Apa yang harus kuketahui tentang Liturgi

Pendahuluan

Saya pernah mendengar bahwa ada orang-orang yang mengatakan liturgi di Gereja Katolik itu ‘membosankan’. Katanya lagu-lagunya itu-itu saja, kurang bersemangat dan kurang berkesan. Apa iya, demikian halnya? Sebelum berkomentar, mari kita lihat dulu apa sebenarnya arti liturgi di dalam Gereja Katolik. Lalu, setelah itu baru kita tilik kembali komentar itu. Sebab, jangan-jangan masalahnya bukan pada liturgi-nya tetapi pada diri si penerima. Ibaratnya, “kesalahan bukan pada stasiun pemancar radio, tetapi pada antena anda.” Walaupun demikian, mari kita lihat juga apa yang perlu kita lakukan supaya kita dapat menghayati liturgi dan menjadikannya bagian dari diri kita, supaya kita tidak sampai bosan. Ini adalah bentuk “perbaikan antena” sehingga radio kita dapat menangkap sinyal dengan lebih baik.

Pengertian liturgi

Telah kita ketahui bahwa sakramen adalah penghadiran Misteri Kristus (lihat artikel: Sakramen: Apa pentingnya dalam kehidupan iman kita?). Di dalam liturgi, Gereja merayakan Misteri Paskah Kristus yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga- yang membawa kita kepada Keselamatan. ((Lihat Sacrosanctum Concilium, Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci, 5, dan Katekismus Gereja Katolik 1067, 1068.)) Dengan merayakan Misteri Kristus ini, kita memperingati dan merayakan bagaimana Allah Bapa telah memenuhi janji dan menyingkapkan rencana keselamatan-Nya dengan menyerahkan Yesus Putera-Nya oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan dunia. ((Lihat KGK 1066.)) Jadi sumber dan tujuan liturgi adalah Allah sendiri.

Katekismus Gereja Katolik menjabarkan tentang liturgi sebagai karya Allah dengan mengutip surat Rasul Paulus, demikian:

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” (Ef 1:3-6) ((Lihat KGK 1077))

Maka “berkat rohani” merupakan karya Allah.  Sumber dari segala berkat rohani ini adalah Allah Bapa, berkat ini dicurahkan kepada kita di dalam Kristus, oleh kuasa Roh Kudus. Sejak awal mula Allah telah memberkati mahluk ciptaan-Nya, secara khusus umat manusia ((lih. KGK 1080)). Dalam liturgi inilah berkat rohani surgawi dicurahkan kepada kita. Dan karena berkat rohani dari Allah yang terbesar adalah karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus dan  di dalam Kristus, maka karya keselamatan Allah itulah yang dihadirkan kembali di tengah Gereja dalam liturgi, oleh kuasa Roh Kudus.

Liturgi pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((Lihat KGK 1069.)) Pada jaman Gereja awal seperti dijabarkan di dalam surat rasul Paulus, para pengikut Kristus beribadah bersama di dalam liturgi (dikatakan sebagai “korban dan ibadah iman” di dalam Flp 2:17). Termasuk di sini adalah pewartaan Injil “(Rom 15:16); dan pelayanan kasih (2 Kor 9:12). Maka, dalam Perjanjian Baru, kata ‘liturgi’ mencakup tiga hal, yaitu ibadat, pewartaan dan pelayanan kasih yang merupakan partisipasi Gereja dalam meneruskan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. ((Lihat KGK 1070.))

Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung. Dalam hal ini, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja; sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus). Konsili Vatikan II mengajarkan pengertian tentang liturgi sebagai berikut:

“Maka, benarlah bahwa liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. Di dalam liturgi, dengan tanda-tanda lahiriah,  pengudusan manusia dilambangkan dan dihasilkan dengan cara yang layak bagi masing-masing tanda ini; di dalam Liturgi, seluruh ibadat publik dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya.
Oleh karena itu setiap perayaan liturgis sebagai karya Kristus sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama.” ((Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, 7))

Oleh karena itu tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi ((Lihat KGK 1070, Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium, 7.)) karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.

Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:

“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.” ((Paus Pius XII, Mediator Dei, 20))

Atau, dengan kata lain, definisi liturgi adalah seperti yang dirumuskan oleh Rm. Emanuel Martasudjita, Pr. dalam bukunya Liturgi, yaitu: “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))

Allah Bapa: Sumber dan Tujuan Liturgi

Alkitab mengatakan, “Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya” (Ef 1:3-6). Dari sini kita mengetahui bahwa Allah Bapalah yang memberikan rahmat sorgawi kepada kita, melalui Kristus dan di dalam Kristus. Dan karena rahmat itu diberikan di dalam sakramen melalui liturgi, maka sumber liturgi adalah Allah Bapa, dan tujuan liturgi adalah kemuliaan Allah.

Kristus Bekerja di dalam Liturgi

Karena Kristus telah bangkit mengalahkan maut, maka, Ia yang telah duduk di sisi kanan Allah Bapa, pada saat yang sama dapat terus mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, melalui sakramen-sakramen. ((Lihat KGK 1084)) Karena Yesus sendiri yang bertindak dengan kuasa Roh Kudus-Nya, maka kita tidak perlu meragukan efeknya, karena pasti Kristus mencapai maksud-Nya.

Puncak karya Kristus adalah Misteri Paska-Nya, maka Misteri Paska inilah yang dihadirkan di dalam liturgi Gereja. ((Lihat KGK 1085)) Jadi dalam liturgi, Misteri Paska yang sungguh-sungguh telah terjadi di masa lampau dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut, maka Misteri Paska-Nya tidak berlalu begitu saja ditelan waktu, namun dapat dihadirkan kembali oleh kuasa Ilahi, yang mengatasi segala tempat dan waktu. Hal ini dilakukan Allah karena besar kasih-Nya kepada kita, sehingga kita yang tidak hidup pada masa Yesus hidup di dunia dapat pula mengambil bagian di dalam kejadian Misteri Paska Kristus dan menerima buah penebusan-Nya. Katekismus mengajarkan, “Liturgi Kristen tidak hanya mengingatkan kita akan peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan kita, tetapi menghadirkannya juga. Misteri Paska Kristus dirayakan bukan diulangi; hanya perayaan-perayaan itu yang diulangi. Di dalam setiap perayaan terjadi curahan Roh Kudus yang membuat misteri yang terjadi hanya satu kali itu, menyata dalam waktu sekarang.” ((KGK 1104))

Kristus selalu hadir di dalam Gereja, terutama di dalam perayaan liturgi. Pada perayaan Ekaristi/ Misa kudus, Kristus tidak hanya hadir di dalam diri imam-Nya, namun juga di dalam wujud hosti kudus (lihat artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi?). Liturgi di dunia menjadi gambaran liturgi surgawi di mana Yesus duduk di sisi kanan Allah Bapa, dan kita semua sebagai anggota Gereja memuliakan Allah bersama seluruh isi surga. ((Lihat Konsili Vatikan II, tentang Liturgi  suci, Sacrosanctum Concilium, 8.))

