Bagaimana kodrat Yesus sebelum Inkarnasi dan setelah naik ke Sorga

Pertama, kita harus mengerti kodrat Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia, serta hubungan dari kedua kodrat ini, kita dapat tersesat pada bidah atau pengajaran sesat. Di dalam sejarah Gereja, kita mengenal adanya beberapa bidah tentang kodrat dari Kristus. Mari sekarang kita membahasnya.

Kodrat Kristus sebelum Inkarnasi:

1) Kita tahu bahwa pada waktu di dunia ini, Kristus mempunyai dua kodrat, yaitu sungguh Allah dan sungguh manusia, dimana keduanya terikat dalam persatuan yang tak terceraikan (hypostatic union). Kodrat Allah dari Kristus bersifat kekal dan tidak terikat oleh waktu. Kristus telah ada – karena sebelum Abraham Dia telah ada (lih Yoh 5:58) dan Dia bersama-sama dengan Allah dan Dia Allah (lih Yoh 1:1), serta segala sesuatu dijadikan oleh-Nya (lih Yoh 1:3). Dengan demikian, sebelum Inkarnasi, Kristus bersama-sama dengan Allah dan Kristus adalah Allah.

Namun, kodrat manusia di dalam Kristus, sama seperti ciptaan yang lain, sesuatu yang mempunyai material (bodily things) adalah terikat oleh waktu. Atau dengan kata lain, sesuatu yang bersifat material akan terikat dalam waktu. Oleh karena itu, kodrat manusia dari Pribadi ke-dua dari Trinitas – yaitu Kristus – dipunyai oleh Kristus di dalam waktu, yaitu pada saat terjadinya Inkarnasi. Namun demikian, hal ini tidak berarti ada perubahan di dalam kodrat Allah. Kodrat Allah adalah tetap, karena Allah adalah kekal (eternal) dan tidak mungkin berubah (immutable). Yang berubah adalah kodrat manusia dari Kristus, yang dilahirkan, bertumbuh dari bayi menjadi dewasa, yang dapat menderita dan dapat mati.

2) Kalau kita mengatakan bahwa kemanusiaan Kristus adalah kekal, maka kita akan terjerumus kepada bidah monophysite. Bidah Monophysite, dimulai  dari seorang kepala biara di Konstantinopel, yang bernama Eutyches. Bidah ini mengajarkan bahwa sebelum inkarnasi, Kristus berasal (in / from) dari dua kodrat, namun bukan di dalam (in) dua kodrat.

Pengajaran tersebut dinyatakan bidah dalam Tome of Leo, yang juga dipakai di konsili Chalcedon (451). Intinya adalah setiap kodrat (manusia dan Allah) dari Kristus mempunyai sifat masing-masing, dan bertindak sesuai dengan sifat-sifat tersebut walaupun terikat dalam persatuan yang tak terceraikan (hypostatic union). Dengan demikian, kodrat Allah adalah bersifat kekal dan tak berubah, sedangkan kodrat manusia dari Kristus bersifat seperti kodrat manusia pada umumnya, yang dapat berubah.

a) Berikut ini adalah ringkasan dari the Tome of Leo:

Without detriment therefore to the properties of either nature and substance which then came together in one person, majesty took on humility, strength weakness, eternity mortality: and for the paying off of the debt belonging to our condition inviolable nature was united with passible nature, so that, as suited the needs of our case, one and the same Mediator between God and men, the Man Christ Jesus, could both die with the one and not die with the other. Thus in the whole and perfect nature of true man was true God born, complete in what was His own, complete in what was ours. And by “ours” we mean what the Creator formed in us from the beginning and what He undertook to repair. For what the Deceiver brought in and man deceived committed, had no trace in the Saviour. Nor, because He partook of man’s weaknesses, did He therefore share our faults. He took the form of a slave without stain ofsin, increasing the human and not diminishing the divine: because that emptying of Himself whereby the Invisible made Himself visible and, Creator and Lord of all things though He be, wished to be a mortal, was the bending down of pity, not the failing of power. Accordingly He who while remaining in the form of God made man, was also made man in the form of a slave. For both natures retain their own proper character without loss: and as the form of God did not do away with the form of a slave, so the form of a slave did not impair the form of God…. Consequently, the Son of God entered into these lowly conditions of the world, after descending from His celestial throne, and though He did not withdraw from the glory of the Father, He was generated in a new order and in a new nativity. In a new order, because invisible in His own, He was made visible in ours; incomprehensible [in His own], He wished to be comprehended; permanent before times, He began to be in time; the Lord of the universe assumed the form of a slave, concealing the immensity of His majesty; the impassible God did not disdain to be a passible man and the immortal [did not disdain] to be subject to the laws of death. Moreover, He was generated in a new nativity, because inviolate virginity [that] did not know concupiscence furnished the material of His body. From the mother of the Lord, nature, not guilt, was assumed; and in the Lord Jesus Christ born from the womb of the Virgin, because His birth was miraculous, nature was not for that reason different from ours. For He who is true God, is likewise true man, and there is no falsehood in this unity, as long as there are alternately the lowliness of man and the exaltedness of the Divinity. For, just as God is not changed by His compassion, so man is not destroyed by His dignity. For each nature does what is proper to it with the mutual participation of the other; the Word clearly effecting what belongs to the Word, and the flesh performing what belongs to the flesh. One of these gleams with miracles; the other sinks under injuries. And just as the Word does not withdraw from the equality of the paternal glory, so His body does not abandon the nature of our race. For (and this must be stated again and again) one and the same person is truly the Son of God and truly the Son of man. (Denz 143-144)

