disampaikan menjadi lebih efektif dan berdaya guna. Evangelii Nuntiandi menekankan akan pentingnya evangelisasi bagi kaum muda, di mana mereka perlu mendengar semangat dan ide dari Injil yang sangat baik sebagai sesuatu yang harus diketahui dan diikuti. ((EN, 72))

Dalam perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (silakan klik), Yesus mengatakan “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (Lk 16:8). Pada jaman ini, kita melihat informasi tersebar begitu luas dan cepat dengan penggunaan media masa, yang bahkan sering digunakan untuk menyebarkan informasi yang bertentangan dengan semangat Injil. Paul Paulus VI menekankan pentingnya penggunaan media masa untuk menyebarkan kebenaran Injil, sehingga semua orang dari segala bangsa dapat mendengarkan kabar gembira, karena kabar gembira harus diberitakan secara lantang dari atap-atap rumah (lih. Mt 10:27). ((EN, 45)) Dan inilah juga yang diserukan berkali-kali oleh Paus Benediktus XVI, di mana dia mengatakan “Young people in particular, I appeal to you: bear witness to your faith through the digital world!” Sudah saatnya dunia yang dipenuhi dengan informasi yang bertentangan dengan kebenaran dapat juga dibendung dengan informasi tentang Sang Kebenaran, yaitu Yesus Kristus, yang dapat menuntun manusia pada keselamatan kekal, karena Dia adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup! (lih. Yoh 14:6).

Penutup

Mungkin ada yang bertanya-tanya, setelah membaca artikel di atas: Apanya yang baru dari evangelisasi baru? Memang tidak ada yang baru dari sisi kebenaran yang diberitakan, karena “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8) Kalau kita perhatikan tidak ada doktrin yang baru yang diberikan oleh Konsili Vatikan II. Tidak ada yang baru dalam dua perintah utama, yaitu mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama atas dasar kasih kepada Tuhan. Tidak ada yang baru pada dimensi Trinitas dan ekklesiologi, dimensi soteriologi, dimensi pertobatan dan kesaksian hidup. Kita harus tetap memberitakan semua kebenaran ini, karena kebenaran-kebenaran tersebut dapat menuntun seseorang kepada keselamatan kekal. Mereduksi kebenaran tidak dapat dibenarkan, karena Yesus sendiri mengatakan “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mt 28:20) dan bukan “sebagian perintah” atau “perintah yang saya suka” atau “perintah yang gampang“.

Dapat dikatakan bahwa yang baru adalah situasi jaman, yang memang semakin bertentangan dengan semangat Injil. Dunia yang dipenuhi dengan keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup (lih. 1 Yoh 2:16). Dunia yang diwarnai dengan kebohongan materialisme, individualisme, dan sekularisme, relativisme, dengan gampangnya menyeret manusia dan bahkan umat Katolik sendiri untuk terlena dalam kenikmatan dunia yang bertentangan dengan kebahagiaan Sorga. Di tengah-tengah sebagian umat Katolik yang suam-suam kuku, tidak mempunyai daya untuk menjadi saksi Kristus yang baik, tidak mempunyai semangat untuk mewartakan kebenaran, maka “evangelisasi baru” menyerukan kembali seruan untuk berdiri tegak sebagai umat Katolik, percaya akan kepenuhan kebenaran yang ada di dalam Gereja Katolik, dan dengan penuh kebijaksanaan menyerukan kebenaran ini ke segala bangsa. Untuk itu, evangelisasi baru harus dimulai dari dalam Gereja Katolik sendiri dan pada saat yang bersamaan mewartakan Yesus yang tersalib dan bangkit ke segala bangsa. Semua komponen dalam Gereja Katolik, baik dalam hirarki, klerus, yang tergabung dalam ordo religius, dan kaum awam, harus bahu-membahu dalam membangun Gereja. Dan semuanya harus dimulai dengan menjadi saksi Kristus yang baik, yaitu dengan hidup kudus dan pewartaan tanpa henti dengan menggunakan cara-cara yang strategis dan bijaksana.