Roh Kudus dan Gereja di dalam Liturgi

Jika Roh Kudus bekerja di dalam diri seseorang, maka Ia akan menggerakkan hati orang tersebut untuk bekerjasama dengan Allah. Kita dapat melihat hal ini pada teladan Bunda Maria dan para Rasul. Demikian halnya liturgi menjadi hasil kerjasama Roh Kudus dengan kita sebagai anggota Gereja. ((Lihat KGK 1091)) Kerjasama Roh Kudus dan Gereja ini menghadirkan Kristus dan karya keselamatan-Nya di dalam liturgi, sehingga liturgi bukan sekedar ‘kenangan’ akan Misteri Kristus, melainkan adalah kehadiran Misteri Kristus yang satu-satunya itu. ((Lihat KGK 1099, 1104))

Peran Roh Kudus dinyatakan pada saat pembacaan Sabda Allah, karena Roh Kudus menjadikan Sabda itu dapat diterima dan dilaksanakan di dalam hidup umat. Kemudian Roh Kudus memberikan pengertian rohani terhadap Sabda Tuhan itu, yang menghidupkan perkataan doa, tindakan dan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan dalam liturgi, dan dengan demikian Roh Kudus menghidupkan hubungan antara umat (beserta para imam) dengan Kristus. ((Lihat KGK 1101,1102.)) Selanjutnya peran Roh Kudus nyata saat konsekrasi, yaitu saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah puncak perayaan Ekaristi terjadi, saat Kristus berkenan menghadirkan Diri di tengah Gereja-Nya.

Oleh karena itu Sang Pelaku yang utama dalam liturgi adalah Kristus, dan kita sebagai anggota Gereja mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dilakukan oleh Kristus itu. Dengan demikian bukan kita pribadi yang dapat menentukan segala sesuatunya dalam liturgi menurut kehendak sendiri, melainkan kita sepantasnya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus dalam perayaan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para rasul dan diteruskan dengan setia oleh para penerus mereka.

Kristus mengajak kita ikut serta mengambil bagian dalam Misteri Keselamatan-Nya

Yesus mengajak kita semua ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paska-Nya yang dihadirkan kembali di dalam Liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Kristus memberikan kita kesempatan yang sama dengan orang-orang yang hidup pada zaman Ia hidup di dunia 2000 tahun yang lalu, yaitu menyaksikan dan ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan kita, yaitu wafatNya di salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Secara khusus penghadiran Misteri Paska ini nyata dalam Ekaristi, yang merupakan penghadiran kurban Kristus yang sama dan satu-satunya itu oleh kuasa Roh Kudus. ((Kini Ekaristi diwujudkan sebagai kurban yang tidak berdarah, karena Yesus telah menang atas maut, sehingga tidak mungkin kurban Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali dengan penumpahan darahNya seperti yang terjadi secara historis 2000 tahun yang lalu.)) Kuasa Roh Kudus yang dulu menghadirkan Yesus dalam rahim Maria, kini hadir untuk menghadirkan Yesus di altar. Kuasa Roh Kudus yang dulu hadir pada hari Pentakosta kini hadir di dalam setiap perayaan Ekaristi, untuk mengubah kita menjadi seperti para rasul, dipenuhi kasih dan semangat yang berkobar untuk ikut serta melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia ini.

Jika kita menghayati kebenaran ini, kita seharusnya tidak bosan dan mengantuk dalam mengikuti misa. Sebab jika demikian, kita seumpama mereka yang hidup di jaman Yesus, hadir di bawah kaki salib Yesus, tetapi malah melamun dan tidak mempunyai perhatian akan apa yang sedang terjadi di hadapan mata mereka. Sungguh tragis, bukan? Memang Misteri Paska itu tidak hadir persis secara fisik seperti 2000 tahun lalu, namun secara rohani, Misteri Kristus yang sama dan satu-satunya itu hadir dan membawa efek yang sama seperti pada 2000 tahun yang lalu. Betapa dalamnya makna dari misteri ini, namun kita perlu menilik ke dalam hati kita yang terdalam untuk melihatnya dengan mata rohani dan menghayatinya dengan sikap tunduk dan kagum.

Bagaimana sikap kita di dalam liturgi

Bayangkan jika anda secara pribadi diundang pesta oleh Bapak Presiden. Tentu anda akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya bukan? Anda akan berpakaian yang sopan, bersikap yang pantas, mempersiapkan apa yang akan anda bicarakan, dan anda akan datang tidak terlambat, jika perlu siap sebelum waktunya. Mari kita memeriksa diri, sudahkah kita bersikap demikian di dalam ‘pertemuan’ kita dengan Tuhan di dalam liturgi. Karena Tuhan jauh lebih mulia dan lebih penting daripada Bapak Presiden, seharusnya persiapan kita jauh lebih baik daripada persiapan bertemu dengan Presiden.

Langkah #1: Mempersiapkan diri sebelum mengikuti liturgi dan mengarahkan hati sewaktu mengikuti liturgi

Untuk menyadari kedalaman arti misteri ini, kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh sebelum mengambil bagian di dalam liturgi. Persiapan ini dapat berbentuk: membaca dan merenungkan ayat kitab suci pada hari itu, hening di sepanjang jalan menuju ke gereja, datang di gereja lebih awal, berpuasa ( 1 jam sebelum menyambut Ekaristi dan terutama berpuasa sebelum menerima sakramen Pembaptisan dan Penguatan), memeriksa batin, mengaku dosa dalam sakramen Tobat sebelum menerima Ekaristi.

Lalu, sewaktu mengikuti liturgi, kitapun harus senantiasa mengarahkan sikap hati yang benar. Jika terjadi ‘pelanturan’, segeralah kita kembali mengarahkan hati kepada Tuhan. Kita harus mengarahkan akal budi kita untuk menerima dengan iman bahwa Yesus sendirilah yang bekerja melalui liturgi, dan bahwa Roh KudusNya menghidupkan kata-kata doa dan teks Sabda Tuhan yang diucapkan di dalam liturgi, sehingga menguduskan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan di dalam liturgi untuk mendatangkan rahmat Tuhan.

Sikap hati ini dapat diwujudkan pula dengan berpakaian yang sopan, tidak ‘ngobrol’ pada saat mengikuti liturgi, dan tidak menyalakan hp/ mengangkat telpon di gereja. Sebab jika demikian dapat dipastikan bahwa hati kita tidak sepenuhnya terarah pada Tuhan.