b) Berikut ini adalah definisi dari The Council of Chalcedon:

We unanimously teach that the Son, our Lord Jesus Christ, is one and the same, the same perfect in divinity, the same perfect in humanity, true God and true man, consisting of a rational soul and a body, consubstantial with the Father in divinity and consubstantial with us in humanity, ‘in all things like as we are, without sin’ (Heb 4:15), born of the Father before all time as to his divinity, born in recent times for us and for our salvation from the Virgin Mary, Mother of God, as to his humanity. We confess one and the same Christ, the Son, the Lord, the Only-begotten, in two natures, without confusion, without change, undivided and inseparable. The difference of natures will never be abolished by their being united, but rather the properties of each remain unimpaired, both coming together in one person (prosopon) and substance (hypostasis), not parted or divided among two persons, but in one and the same Only-begotten Son, the divine Word, the Lord Jesus Christ. . .  (Denz. 148; DS 301-2)

Kodrat Kristus pada waktu Inkarnasi:

Kita dapat melihat kodrat Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia pada waktu Kristus berada di dunia ini. Silakan melihat artikel Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia (silakan klik).

Kodrat Kristus setelah Ascension (kenaikan Yesus ke Sorga)

Kristus terangkat ke Sorga dengan kodrat sungguh Allah dan sungguh manusia, dimana Kristus tetap mempunyai tubuh yang telah dimuliakan, seperti yang dilihat oleh para murid. Oleh karena itu, apa yang telah menjadi kodrat Kristus, termasuk kodrat manusianya tetap akan ada untuk selamanya. Kodrat manusia Yesus di Sorga adalah sama seperti kodrat kita kalau kita masuk dalam Kerajaan Sorga, yaitu dalam kondisi tubuh yang telah dipermuliakan. Kita tidak tahu secara persis seperti apakah tubuh yang telah dipermuliakan. Namun, kita tahu dari rasul Paulus: “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.” (Rm 14:17)  Yesus juga mengatakan “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” (Mt 22:30). Dengan demikian kebahagiaan kita di Sorga bukan bersifat material namun spiritual. Kebahagiaan di Sorga terletak pada mengetahui dan mengasihi Tritunggal Maha Kudus sebagaimana adanya Dia (lih. 1 Kor 13:12).

Kebahagiaan manusia bukan diukur berdasarkan makan dan minum serta bukan pada kawin dan dikawinkan. Sesuatu yang bersifat materi hanya mempunyai efek sesaat. Kalau kita kenyang, kita tidak akan mau makan makanan yang paling enak dan mahal se dunia, karena kebutuhan kita telah terpenuhi. Kebahagian yang bersifat materi senantiasa bersifat sementara dan tidak akan memberikan kebahagiaan secara penuh. Artikel ini dapat dilihat di sini (silakan klik). Kalau Surga adalah kebahagian kekal dan tanpa henti, maka tidak mungkin tergantung dari kegiatan fisik seperti yang kita kenal di dunia ini, namun harus dari sesuatu yang bersifat spiritual. Hanya kebahagiaan spiritual yang dapat bersifat selamanya. Pada akhirnya, kita mengingat bahwa Manusia diciptakan sesuai dengan gambaran gambaran Allah, bukan karena manusia dapat makan dan minum, namun karena manusia dapat mengenal dan mengasihi Tuhan. Di dalam Sorga, kita akan dapat mengenali dan mengasihi Tuhan secara sempurna atau sebagaimana adanya Dia.

Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1024) mengatakan “Kehidupan yang sempurna bersama Tritunggal Mahakudus ini, persekutuan kehidupan dan cinta bersama Allah, bersama Perawan Maria, bersama para malaikat dan orang kudus, dinamakan “surga”. Surga adalah tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif.”

 

5 1 vote
Article Rating
19/12/2018
15 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
christian
9 years ago

dear katolisitas

maaf saya christian,saya ingin bertanya apa maksud dari artikel di atas dari bidah Monophysite yang mengajarkan bahwa sebelum inkarnasi,Kristus berasal (in/from) dari dua kodrat bukan di dalam (in) dua kodrat?dan apa bedanya dengan ajaran Origen dan Priscillia bahwa kodrat manusia sudah ada di dalam kekekalan?dan yang ingin saya tanyakan lagi kalau Kristus merupakan pribadi kedua dari Allah Tritunggal dan sering disebut Allah Anak/Putera mengapa dalam kitab nabi yesaya dinubuatkan bahwa seorang putra akan diberikan dan namanya disebutkan orang Penasihat Ajaib,Allah yang perkasa,Bapa yang kekal,Raja damai?bukankah kata Bapa yang kekal,merujuk kepada Allah Bapa,pribadi yang pertama?mohon penjelasannya

Stefanus Tay
Admin
Reply to  christian
9 years ago

Shalom Christian, Terima kasih atas pertanyaannya. Monophysitism adalah ajaran yang menolak adanya kemanusiaan Kristus, dan adanya dua kodrat dalam diri Yesus (sebagai Allah dan manusia). Dikatakan oleh bidaah ini bahwa sebelum inkarnasi ada dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu, yaitu ke-Allahan-Nya. Di satu sisi Origen melihat keberadaan jiwa manusia sebelum dia dikandung. Walaupun terlihat bahwa keduanya memandang adanya keberadaan jiwa sebelum menjadi manusia, namun keduanya memberikan penekanan pada konteks yang berbeda. Monophysitism ingin menekankan pada kodrat Kristus yang satu pada saat Inkarnasi, walaupun ajaran ini mempercayai adanya dua kodrat Kristus (sungguh Allah dan sungguh manusia) sebelum Inkarnasi. Sedangkan Origen… Read more »

Anto Dwiharja
Anto Dwiharja
10 years ago

Shalom Pak Stef, Di halaman ini, http://www.sarapanpagi.org/25-itulah-malaikat-tuhan-vt1660.html, saya menemukan kalimat ini: 1. Banyak penafsir berpendapat, bahwa malaikat TUHAN adalah Tuhan Yesus Kristus yang muncul dalam Perjanjian Lama dengan bentuk manusia (perwujudan Kristofani). 2. Namun, bagian yang benar-benar menyelesaikan masalah identifikasi yang terkenal ini adalah Keluaran 23:20-23. Di sana Allah berjanji mengutus malaikatnya didepan anak-anak Israel tatkala mereka berjalan di padang gurun. Bangsa Israel diperingatkan bahwa mereka harus taat dan tidak memberontak terhadap malaikat ini. Alasannya mengejutkan: sebab nama-Ku ada di dalam dia. Allah takkan pernah berbagi nama-Nya yang berharga itu dengan siapapun juga, sebab Yesaya 42:8 mengatakan bahwa la takkan… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Anto Dwiharja
10 years ago

Shalom Anto, Pertama-tama, prinsip dasar untuk dapat menafsirkan Kitab Suci dengan benar, adalah: suatu ayat dalam Kitab Suci harus dibaca dan dipahami dalam kaitannya dengan ayat-ayat yang lain. Demikianlah prinsip utama menginterpretasikan Kitab Suci, sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Nah, tafsiran yang Anda kutip itu menafsirkan ayat itu dengan melihat kepada ayat itu saja, tanpa mengkaitkannya dengan ayat-ayat yang lain. Sebab malaikat itu adalah utusan Tuhan dan hanya berbicara/ melakukan segala sesuatu menurut perintah Tuhan, sehingga malaikat itu bertindak atas nama Tuhan. Demikianlah kita mengetahui bagaimana para malaikat itu melaksanakan tugas mereka melindungi umat-Nya ataupun memberikan kabar sukacita kepada kaum pilihan-Nya.… Read more »