Mari, dalam kapasitas kita masing-masing, kita bertanya:

Apakah yang telah saya lakukan untuk Kristus dan Gereja-Nya, sebagai tanda kasihku kepada Allah?

4.3 3 votes
Article Rating
19/12/2018
18 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Leonard
Leonard
12 years ago

Shaloom, Saya ingin bertanya dan curhat jg. Saya pacaran dengan orang yg Non-Katolik. Kami merasakan ada perbedaan tetapi kami pikir ya sudah lah sama2 pcaya Jesus Christ. Dia punya impian merrid di gereja lokal dia. Tetapi saya bersikeras harus menikah di Gereja Katolik, awalnya dia berat tp mau jg dengan syarat dia tidak mao ttd janji utk mendidik anak secara iman katolik. (wah berat ini di dlm hati saya), akhir sama2 kami putuskan salah satu musti ada yg pindah kalau begitu. Saya jg pribadi ingin dan rindu sekali punya keluarga Katolik (ga perna rasain rosario bareng atau apapun). Karena saya… Read more »

paulus budi tri antara
paulus budi tri antara
12 years ago

Saya mempunyai satu keluarga tapi dalam keluarga saya ada yang beda agamanya… bagaimanakah saya harus menanggapi itu… dan bagaimana saya harus bersikap..

[dari katolisitas: silakan melihat artikel ini – silakan klik dan tanya jawab ini – silakan klik dan klik ini]

michael
michael
12 years ago

Salam Katolisitas, Apakah sekarang ini kualitas iman umat semakin berkurang—–saya mencoba melihat dari sudut pandang semakin sedikitnya umat yang menerima panggilan untuk hidup membiara, sehingga dari tahun ke tahun jumlah tahbisan semakin sedikit dan semakin berkurangnya kesadaran umat jika ada Misa di lingkungan atau ada persekutuan” lain yg diadakan di lingkungan masing” bahkan mudika pun semakin sedikit….. Lalu saya mohon sarannya bagaimana agar dpt menjadi umat yang walau secara kuantitas sedikit namun memiliki kualitas iman yg bagus, sehingga dpt benar” menjalankan perintah kasih Tuhan…. Sehingga dengan kasih dapat memberi pengertian pada saudara yang sudah jauh dari kehidupan Gereja Katolik…. Trima… Read more »

michael
michael
Reply to  Stefanus Tay
12 years ago

Salam Trima kasih atas penjelasan dan arahan dari bp. Stef yg semakin menguatkan saya untuk turut serta dlm karya pelayanan kaum awam….. Namun ada satu pertanyaan lagi yang masih mengganjal di hati saya pak (mungkin curahan hati hehehhehe) “Sbg umat yang mencoba menanggapi panggilan sebagai awam saya terkadang memiiliki dilema jika suatu saat diajak untuk pergi melepas penat bersama” tmn ke karaoke atau sekedar hang-out ke tempat” spt cafe atau bar (apakah salah sebagai awam pergi ke tempat hiburan seperti itu??) Di lain sisi saya juga masih muda yang juga butuh hiburan dan membangun relasi dengan teman” muda lain, bagaimana… Read more »

Fr. christophorus Rifeleli
Fr. christophorus Rifeleli
13 years ago

syaloom……
saya mau nanya nih tentang misi… bagaimana misi dijalankan di daerah konflik dan metode macam apa yang harus dipakai?????

Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr.
Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr.
Reply to  Fr. christophorus Rifeleli
12 years ago

Salam Fr Christophorus Rifeleli Di seluruh dunia terdapat beberapa area konflik yang masih berlangsung maupun yang sudah mereda. Misi Katolik di daerah konflik wajib memperhatikan jenis konfliknya, apakah konflik antar umat beragama (umat agama apa melawan umat agama apa), apakah konflik antar suku, ataukah konflik politik (peperangan antar pendukung parpol-parpol), dan konflik ekonomi (peperangan para pedagang). Perlu dicermati pula sejauh mana kedalaman luka akibat konflik, apakah melibatkan senjata berat dan kerusakan berat, ataukah sampai kematian massal dan dendam yang berkepanjangan dalam keluarga-keluarga. Pengungsian dan pemisahan antar kelompok membuat luka makin dalam. Bisa pula konflik dianalisis sebagai konflik horisontal (antar warga)… Read more »

Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo
13 years ago

Shalom Bu Inggrid dan Pak Stev, saya merasa bersyukur dengan adanya situs ini dan saya sangat mengaguminya. Perkenankan saya untuk bertanya. Dewasa ini ada fenomena dimana banyak gereja yang kosong terutama yang terjadi di Eropa dan Amerika. Malahan sebagian gereja telah dijadikan sebagai museum. Apakah umat kristiani sekarang “maaf” kalau boleh dikatakan hanya Kristen KTP. Kemudian ada fenomena lainnya gejala sekularisme (Christian without Church). Apakah ada langkah bijak yang ditempuh oleh gereja Katholik rome.

setyohadi
setyohadi
13 years ago

Shalom Pak Stefanus, Saya punya teman2 yg beragama lain dan belum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus, bagaimanakah seharusnya sikap saya terhadap mereka ? Jika tidak seorangpun berani / mau menginjil kepada mereka apakah ini termasuk dalam Invicible Ignorance ? Karena saya rasakan secara umumnya orang2 spt saya akan sedikit enggan / sulit utk menginjil karena beranggapan bahwa mereka sudah mempunyai kepercayaan sendiri dan sangat kecil kemungkinannya mereka dapat percaya / beralih kepercayaan dengan mengakui karya penebusan Yesus Kristus. Dan juga mungkin sedikit keengganan kalau2 mereka berubah sikap kpd saya sesudahnya. Jika saya tidak pernah berbicara / mengabarkan ttg berita keselamatan… Read more »

Phiner SERAN
Phiner SERAN
13 years ago

Shallom, tulisan yang indah dari refleksi yang mendalam dari pakarnya….hehehehe. setelah membaca beberapa tulisan di sini dengan segala komentar, pertanyaan, jawaban, tanggapan atau sanggahan dari dialog yang indah di situs ini; semuanya itu mengungkapkan keprihatinan rasa cinta sekaligus keprihatinan atas iman yang kita hidupi dalam hidup keseharian. apa lagi berbicara tentang evangelisasi baru atau katekese… sebagaimana dalam tulisan ini. ininya bahwa iman kekristenan kita haruslah menjadi iman yang hidup yang dasarnya seperti yang telah diuraikan di atas, dan itu yang diberitakan (evangelisasi baru). untuk menjadi iman yang hidup, iman itu terlebih dulu harus dipahami dengan baik dan benar, iman yang… Read more »

Andreas
Andreas
14 years ago

Halo pak Stef dan bu Inggrid, 1) Saya terkejut waktu mengetahui Perjanjian Lama sekte Ortodox ternyata berbeda dari Perjanjian Lama yang diakui Gereja Katolik. Saya menemukan 3 Makabe, 4 Makabe, Mazmur 151, Doa Manaseh, 3 Esdras, 4 Esdras, dll. Apakah kitab-kitab demikian memang ada dalam Septuaginta? Kalau memang ada dalam Septuaginta, kenapa Gereja Katolik tidak menerima kitab-kitab demikian? 2) Orang yang sudah meninggal sebelum hari kiamat / Hari Penghakiman, akan dibangkitkan juga atau nggak di akhirat nanti? Akan diadili juga atau tidak? Masalahnya mereka kan udah masuk Surga atau Neraka sebelum Hari Penghakiman tiba, masak dihakimi dua kali? 3) Saya… Read more »

Chrsnt
Chrsnt
14 years ago

Hallo Dear, Syalom.
Thanks ya, aku mendapat banyak info seputar dunia pewartaan Injil.
Masih bolehkan aku bertanya lagi?
“Bagaimana latar belakang/sejarah dan perkembangan EVANGELISASI BARU?”

Thanks untuk kebaikan hati saudara
JBU

[dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas – silakan klik]

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
18
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x