Langkah #2: Bersikap aktif: jangan hanya menerima tetapi juga memberi kepada Tuhan

St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa penyembahan yang sempurna itu mencakup dua hal, yaitu menerima dan memberikan berkat-berkat ilahi. ((Lihat St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, III, 63, 2.)) Di dalam liturgi, penyembahan kita kepada Tuhan mencapai puncaknya, saat kita kita turut memberikan/ mempersembahkan diri kita kepada Tuhan dan pada saat kita menerima buah dari penebusan Kristus melalui Misteri Paska-Nya. Puncak liturgi adalah Ekaristi, di mana di dalam Misteri Paska yang dihadirkan kembali itu, Kristus menjadi Imam Agung, dan sekaligus Kurban penebus dosa. ((Lihat KGK 1348, 1364,1365.))

Dalam liturgi Ekaristi, kita sebagai anggota Tubuh Kristus seharusnya tidak hanya ‘menonton’ atau sekedar menerima, tetapi ikut mengambil bagian dalam peran Kristus sebagai Imam Agung dan Kurban tersebut. Caranya adalah dengan turut mempersembahkan diri kita, beserta segala ucapan syukur, suka duka, pergumulan, dan pengharapan, untuk kita persatukan dengan kurban Kristus. ((Lihat Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, (Sophia Institute Press, New Hampshire, 1960), p.73, “To receive Communion is not only to receive, for it is a Treasure, but also to give, and to give something that will make of you and the Victim one gift. You cannot be one with the Victim without yourself being a victim. Your motto should be: “I live for Jesus, and Jesus Christ lives in me.”)) Setiap kali menghadiri misa, kita bawa segala kurban persembahan diri kita untuk diangkat ke hadirat Tuhan, terutama pada saat konsekrasi ((Doa Konsekrasi adalah saat imam mengangkat hosti dan berkata “Terimalah dan makanlah….” Dan mengangkat piala, dan berkata “Terimalah dan minumlah….”)), yaitu saat kurban roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dengan demikian kurban kita akan menjadi satu dengan kurban Yesus. Oleh karena itu, liturgi menjadi penyembahan yang sempurna karena Kristus yang adalah satu-satunya Imam Agung dan Kurban yang sempurna, menyempurnakan segala penyembahan kita. Bersama Yesus di dalam liturgi kita akan sungguh dapat menyembah Allah Bapa di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24), karena di dalam liturgi kuasa Roh Kudus bekerja menghadirkan Kristus yang adalah Kebenaran itu sendiri.

Hal kehadiran Yesus tidak hanya terjadi dalam Ekaristi, tetapi juga di dalam liturgi yang lain, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci, dan Pengurapan orang sakit. Dalam liturgi tersebut, kita harus berusaha untuk aktif berpartisipasi agar dapat sungguh menghayati maknanya. Partisipasi aktif ini bukan saja dari segi ikut menyanyi, atau membaca segala doa yang tertulis, melainkan terutama partisipasi dari segi mengangkat hati dan jiwa untuk menyembah dan memuji Tuhan, dan meresapkan segala perkataan yang diucapkan di dalam hati.

Langkah #3: Jangan memusatkan perhatian pada diri sendiri tetapi pada Kristus

Jadi, agar dapat menghayati liturgi, kita harus memusatkan perhatian kita kepada Kristus, dan pada apa yang telah dilakukanNya bagi kita, yaitu: oleh kasihNya yang tak terbatas, Kristus tidak menyayangkan nyawa-Nya dan mau wafat bagi kita untuk menghapus dosa-dosa kita. Kita bayangkan Yesus sendiri yang hadir di dalam liturgi dan berbicara sendiri kepada kita. Dengan berfokus pada Kristus, kita akan memperoleh kekuatan baru, sebab segala pergumulan kita akan nampak tak sebanding dengan penderitaan-Nya. Kitapun akan dikuatkan di dalam pengharapan karena percaya bahwa Roh Kudus yang sama, yang telah membangkitkan Yesus dari kubur akan dapat pula membangkitkan kita dari pengaruh dosa dan segala kesulitan kita.

Jika kita memusatkan hati dan pikiran pada Kristus, maka kita tidak akan terlalu terpengaruh jika musik atau penyanyi di gereja kurang sempurna, khotbah kurang bersemangat, kurang keakraban ataupun hawa panas dan banyak nyamuk. Walaupun tentu saja, idealnya semua hal itu sedapat mungkin diperbaiki. Kita bahkan dapat mempersembahkan kesetiaan kita disamping segala ketidak sempurnaan itu- sebagai kurban yang murni bagi Tuhan. Langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kita lakukan untuk turut membantu memperbaiki kondisi tersebut. Inilah salah satu cara menghasilkan ‘buah’ dari penerimaan rahmat Tuhan yang kita terima melalui liturgi.

Liturgi adalah sumber kehidupan

Jadi sebagai karya Kristus, liturgi menjadi kegiatan Gereja di mana Kristus hadir dan membagikan rahmat-Nya, ((Lihat KGK 1071.)) yang menjadi sumber kehidupan rohani kita. Walaupun demikian, liturgi harus didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 9, KGK 1072.)) sebab tanpa ketiga hal tersebut akan sangat sulit bagi kita untuk menghayati perayaan liturgi, apalagi menghasilkan buahnya dalam kehidupan sehari-hari. Ibaratnya tak kenal maka tak sayang, maka jika kita ingin menghayati liturgi, maka sudah selayaknya kita mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan.

Liturgi yang bersumber pada Allah menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja. Bersumber pada liturgi ini, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan, dan menjaga persatuan umat. Maka jika kita mengalami ‘kemacetan ataupun percekcokan’ di dalam kegiatan paroki, petunjuk praktis untuk memeriksa adalah: Sudah cukupkah keterlibatan anggota dalam Ekaristi -tiap minggu atau jika mungkin setiap hari? Adakah kedisiplinan anggota untuk mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat secara teratur, misalnya sebulan sekali? Walaupun demikian, kehidupan rohani kita tidak terbatas hanya dari keikutsertaan dalam liturgi, tetapi juga dari kehidupan doa yang benar (doa pribadi (Mat 6:6) dan doa tanpa henti (1Tes 5:17)). ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 12))

Kesimpulan

Seperti telah diuraikan di atas: liturgi merupakan partisipasi kita di dalam doa Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Liturgi terutama Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska Kristus merupakan peringatan akan karya Allah Tritunggal untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maka liturgi merupakan puncak kegiatan Gereja, dan sumber di mana kuasa Gereja dicurahkan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 10, dan KGK 1074.)) yaitu kehidupan baru di dalam Roh, keikutsertaan di dalam misi perutusan Gereja dan pelayanan terhadap kesatuan Gereja. ((Lihat KGK 1072)) Jadi bagi kita umat beriman, terutama yang ikut ambil bagian di dalam karya kerasulan awam, keikutsertaan di dalam liturgi merupakan sesuatu yang utama. Tidak bisa kita melayani umat, jika kita sendiri tidak diisi dan diperbaharui oleh rahmat Tuhan sendiri. Prinsipnya, “kita tidak bisa memberi, jika kita tidak terlebih dahulu menerima” rahmat yang dari Allah.