Maximillian Reinhart
Maximillian Reinhart
12 years ago

Shalom Stef dan Ingrid Tay. Mohon pelurusan saja jika argumen aku keliru, karena setelah merenungkan antara SEBELUM Kristus menyerahkan nyawa-Nya dengan SETELAH Dia bangkit, kita akan melihat ada perbedaan yang serius. 1. SEBELUM Dia menyerahkan nyawa-Nya, Dia terikat ruang dan waktu. 2. SETELAH Dia bangkit maka waktu dan ruang tidak lagi menguasai-Nya. Pertanyaan sederhana dari aku, melihat kondisi ini; maka selama 40 hari; Yesus berziarah secara “bebas” dengan tidak diikuti oleh para murid-Nya. Dia sungguh hadir di dunia dalam rupa sungguh manusia namun tubuh-Nya sudah menjadi mulia dan kudus sehingga tak seorangpun dimampukan untuk menyentuh kemuliaan Allah, bahkan bagi para… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Maximillian Reinhart
11 years ago

Shalom Maximillian Reinhart,

Secara prinsip apa yang anda tuliskan benar, bahwa sebelum kebangkitan Kristus, maka Kristus mempunyai kodrat sungguh manusia dan sungguh Allah. Namun, setelah Kristus bangkit, maka sebenarnya Kristus tetap mempunyai kodrat sungguh manusia dan sungguh Allah. Kodrat manusia tidak berubah, karena pada saat kedatangan Kristus yang kedua, manusia juga akan mempunyai tubuh yang telah dimuliakan, seperti Kristus. Jadi, kodrat manusia yang telah diambil Kristus tidak akan pernah dilepaskan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

fxe
fxe
13 years ago

Dear Katolisitas; Maaf saya masih agak bingung dgn penjelasan kodrat Yesus di atas. Dari penjelasan di atas, bolehkah saya simpulkan adanya 3 tahap sbb: Tahap-1: sebelum Inkarnasi Kodrat Yesus adalah “sungguh Allah” Tahap-2: ketika Inkarnasi s/d bangkit dari mati Kodrat Yesus adalah “sungguh Allah dan sungguh manusia” Tahap-3: setelah naik ke surga Kodrat Yesus adalah “sungguh Allah dan sungguh manusia”, dgn kodrat manusia yg sdh mulia. Pertanyaan saya: 1. Tahap-1 dan Tahap-3 keduanya mempunyai dimensi kekekalan (tidak dalam dimensi waktu), maka bagaimana bisa Yesus di Tahap-1 (kodrat sungguh Allah saja) dan Yesus di Tahap-3 (kodrat sungguh Allah plus sungguh manusia-mulia)… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
13 years ago

Shalom Fxe, Berikut ini adalah tanggapan atas pertanyaan anda: 1. Bagaimana memahami kodrat Allah yang tidak berubah (immutable)? Pengertian bahwa Allah tidak berubah (immutable) harus dilihat dalam konteks bahwa Ia yang adalah Allah, tidak mungkin berhenti menjadi Allah. Maka yang harus dipahami adalah, bahwa sejak awal mula dan selamanya, Allah tetaplah Allah, dan kodrat-Nya sebagai Allah tidak berubah. Jadi pada saat sebelum Inkarnasi (pada awal mula), semasa Inkarnasi, dan sesudah Ia naik ke surga sampai selamanya, kodrat ke-Allahan Kristus tetap sama. Yang menjadi kekhususan adalah, pada masa Inkarnasi, kodrat Allah dan kodrat manusia disatukan secara hipostatik (hypostatic union) dalam satu… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Ingrid Listiati
13 years ago

Terima kasih Katolisitas atas penjelasan yg diberikan. Ada kesalahpahaman. Saya percaya saat inkarnasi Yesus sungguh manusia dan sungguh Allah dalam hypostatic union (kedua kodrat tidak bercampur). Masalahnya bukan jeda antara Tahap-1 dan Tahap-3, tetapi saya melihat ada KONTRADIKSI pada Tahap-1 dgn Tahap-3. Dari penjelasan Anda, pada Tahap-1 kodrat Yesus adalah Allah saja, sedangkan di Tahap-3 kodrat Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia-mulia dalam hypostatic union. Kontradiksi nya adalah Yesus di Tahap-1 dan Yesus di Tahap-3 adalah sama-sama KEKAL, maka bagaimana bisa Yesus yg KEKAL ada dalam dua kondisi yg berbeda, Tahap-1 tidak ada hypostatis union sedangkan di Tahap-3 ada… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
13 years ago

