Bersahabat dengan perbedaan

Refleksi Kerahiman Allah oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

“Bersahabat dengan orang yang berbeda” merupakan niat Paus Fransiskus. Paus Fransiskus mempraktekkan hal ini dalam pembasuhan kaki pada upacara Kamis Putih kemarin. Bapa Suci mencuci kaki dan mencium kaki saudara-saudari dari berbagai suku dan keyakinan. Tindakan Bapa Suci ini membuat banyak orang larut dalam keharuan. Persahabatan dengan orang yang berbeda sungguh memancarkan wajah kerahiman Allah.

Ketika menghargai perbedaan dengan kasih, kita bisa melihat keindahannya. Indahnya perbedaan itu dapat digambarkan dengan pelangi. Indahnya pelangi terbentuk dari berbagai macam warna yang berbeda. Keindahan pelangi hanya dapat dinikmati oleh hati yang bersih.

Dasar dari indahnya perbedaan ini adalah kisah penciptaan Allah (Kejadian 1:1, 26-31a). Tuhan Allah sejak awal mula menjadikan ciptaan-Nya dalam perbedaan. Kisah penciptaan ini dibacakan atau dinyanyikan pada Malam Paskah. Tuhan menjadikan langit dan bumi, berbagai macam tumbuhan, berbagai macam jenis binatang, dan manusia adalah pria dan wanita. Setelah selesai menciptakan hal-hal itu, Tuhan Allah melihat bahwa semuanya itu baik adanya.

Ketika kita menyadari bahwa Tuhan menjadikan semuanya dalam perbedaan, kita akan menyikapi perbedaan dengan bijaksana. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa menghindari untuk berjumpa dengan orang yang berbeda, seperti latar belakang, watak, kepribadian, status sosial, status ekonomi, keyakinan, dan suku. Dalam perbedaan yang ada itu, kita tidak perlu mencari siapa yang lebih baik, karena semua diciptakan secara unik dan untuk saling melengkapi. Artinya, kita memandang perbedaan itu untuk melengkapi ketidaksempurnaan kita.

Perbedaan pria dan wanita dapat menjadi ilustrasi bahwa perbedaan itu untuk saling melengkapi. Hanyalah wanita yang dapat mengandung bayi, tetapi wanita tidak bisa mengandung tanpa pria. Perbedaan-perbedaan yang digabungkan itulah yang membuat kita kuat! Ketika kita menyadari hal ini, kita tidak akan merasa lebih unggul dari satu sama lain.

Ketika kita menyadari bahwa perbedaan itu berasal dari Tuhan Allah, sikap toleran pasti terjadi. Sikap toleran nampak dalam mendiskusikan pendapat dengan sopan dan tidak menghina. Kita tidak mengganggap orang yang berbeda pendapat sebagai musuh, tetapi mengasihinya sebagai saudara.

Sayangnya kita manusia terkadang menyukai keseragaman karena keseragaman itu nampak rapi dan teratur. Akibatnya adalah kita sulit membuka diri terhadap perbedaan, terutama jika hal itu bertentangan dengan nilai yang kita anut. Sikap yang menutup diri terhadap perbedaan ini akan membuat kita buta terhadap kebenaran dan kekayaan nilai dari yang lain. Kita akan menjadi seperti katak dalam tempurung. Artinya: kita tidak memiliki pengetahuan luas atau sangat sedikit pengetahuannya atau kurang luas pandangannnya.

Ada beberapa ciri orang yang terjangkit virus “seperti katak dalam tempurung”. Pertama adalah ia merasa bahwa dirinya serba paling (paling hebat, paling pintar, paling berani, paling kaya, paling terkenal, paling senior, paling jenius dan seabrek-abrek embel-embel paling lainnya). Kedua adalah ia biasanya mempunyai sifat-sifat negatif seperti mau menang sendiri, otoriter, mudah tersinggung, gampang menyalahkan, menuduh, bahkan memvonis orang lain salah. Ketiga adalah ia suka mempergunjingkan kekurangan pihak yang berbeda.

Sikap “seperti katak dalam tempurung” ini bisa berkembang menjadi kebencian. Kebencian terjadi karena kecurigaan yang berlebihan. Kecurigaan ini terbentuk oleh rasa terancam dengan perbedaan. Lebih parah lagi adalah kebecian dibentuk karena bisa menjadikan perbedaan sebagai sebuah komoditi yang mudah didapatkan. Artinya, imbalan diperlukan demi rasa aman dalam melakukan sesuatu.

Kita yang mempertahankan diri sebagai “yang paling” sebenarnya hatinya tidak akan pernah bahagia karena terus tergoda dengan keinginan untuk bertengkar. Penderitaan itu dapat diterangkan dengan sebuah ilustrasi berikut ini. Ada dua murid di dalam sebuah perguruan. Murid yang satu adalah pandai dan murid yang satunya adalah bodoh. Pada suatu hari terjadi perdebatan yang keras dan tidak ada hentinya antara mereka tentang jumlah dari 3X7. Murid yang pandai bersekukuh bahwa 3×7 adalah 21, sedangkan murid yang bodoh tetap berpendapat bahwa 3×7 adalah 27. Mereka kemudian membawa persoalan ini kepada sang guru untuk memperoleh kebenaran darinya. Di hadapan sang guru, murid yang bodoh itu mengatakan kepada murid yang pandai: “Jikalau pendapatku yang benar bahwa 3×7 adalah 27, engkau akan dicambuk sepuluh kali dan aku akan mencambuk diriku sendiri seribu kali kalau pendapatmu yang benar bahwa 3×7 adalah 21”. Guru itu kemudian mencambuk murid yang pandai itu sepuluh kali. Menerima cambukan itu, murid yang pandai itu berteriak: “Guru, mengapa guru mencambuk aku, padahal aku yang benar bahwa 3×7 adalah 21’. Guru itu menjawab: “Aku mencambuk engkau bukan karena engkau salah, tetapi engkau tidak arif dalam menghadapi temanmu yang kurang pandai.

Bagaimana membentuk sikap yang arif terhadap perbedaan sehingga terbangun persahabatan dalam keragaman? Pertama adalah kita harus menyadari bahwa kita bukan orang yang paling segalanya dalam hidup ini. Kedua adalah kita harus menyadari bahwa kelebihan-kelebihan yang Tuhan telah berikan kepada kita ternyata masih banyak umat-Nya memiliki hal yang lebih dari kita dalam berbagai segi. Dengan kata lain, di atas langit masih ada langit. Ketiga adalah kita menampilkan diri apa adanya. Tampil apa adanya akan menambah simpati orang yang berbeda dengan kita. Tampil apa adanya berarti kita jujur dan tulus dalam menjalani hidup kita. Kita tidak perlu kuatir dan kecewa dengan kekurangan kita karena Tuhan sudah menyiapkan lebih banyak lagi kelebihan dalam diri kita. Dengan demikian, kita dapat mensyukuri perbedaan sebagai berkat, yaitu untuk saling mengenal dan memahami sehingga terjalin relasi yang lebih harmonis seperti nasihat Santo Paulus: “supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan” (1Korintus 12:25).

Kesimpulan dari pembahasan “bersahabat dengan perbedaan” terangkai dalam doa singkat berikut ini :

Bapa di surga,

Terimakasih aku haturkan kepadaMu.

atas perbedaan yang ada.

Tolong aku untuk menghargai dan mensyukuri perbedaan itu,

sehingga perbedaan itu menjadi indah.

Amin.

Tuhan memberkati

19/12/2018
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.Â