Rahmat Allah ini secara nyata kita terima melalui liturgi. Dalam hal ini, Ekaristi memegang peranan penting karena di dalamnya rahmat yang diberikan adalah Kristus sendiri. Kini tinggal giliran kita untuk memeriksa diri dan mempersiapkan hati untuk menerima berkat rahmat itu. Jika kita mempunyai sikap hati yang benar dan berpartisipasi aktif di dalam liturgi, maka Tuhan sendiri akan memberkati dan menjadikan kita anggota TubuhNya yang menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya. Menimba bekal rohani melalui liturgi merupakan salah satu cara yang paling nyata untuk menjawab undangan Tuhan Yesus, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu…. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:4-5).


 

4.4 8 votes
Article Rating
86 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Herman Jay
Herman Jay
12 years ago

Pertanyaan seputar Liturgi Kamis Putih 1. Apa sebab Syahadat tidak dibacakan? Apakah hanya kerena alasan waktu upacara yang sudah panjang? 2.Di dalam doa Prefasi disebutkan para malaikat dan laskar surgawi. Apa beda kedua “makhluk” tersebut? 3. Di dalam kitab suci ada ayat yang isinya kurang lebih :jangan menambah atau mengurangi isi kitab suci . (tolong disebutkan karena kami tidak mengetahui letak persisnya). Sejalan dengan hal tersebut, sebenarnya teks kitab suci tidak menyebutkan bahwa Yesus di samping mencuci kaki para murid juga mencium kaki mereka.Namun, Paus Yohanes Paulus II bukan hanya mencuci tapi juga mencium kaki orang yang terpilih untuk dibasuh… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan SVD
Reply to  Herman Jay
12 years ago

Salam Herman Jay, Jawaban singkat bisa dilihat langsung sesudah tiap pertanyaan. Pertanyaan seputar Liturgi Kamis Putih 1. Apa sebab Syahadat tidak dibacakan? Apakah hanya kerena alasan waktu upacara yang sudah panjang? Bukan karena sudah panjang, tetapi menurut Tradisi, peragaan pembasuhan kaki sesudah homili merupakan satu bentuk pengungkapan iman akan Tuhan yang adalah Guru yang mengajar juga dengan contoh jelas untuk mengasihi, melayani dengan sukacita dan rendah hati. 2.Di dalam doa Prefasi disebutkan para malaikat dan laskar surgawi. Apa beda kedua “makhluk” tersebut? Ada malaikat atau mahluk surgawi yang digambarkan sebagai penjaga keamanan, misalnya Malaikat Agung Mikael, yang memegang pedang dan… Read more »

Budi Darmawan Kusumo
Budi Darmawan Kusumo
13 years ago

Syalom Romo Boli,

Saya ada pertanyaan. Selama masa pra-paskah ini mengapa Gereja Katolik tidak boleh melakukan kemuliaan pada saat Sakramen Ekaristi ? Sedangkan saya di Persekutuan Doa Kharismatik Katolik juga DILARANG berdoa DOA KEMULIAAN. Apakah ajaran ini betul ? kalau betul mungkin bisa disertakan bukti – buktinya

Terima kasih & Tuhan YESUS memberkati

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Budi Darmawan Kusumo
13 years ago

Budi Yth Liturgi Gereja memiliki aturan sebagai ungkapan iman Gereja. Lingkaran liturgi menampilkan sejarah keselamatan umat beriman, agar seluruh umat dapat mengimani dalam perayaan iman. Lingkaran liturgi sepanjang tahun terdiri dari A, B, C. Tahun ini tahun A maka akan ditampilkan bacaan yang khusus sepanjang tahun. Demikian ada masa-masa liturgi seperti Pra Paskah, Paskah, Advent, Natal dll. Masa Pra Paskah dikhususkan bagi umat beriman untuk merenungkan kisah sengsara dan penderitaan Yesus sebelum Hari KebangkitanNya. Nada dasar Pra Paskah adalah keprihatinan, tobat dan puasa bersama Yesus di jalan salibNya. Maka warna liturgi Ungu. Karena nada dasar yang demikian maka tidak ada… Read more »

Budi Darmawan Kusumo
Budi Darmawan Kusumo
Reply to  Romo Wanta, Pr.
13 years ago

Syalom Romo Wanta yang dikasihi TUHAN

Jadi kalau saya berdoa rosario, bagian kemuliaan saya tidak doakan ya ?

Tuhan Yesus memberkati & Bunda Maria selalu menuntun anda pada putraNYA

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Budi Darmawan Kusumo
13 years ago

Budi Yth

Wahhhh beda sekali, kemuliaan di dalam Perayaan Ekaristi beda dengan kemuliaan di saat doa Rosario. Kalau kemuliaan trinitaris tidak apa apa doakan saja tidak menyalahi hukum apapun. Kemuliaan yang tidak didoakan atau nyanyikan saat perayaan ekarisiti pada masa prapaskah. Ada hal lain lagi kecuali Hari Raya meski dalam masa Prapaskah harus diucapkan/dinyanyikan. Jadi kuncinya pada Masa liturgi saat itu dan hirarki perayaan liturgi saat itu: Hari Raya, Pesta, Peringatan, Biasa, Votif. Semoga menjadi maklum.

Salam
Rm. Wanta

Flotamar
Flotamar
13 years ago

Pater Bernard, Romo Wanta & Tim Katolisitas (Pa Stef & Bu Ingrid) Yth. Saya punya pertanyaan yang sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya. Pada November 2010 kemarin, seksi Liturgi di paroki kami mengadakan beberapa kali pertemuan dalam rangka persiapan Liturgi pada saat Natal dan juga untuk menata Perayaan Ekaristi tiap minggu yang sesuai dengan aturan baku dalam Gereja Katolik. Dalam beberapa diskusi muncul beberapa masalah (minimal bagi saya) antara lain: 1). Ada jg penugurus liturgi yang menghendaki adanya KOMENTATOR, pemandu perayaan, apakah ini memang diatur dalam suatu aturan tertentu? 2). sebelum lagu PEMBUKA, dianjurkan untuk dinyanyikan lagu persiapan umat yang… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan SVD
Reply to  Flotamar
13 years ago

Flotamar yth., Berikut ini saya menjawab pertanyaan- pertanyaan anda: 1). Ada jg pengurus liturgi yang menghendaki adanya KOMENTATOR, pemandu perayaan, apakah ini memang diatur dalam suatu aturan tertentu? Sebenarnya menurut PUMR 31, Pengantar (komentar) dapat dibuat oleh imam sebelum Ritus Tobat, sebelum bacaan- bacaan prefasi, sebelum pengutusan. 2). sebelum lagu PEMBUKA, dianjurkan untuk dinyanyikan lagu persiapan umat yang menurut mereka untuk mengiringi umat saat masuk untuk mencari tempat duduk. Apakah ini boleh dan kalau boleh apa maksudnya? Biasanya dimainkan musik instrumental untuk menciptakan suasana khidmat yang membantu umat mempersiapkan hati untuk mengambil bagian secara aktif dalam perayaan. 3). Berkaitan dengan… Read more »

Flotamar
Flotamar
Reply to  Romo Bernardus Boli Ujan SVD
13 years ago

Terima kasih Pater, jawaban pater sangat penting bagi kami! Semoga Tuhan selalu memberkati Pater dalam tugas pelayanannya!