Shalom Fxe, Pertama- tama, mohon maaf jika saya salah paham dengan pernyataan anda. Namun sejujurnya, anda melihat adanya ‘kontradiksi’ itu karena anda memaksakan pembagian tahapan kronologis waktu kepada Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu. Dan nampaknya tahapan inilah yang anda pegang, tanpa anda memusatkan perhatian pada hakekat Allah dan rencana keselamatan Allah yang sesungguhnya tidak dapat dibatasi oleh ketiga tahapan tersebut. Maka, seharusnya fokus perhatian kita sewaktu mengartikan ayat bahwa Yesus tetap sama, baik kemarin, maupun hari ini dan sampai selama- lamanya (Ibr 13:8) adalah karena Ia adalah Allah. Dalam kodrat ke-Allahan-Nya ini, Ia kekal, tidak terbatas waktu dan tidak… Read more »

Simon
Simon
14 years ago

Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid,

Mau tanya tentang Syahadat Para Rasul ” ……….yang naik ke Surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Maha Kuasa ………………..dst

Yang mau saya tanyakan adalah mengapa dikatakan : duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yg Maha Kuasa?
dan bagaimana hubungannya dengan Allah Tritunggal? Mohon penjelasannya.

Terima kasih, GBU.

Salam,

Simon

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Simon
14 years ago

Shalom Simon, Terima kasih atas pertanyaannya tentang salah satu kalimat dalam sahadat para rasul, yaitu “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa“. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka saya ingin mengutip dokumen Gereja, yaitu Katekismus Gereja Katolik 663-664, yang mengatakan: 663. Sekarang Kristus duduk di sisi kanan Bapa: “Dengan ungkapan di sisi kanan Bapa kita mengerti kemuliaan dan kehormatan Allah di mana Putera Allah yang sehakikat dengan Bapa, hidup sejak kekal dan di mana Ia sekarang, setelah dalam waktu terakhir Ia menjadi daging, juga duduk secara badani, karena daging-Nya turut dimuliakan” (Yohanes dari Damaskus, f.o.4,2). 664. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti… Read more »

Andreas
Andreas
14 years ago

Hai Bu Ingrid dan Pak Stefanus, Saya bingung tentang masalah berikut: Anggap saja Yesus Kristus lahir tahun 1 Masehi lalu wafat dan bangkit dan naik ke Surga tahun 33 Masehi. Tidak usah diperdebatkan masalah tahunnya. Pertanyaan saya: Apakah sebelum tahun 1 Masehi Yesus Kristus itu: “sungguh Allah dan sungguh manusia” atau “sungguh Allah saja”? Mana yg benar? Ada juga orang iseng bertanya jika setelah naik ke Surga Yesus Kristus “sungguh Allah dan sungguh manusia”, apakah di Surga Dia makan minum juga? Dan lain-lain sifat fisik manusia? Kalau sifat fisik tidak ada lagi kenapa di Surga Yesus Kristus tetap disebut “sungguh… Read more »

Maximillian Reinhart
Maximillian Reinhart
Reply to  Andreas
11 years ago

Salam Andreas, Mungkin saya diijinkan untuk menjawab? Saya hanya coba belajar untuk saling berbagi atas apa yang saya ketahui (sangat terbuka untuk dikoreksi). Tentang kemuliaan Allah, yah walau pengetahuan saya yang minim ini tidak dapat disamakan dengan para pengasuh web yang baik ini (ie. katolisitas), setidaknya sense of participation masih melekat di saya. Baik, Yesus di dunia adalah sungguh Allah sungguh manusia, selayaknya Dia berkenan mengambil kodrat manusia yang terbatas; maka segala hal yang wajar terkait dengan urusan jasmani juga diterima-Nya. Ketika Dia bangkit dari antara orang mati, perkiraan saya (subyektif) – Dia sudah tidak terikat lagi pada ruang dan… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Maximillian Reinhart
11 years ago

Shalom Maximillian Reinhart dan Andreas, Kita harus melihat bahwa menjadi Allah telah menciptakan manusia dengan kodrat yang mempunyai tubuh dan jiwa, di mana jiwanya bersifat spiritual. Dan Tuhan juga telah menunjukkan melalui peristiwa kebangkitan Kristus, bahwa pada waktunya, kita akan diubah (lih. 1Kor 15:51-52). Dengan demikian, manusia pada saat kedatangan Kristus yang ke-2 akan diubah, di mana umat Allah akan mempunyai badan yang telah dimuliakan, seperti yang dimiliki oleh Kristus setelah kebangkitan. Katekismus Gereja Katolik (KGK 997) menuliskan “Apa artinya “bangkit”? Pada saat kematian, di mana jiwa berpisah dari badan, tubuh manusia mengalami kehancuran, sedangkan jiwanya melangkah menuju Allah dan… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
15
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x