Flotamar

Alexander Pontoh
Alexander Pontoh
13 years ago

Mengapa ada doa novena yang menyuruh kita untuk menyalakan lilin di gereja? Buat apa? Apa gunanya menyalakan lilin di gereja?

Apakah ada dasar alkitabnya? Dasar tradisi sucinya?

Chris
13 years ago

Yth Katolisitas,

Sebenarnya pada jam berapa saja lonceng gereja dibunyikan? Ada teman saya tinggal di Italia bercerita kalau lonceng disana berbunyi tiap 15 menit / 30 menit sekali mulai pukul 07.00-21.30. Pada hari biasa satu lonceng dibunyikan, sementara hari Minggu lebih dari satu lonceng dibunyikan. Sementara kalau di paroki saya disini lonceng hanya berbunyi pada jam doa Malaikat Tuhan dan 30 menit sebelum misa dimulai.

Romo Bernardus Boli Ujan SVD
Reply to  Chris
13 years ago

Chris, Fungsi lonceng sebenarnya bermacam-macam, dan tidak selalu sama di setiap gereja. Misalnya untuk memberi tanda akan dimulai perayaan Ekaristi, bisa tiga kali sebelum misa: satu jam, setengah jam dan lima menit sebelum dimulai misa. Ada yang hanya sekali sebelum waktu misa bisa 30 menit, bisa 15 menit, bisa 5 menit saja, tergantung pada kebiasaan. Lonceng juga bisa dibunyikan sebagai tanda untuk doa Angelus pada jam 06, 12, dan 18. Bisa juga sebagai tanda bahwa ada anggota umat beriman di lingkungan gereja itu telah meninggal dunia (sebagai berita kematian untuk umat) supaya mendoakan peristirahatan kekal bagi orang yang baru meninggal.… Read more »

Phiner
Phiner
13 years ago

Jawaban atas pertanyaan no. 5 soal keikutseratan atau kehadiran dalam liturgi Malam Paskah, kok bagi saya kurang pas dan mengganjal di hati…. seakan-akan liturgi Malam Paskah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disamakan dengan liturgi Malam Natal, atau misa malam minggu…dst. Ada ungkapan yang mengatakan : “menjaga dan memelihara liturgi secara otentik sama dengan menjaga dan memelihara kemurnian iman kekatolikan”. Di situs ini selalu menekankan MISTERI PASKAH KRISTUS menjadi inti dan pusat iman kita sebagai orang katolik, dan saat kapan diarayakan secara liturgis? ya liturgi Malam Paskah…. Memang bahwa misteri Paskah Kristus terus menerus kita rayakan dalam setiap kali merayakan… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Phiner
13 years ago

Phiner Yth Gagasan anda benar dan kita benar bahwa puncak perayaan iman pada Misa Malam Paskah merupakan perayaan iman yang mendalam dan memiliki makna yang sangat penting dalam sejarah keselamatan manusia. Dalam liturgi itu dikisahkan sejarah keselamatan manusia. Sebaiknya setiap umat katolik ikut merayakan malam Paskah ini meski kadang dirayakan sore hari karena situasi pastoral mereka merayakan Minggu Paskah di pagi hari. Makna yuridisnya bahwa perayaan ekaristi adalah tindakan Krsitus sendiri dan Gereja di dalamnya, Kristus Tuhan melalui pelayanan imam mempersembahkan diriNya kepada Allah Bapa dengan kehadiranNya secara substansial dalam rupa rioti dan anggur, serta memberikan diriNya sebagai santapan rohani… Read more »

Isa Inigo
Isa Inigo
13 years ago

Romo Boli, saya berterima kasih atas jawaban-jawaban Romo. Kini saya mau tanya, apakah “Mazmur Tanggapan” antara bacaan I dan bacaan II / Injil boleh diganti (digusur) dengan lagu antarbacaan. Teman saya mengatakan tak boleh, teman lain mengatakan boleh. Saya sendiri berpendapat digabung saja., Mazmur Antar Bacaan dan disusul Lagu. Bagaimana menurut aturan liturgi? Terima kasih. Salam: Isa Inigo.

Romo Bernardus Boli Ujan SVD
Reply to  Isa Inigo
13 years ago

Salam Isa Inigo,

Mazmur Tanggapan adalah teks biblis yang didaraskan/dinyanyikan untuk meresapkan/merenungkan bacaan yang baru saja dimaklumkan. Demi tujuan itu Mazmur Tanggapan telah dipilih yang sesuai dengan bacaan. Karena itu tidak boleh diganti dengan teks yang bukan dari alkitab (bdk. Pedoman Umum Misale Romawi, no. 57; 61). Kalau ada teks Lagu Antar Bacaan yang berisi mazmur bersangkutan, bolehlah dipakai sebagai pengganti. Itu berarti tidak digabung.

Romo Bernardus Boli Ujan SVD

masroms
masroms
13 years ago

Shalom, Stef & Ingrid
Terimakasih banyak atas bantuannya. Semoga Katolisitas terus menjadi suluh penerang bagi mereka (kita) yang mencari kebenaran iman sejati. Berkah Dalem.

masroms
masroms
13 years ago

Shalom Stef dan Inggrid, Saya ingin menanyakan dua hal menyangkut ekaristi, khususnya dasar atau dokumen yang mendukung praktek misa sabtu sore dan komuni dalam satu rupa. Secara umum alasan-alasannya saya sudah tahu, namun saat ditanya dasar atu dokumen gereja yang mendukung saya tidak mengetahuinya. Misalnya alasan Misa Sabtu sore, bahwa sore sudah termasuk dalam hari Minggu, atau alasan pastoralnya adalah mengurangi kepadatan Misa Minggu atau demi mereka yang karena alasan tertentu (bukan malas atau demi “molor” di hari Minggu) tidak bisa mengikuti misa Minggu. Berkaitan dengan komuni dalam satu rupa, alasan yang diberikan antara lain demi efektivitas waktu atau toh… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  masroms
13 years ago

Shalom Masroms, Terima kasih atas pertanyaannya tentang Misa Sabtu Sore dan komuni satu rupa. Pembahasan tentang komuni satu rupa, anda dapat melihatnya di sini – silakan klik. Kemudian tentang Misa Sabtu sore: a. Misa Sabtu Malam dikenal dengan nama Anticipated Mass dan memang maknanya sama dengan Misa Hari Minggu. Misa Sabtu malam juga berkaitan dengan tradisi Yahudi yang menghitung hari dari matahari terbenam sampai matahari terbenam keesokan harinya (sekitar jam 6 sore). Dalam tradisi Gereja, kita mengenal bahwa Misa Sabtu malam ini terutama diperuntukkan bagi orang-orang yang berhalangan datang pada Misa hari Minggu, misalnya jika hari Minggu mereka harus pergi… Read more »

Hubert
Hubert
14 years ago

Dear Pak Stef dan ibu ingrid, Mohon penjelasan kenapa kata AMIN pada akhir Anamnese di TPE baru dihilangkan. Maksud saya apa dasar dari penghapusan kata amin diakhir anamnese TPE baru. Berikutnya apakah benar bahwa sewaktu kita akan pulang/ keluar dari gedung gereja, mencelupkan jari ke air suci dan membuat tanda salib itu merupakan hal yang salah kaprah ? kalau disaat masuk gereja memang harus dilakukan karena itu mengingatkan kita pada baptisan kita dan juga merupakan simbol yang diadopsi dari bangsa yahudi bahwa setiap akan masuk rumah dilakukan pembasuhan (bersih diri). Mohon penjelasan pak Stef dan ibu Ingrid. Terima kasih atas… Read more »

Romo Boli Ujan SVD
Reply to  Hubert
14 years ago

Hubert Yth, Amin yang dimaksud tidak ada dalam teks asli bahasa Latin, karena itu dalam terjemahan sesuai teks asli Amin tidak ditambahkan seperti dalam seruan Anamnese yang lain. Pada dasarnya seruan Anamnese adalah seruan umat untuk mengamini misteri yang dialami dalam DSA (Doa Syukur Agung) yang didoakan oleh imam. Dengan kata lain Anamnese merupakan perpanjangan dari Amin, yaitu mengamini kenangan yang menyelamatkan. Maka kata Amin dirasa tidak perlu diucapkan lagi. Sudah cukup dengan seruan yang memperpanjang Amin itu. Menandai diri dengan air suci pada saat masuk gereja atau pada saat keluar dari gereja bukanlah suatu tindakan liturgis tetapi lebih merupakan… Read more »

Hubert
Hubert
Reply to  Romo Boli Ujan SVD
14 years ago

Terima kasih Romo Bernardus Boli Ujan SVD. atas jawaban Romo. Saya bisa menyampaikan kepada umat penanya di lingkungan kami
Semoga Tuhan memberkati karya Romo, Pak stef dan Ibu Ingrid.
Dominus Vobiscum
Hubert

stefan
stefan
14 years ago

Salam Romo,

Saya mau bertanya, adakah kemungkinan bahwa lay-out altar gereja Katolik disesuaikan untuk mengakomodasikan perayaan misa kudus Novus Ordo (dengan altar yang berdiri sendiri) maupun misa Tridentina – ad orientum (dengan altar yang menjadi kesatuan/ menghadap Tabernakel?
Apakah mungkin, untuk mengakomodasikan kedua hal ini maka, misalnya seolah ada ‘dua’ bagian altar, yaitu satu berdiri sendiri, sedang yang lainnya ada dibelakangnya, menjadi kesatuan dengan tabernakel? Kalau boleh, bukankah seolah-olah ada “dua altar”? Kalau tidak boleh, bagaimana untuk mengakomodasi misa Tridentina di kemudian hari?

Terima kasih
Salam – Stefan

C.H. Suryanugraha OSC
Reply to  stefan
14 years ago

Pak Stefan, Setahu saya Takhta Apostolik tidak menganjurkan membangun tempat baru yang khusus untuk pelaksanaan Misa Tridentin sebagai konsekuensi perluasan izin untuk Misa itu. Ada gereja lama yang dulu dibangun dalam masa berlakunya Misa Tridentin dan kini digunakan untuk Misa Vatikan II masih merawat altar lama, yang biasanya ada tabernakelnya (meskipun tidak selalu begitu). Altar lama itu bisa saja digunakan kembali untuk Misa Tridentin sekarang. Namun, praktek ini akan menimbulkan kesan adanya dua altar dalam satu gereja, padahal dianjurkan hanya ada satu altar. Menurut saya, lebih baik menggunakan altar baru saja, namun orientasinya di balik. Imam membelakangi umat secara langsung… Read more »

Kenneth
Kenneth
14 years ago

Shalom,

Apabila seseorang secara “accidental” menghadiri sebuah perayaan ekaristi yang invalid, apakah orang tersebut terikat dengan kewajiban untuk mencari perayaan ekaristi lain yang valid pada hari itu?

NB: Di http://www.ewtn.com/vexperts/showmessage.asp?Pgnu=1&Pg=Forum8&recnu=1&number=452379 Colin B. Donovan, STL pernah menulis:

“If you were traveling and unintentionally went to a truly invalid Mass, you do not need to go to the inconvenience of tracking down another Mass. Its on the celebrant’s conscience not yours. Though, I hope you would write his bishop and complain.”

Tetapi saya kurang mengerti akan maksud pendapatnya tersebut (mungkin karena kemampuan bahasa Inggris saya kurang baik)

Mohon pencerahannya.

Terima kasih,
Kenneth

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Kenneth
14 years ago

Kenneth yth Prinsip kan 144 bisa diterapkan dan tidak perlu misa lagi karena kekeliruan anda. Lain kali mencari imam yang valid. Terimakasih salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Kenneth, Kitab Hukum Kanonik 1983 berkata: 144 § 1 Dalam kekeliruan umum mengenai fakta atau hukum, demikian juga dalam keraguan yang positif dan probabel, baik mengenai hukum maupun mengenai fakta, Gereja melengkapi kuasa kepemimpinan eksekutif, baik untuk tata lahir maupun untuk tata batin. Jadi dalam hal ini, karena jika seseorang tidak sengaja dan tidak tahu bahwa ia menghadiri misa yang dipersembahkan oleh imam yang tidak sah, kesalahannya tidak pada umat itu.… Read more »

christo ngasi
christo ngasi
14 years ago

Salam dalam kasih Kristus,pada temapat pertama saya ucapkan terima kasih atas jawaban tentang penggunaan kata baik itu inkulturasi atau akulturasi. Saya ingin bertanya tentang penggunaan lilin saat misa,setahu yang saya pelajari lilin tertpusat pada altar tapi ada hal yang menarik karena saat misa lilin justru banyak dinyalakan di patung Bunda Maria dan Yesus, sebenarnya apakah penting dalam ekaristi lilin dinyalakan pada patung???mohon penjelasannya

Herman Jay
Herman Jay
14 years ago

1.Mengapa pada saat konsekrasi, ketika hosti besar dan piala berisi anggur diangkat oleh imam, dibunyikan lonceng 3 kali . Kalau lonceng tidak dibunyikan , apa efeknya. Kalau hanya satu kali dibunyikan , lantas gimana? Kalau sepuluh kali gimana?

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Herman Jay
14 years ago

Shalom Herman Jay, Terima kasih atas pertanyaannya tentang lonceng yang dibunyikan pada saat konsekrasi. Kita dapat melihat General Instruction of the Roman Missal (GIRM, #150), dimana dikatakan “A little before the consecration, when appropriate, a server rings a bell as a signal to the faithful. According to local custom, the server also rings the bell as the priest shows the host and then the chalice.” Dari sini kita dapat melihat bahwa bel dibunyikan dalam tiga kali kesempatan, yaitu: (a) sebelum konsekrasi, (b) pada saat hosti diangkat dan (c) pada saat piala diangkat. Membunyikan bell sangat penting terutama pada waktu misa… Read more »

christo Ngasi
christo Ngasi
14 years ago

salam kasih Kristus saya minta bantuan tentang pengunaan kata yang pas apakah Liturgi Adaptasi atau Inkulturasi atau Akultarsi atau Kontekstualisasi. trimakasih atas bantuannya

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  christo Ngasi
14 years ago

Christo Ngasi Yth, Sejarah Liturgi sebagai ungkapan iman dalam ritus khususnya Gereja Katolik sangat panjang dan kaya. Kontekstualisasi ungkapan iman dalam ritus tersebut mengalami apa yang disebut dengan penyesuaian. Sikap terbuka liturgi terhadap konteks zaman yang terus berubah patut mendapatkan apresiasi. Dari penyesuaian itu muncullah isitilah: Inkulturasi, adaptasi-akulturasi. Maka muncullah Liturgi Inkulturasi: sebuah usaha ungkapan iman dalam ritus itu yang sungguh kontekstual dengan budaya setempat (kultur). Perbedaannya dengan akulturasi yang bertitik tolak dari ritus Romawi adalah: yang diubah dalam akulturasi-adaptasi adalah ciri-ciri khas budaya Romawi yang kurang cocok bahkan bertentangan dengan ciri khas budaya orang setempat. Sedangkan Inkulturasi bertitik tolak… Read more »

Erwin Susilo
Erwin Susilo
14 years ago

Pengasuh situs katolisitas yang terkasih, Selama ini saya memahami bahwa menghadiri Misa Malam Paskah dan Misa Minggu Paskah adalah pilihan. Kita diwajibkan hadir pada salah satu misa tersebut. Kalau sudah datang Misa Malam Paskah, tidak wajib lagi untuk ikut Misa Minggu Paskah, dan sebaliknya. Namun, seorang teman berkata, bahwa dari seorang Pastor, ia dijelaskan bahwa umat wajib hadir kedua misa tersebut. Tata upacara kedua misa itu berbeda. Demikian juga dengan bacaan injil-nya. Sehingga kedua misa tersebut wajib diikuti. Apakah benar demikian? Apakah hal yang sama juga berlaku untuk Misa Malam Natal dan Misa Natal pagi, karena kedua misa tersebut juga… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Erwin Susilo
14 years ago

Erwin Yth Tidak ada kewajiban mutlak dalam aturan Gereja merayakan misa Paskah, pada hari Sabtu malam dan Minggu pagi atau siang. Umat yang sudah merayakan Paskah Sabtu Malam jika tidak hadir pada Misa Minggu Paskah Pagi tidak berdosa atau melanggar aturan. Hanya kalau ada umat beriman mau merayakan lagi sampai dua kali Malam Paskah dan Paskah pagi juga baik. Jadi tidak terikat kewajiban, namun kalau ada kesempatan lebih baik karena bacaan berbeda namun ada pengulangan janji baptis yang sama diterimakan pada Sabtu Malam Paskah. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Erwin, Saya hanya menambahkan sedikit, yaitu kanon-nya dari KHK… Read more »

simon
simon
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Shaloom..Rm. Wanta dan Inggrid Seingat saya ada Buku Pedoman Pelaksanaan Triharipaskah (cat:tidak ingat jelas lagi apakah ini nama buku instruksi tersebut). Seingat saya dan setahu saya, dalam pedoman tersebut, vigilia paskah sangat dianjurkan (apa persis kandungan makna kata tersebut) dihadiri umat beriman. Dianjurkan juga umat menghadiri vigilia paskah tersebut, menyambut komuni, dan bergabung dengan beberapa gereja yang berdekatan. Bahkan para religius dan seminaris dianjurkan untuk menghadiri vigilia paskah di paroki bukan di seminari? Barangkali sekaitan ini jugalah, di beberapa paroki di Keuskupan Agung Medan, masih melakukan vigilia paskah separoki. Umat dianjurkan datang menghadiri vigilia paskah di Gereja Paroki. Memang benar… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  simon
14 years ago

Simon Yth

Lettere circulazione celebrandi vigili pasqua…diterjemahkan dalam seri dokpen nomor 71 menyatakan hendaknya bukan keharusan bagi seminaris, religius merayakan misa vigilia Paska di Paroki. Kalau seminari memiliki kapel yang memadai dan sudah biasa merayakan misa hari Minggu dan hari Raya Besar lainnya bersama Rektor dan seminaris bahkan umat juga datang tidak perlu ke Paroki. Seminari adalah lembaga khusus dan memiliki kewenangan khusus dalam pembinaan calon imam termasuk perayaan liturgi di bawah kuasa yurisdiksi Rektor yg diberikan oleh Uskup setempat.
Demikian jawaban saya semoga dapat dipahami.

salam
Rm Wanta

simon
simon
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Terimakasih Romo Saya minggu-minggu ini berusaha menemukan buku pedoman tersebut, dan syukurlah Saya telah menemukannya dan saya sedang mempelajari dokumen tersebut. Romo Wanta: Pertanyaan ini tidak menindaklanjut yg sebelumnya, tetapi yang baru yakni persoalan perkawinan. Seorang cewek yang dibaptis di katolik hendak menikah dengan seorang protestan (Bethania). Mereka berdua pada dasarnya sama-sama berkeras dalam iman masing-masing. Dan si cewek merestui untuk menikah di Bethania. Akan tetapi cewek ini tetap menyatakan diri akan tetap katolik. Bagaimana dengan hal ini romo? Apakah perlu mereka melakukan dua kali pemberkatan menurut Gereja masing-masing? dan Ditanyakan lebih lanjut apakah cewek tersebut terhalang untuk menerima komui… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  simon
14 years ago

Simon Yth, Prinsip yang harus dipegang adalah setiap orang katolik wajib hukumnya mengikuti aturan Gereja dalam hal ini KHK 1983. Maka wajib melaksanakan perkawinan di Gereja Katolik ikuti forma canonica. Jika akan melaksanakan upacara perkawinan di depan pendeta mohon izin ke ordinaris wilayah setempat (Uskup atau Vikep). Mohon dispensasi beda Gereja ke Ordinaris juga. Perkawinan akan sah jika halangan tadi dapat diatasi, dan pihak Katolik bisa menerima komuni kudus. Harus diingat tidak diperkenankan peneguhan ganda setelah Protestan baru Katolik atau sebaliknya, maka cukup sekali peneguhan. Saya anjurkan peneguhan di Gereja Katolik sehingga memudahkan pemberian dispensasi tak perlu izin. Semoga dapat… Read more »

Julius Paulo
Julius Paulo
14 years ago

Penerbitan Redemptionis Sacramentum dengan berbagai pelanggaran liturgi. Dear Katolisitas Sebuah instruksi VI perihal liturgi Ekaristi telah diterbitkan dengan judul Redemptionis Sacramentum. Di dalamnya tercantum berbagai bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam perayaan Ekaristi. Ketika aku mempelajari butir-butirnya, memang nyata terjadi dan cukup sering terjadi, ambil contoh pada art. 71, ““Salam damai hendaknya diberikan oleh setiap orang hanya kepada mereka yang terdekat dan dengan suatu cara yang sederhana”. Imam boleh memberikan salam damai kepada para pelayan, namun tidak akan meninggalkan panti imam agar jalannya perayaan jangan terganggu….”. Pada pelaksanaannya seringkali imam turun dari panti imam dan memberikan salam damai kepada umat,… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Julius Paulo
14 years ago

Julius Paulo Yth Kita menyadari betapa sulitnya melakukan penyeragaman dan memang itu tidaklah mudah. Kecendernungan yang terjadi adalah liturgi sebagai perayaan iman dirayakan secara kontekstual sehingga kadang ada imam yang berani bereksperimen lewat macam ragam tambahan upacara dari yang biasa. Praktek yang ada memang banyak pelanggaran namun tidaklah besar dan menyangkut essensinya, seperti mengganti anggur dengan minuman lain atau hosti dengan roti lain. Anda bisa memberikan masukan kepada rama tidak apa. Jangan berpikir kok awam yang ngajari imam? Awam wajib ikut serta dalam pembinaan liturgi umat beriman di paroki dimana anda tinggal. Kalau boleh saya usul anda adakan seminar tentang… Read more »

Laurentius
Laurentius
14 years ago

(tulisan-tulisan dibawah ini merupakan SALINAN dari yang saya tulis di form KONTAK) ————- Pelanggaran Liturgi – Bagaimana Menyikapinya? Di gereja paroki saya di Hong Kong, saya pernah menulis e-mail kepada Katolisitas mengenai pelanggaran-pelanggaran liturgi yang ada (yang sangat membuat ‘gerah’). Bagaimana menyikapinya sebagai umat awam? -Saya pernah e-mail ke pastor parokinya malah dijawab dengan interpretasi ngawur dari Konsili Vatikan II (dilampirkan dibawah pesan ini dengan berbagai sensor untuk nama orang ybs) Kemudian saya mulai ikut misa di Gereja Katedral HK yang jaraknya jauh sekali (1 jam dari kampus saya) Sebaiknya, apa yang harus saya lakukan? ================================= A. Tetap lanjutkan ikut… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Laurentius
14 years ago

Laurentius, yth Ada tiga langkah dalam konsep yang sedang saya pelajari tentang Knowledge Management yakni Learn before, Learn during and Learn after. Baik kalau anda learn before tanya orang-orang di sekitar pastor itu tentang liturgi yang dilaksanakan apakah sudah biasa, bagaimana sikap umat, dll, kemudan learn during belajar bersama dalam liturgi dengan umat dan Rama itu. Untuk itu dialog komunikasi tidak lewat email-face to face saling belajar bersama. Kemudian learn after atau share after, melakukan adaptasi dan saling kerjsama. Untuk itu perlu eksplisit knowledge dalam bentuk buku ajaran Gereja seperti aturan liturgi Gereja, agar banyak yang bisa didapat. Dengan cara… Read more »

Lisa
Lisa
14 years ago

Salam Damai,
Saya ingin menanyakan mengenai nyanyian (lagu pembukaan, lagu persembahan, lagu penerimaan komuni dan lagu penutup) yang diperbolehkan untuk dinyanyikan saat Misa Kudus dilakukan. Yang saya dengar bahwa untuk nyanyian tersebut hanya boleh diambil dari Puji Syukur atau Madah Bakti saja, diluar itu tidak diperbolehkan (menggunakan lagu rohani yang populer, dsb). Apakah benar ? Jika boleh menggunakan lagu-lagu rohani, yang seperti apa yang diperkenankan?
Terima kasih.
GBU

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Lisa
14 years ago

Lisa Yth

Aturan tentang musik liturgi Gereja ada di dalam dokumen Musicam Sacram anda bisa lihat pedoman menggunakan nayanyian liturgi pada majalah Liturgi KWI dan kalau tidak keliru rama A. Soetanto SJ menjelaskan pada majalan Hidup edisi pekan tgl 17-24 Jan 2010. Coba anda perhatikan, jika anda sungguh mencari pedoman itu silahkan ke KWI bagian komisi Liturgi anda akan mendapatkan banyak hal dan anda anjuran nyanyian di dalamnya (bisa langganan majalah liturgi). Lagu kharismatik adalah lagu rohani bukan liturgis maka tidak dianjurkan. Sebaiknya lagi rohani tidak dinyanyikan dalam liturgi Gereja meski untuk komuni saja.

salam
Rm Wanta

Lisa
Lisa
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Terima kasih Romo Wanta atas informasinya.
Saya akan mencari majalah/pedoman yang Romo sebutkan…
Tuhan Memberkati…

Lisa

martha
martha
14 years ago

shalom bu inggrid,
Dalam gereja pasti ada salib besar diatas tabernakel sehingga setiap kali misa, salib kecil di meja altar menghadap kearah umat. Apabila misa ditempat lain yang tidak memasang salib Yesus, salib kecil di altar pasti menghadap ke arah Romo, hal ini dimaksudkan untuk apa?

berkah dalem
martha

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
86
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x