Apa benar, tidak perlu imam dalam Gereja?

Berikut ini adalah beberapa hal yang sering dipertanyakan oleh orang-orang yang menganggap bahwa sesungguhnya tidak perlu ada imam dalam Gereja:

1. Tidak ada imam di zaman Perjanjian Baru?

Yesus memang bukan dari golongan Lewi (golongan suku imam Yahudi), karena yang dijanjikan dalam Kitab Suci adalah Yesus sebagai Mesias akan datang sebagai keturunan Daud (1 Raj 2:4; Luk 1:32-33), dan Daud ini adalah dari suku Yehuda. Maka memang semasa hidup-Nya Yesus tidak mempersembahkan kurban di bait Allah Yerusalem. Mengapa? Karena kurban yang menggenapi seluruh kurban dalam Perjanjian Lama itu adalah diri-Nya sendiri, lewat sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Maka sebelum hal itu digenapi-Nya, Gereja (para murid-Nya) belum dapat merayakannya. Kekecualian adalah pada saat Perjamuan Terakhir, yaitu pada malam sebelum wafat-Nya, Kristus sudah menetapkan suatu perjamuan yang terakhir dengan para murid-Nya, di mana Ia mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Lalu Ia memerintahkan agar para murid-Nya mengenangkan Dia dengan merayakan perjamuan tersebut. Maka Perjamuan terakhir itu menjadi antisipasi kurban Tubuh dan Darah-Nya yang terjadi di hari berikutnya, yaitu pada Jumat Agung. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri dan dengan cara-Nya sendiri menunjukkan bahwa Ia hadir dalam perayaan perjamuan Tubuh dan Darah-Nya, sebagaimana dalam penampakan-Nya di perjalanan menuju Emaus (lih. Luk 24:13-35). Selanjutnya, kisah para Rasul (ditulis tahun 64) mencatat bahwa cara hidup jemaat perdana adalah: bertekun dalam pengajaran para rasul, dalam persekutuan, memecahkan roti, dan berdoa (Kis 2:42). “Memecah roti” di sini adalah perjamuan Ekaristi. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (ditulis sekitar tahun 58) menyebutkan bahwa para rasul sudah merayakan Ekaristi (lih. 1 Kor 11:24-30), bahkan memperingatkan kepada jemaat bahwa mereka harus benar-benar mempersiapkan batin sebelum menerima Ekaristi, sebab jika tidak, maka akan mendatangkan hukuman bagi mereka sendiri. Dengan demikian Rasul Paulus meneguhkan ajaran Kristus dan para rasul yang lain, bahwa atas kuasa Sabda Allah yang berupa pengucapan syukur (dalam konsekrasi), rupa roti dan anggur dalam Ekaristi itu diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian orang yang tidak layak makan dan minum dari cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan (lih. 1Kor 11:27). Jadi tidak benar jika dikatakan Gereja perdana tidak mempunyai imam sampai tahun 70 (tahun kehancuran Yerusalem). Sebab sejak awal para Rasul dan Gereja Perdana sudah merayakan Ekaristi, dan perayaan Ekaristi ini hanya dipimpin oleh para rasul dan kemudian para penerus mereka yang berperan sebagai imam, sebagaimana diketahui dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja di abad-abad pertama. Silakan membaca lebih lanjut di artikel Perayaan Ekaristi di Jemaat Perdana, silakan klik.

Selanjutnya tentang sakramen Imamat, silakan klik di sini.

2. Ekaristi menentang ayat kurban yang sekali dan selamanya /’once and for all’?

Banyak orang salah paham dengan menyangka bahwa perayaan Ekaristi adalah mengurbankan Yesus berkali-kali, sehingga dengan demikian tidak sesuai dengan Ibr 7:27, 9:12. Namun ini adalah anggapan yang keliru, karena kurban yang dirayakan dalam Misa Kudus bukanlah korban yang baru, atau Kristus yang dikurbankan berulang- ulang; apalagi kurban berulang- ulang yang dilakukan oleh manusia seperti pada Perjanjian Lama. Yang dilakukan dalam Misa Kudus adalah memperingati dan menghadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus: korban Yesus yang satu dan sama itu; agar kita dapat memperoleh buah- buahnya. Dalam Ekaristi, korban Yesus dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu; walaupun tidak dengan cara berdarah-darah seperti yang terjadi 2000 tahun yang lalu. Dengan kehadiran-Nya dalam Ekaristi tidak berarti bahwa Ia tidak tinggal di sorga (sebab Ia tetap ada di surga), namun Ia juga hadir di dunia; Yesus berada di sebelah kanan Allah Bapa namun juga ada di tengah- tengah kita umat-Nya.

Selanjutnya tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Sedangkan tentang Ekaristi sebagai Kurban yang berkenan kepada Allah (bukan hanya sebagai perjamuan dan ucapan syukur), silakan klik di sini.

3. St. Agustinus mengatakan bahwa Tubuh Kristus tidak dapat dicerna/ diuraikan?

Sejujurnya kutipan St. Agustinus itu diambil tanpa dilihat konteksnya, sehingga yang mengutip menjadi salah mengambil kesimpulan. Kutipan itu diambil dari sebuah kotbah (Sermon 227), yang diawali dengan perkataan demikian:

“I haven’t forgotten my promise. I had promised those of you who have just been baptized a sermon to explain the sacrament of the Lord’s table, which you can see right now, and which you shared in last night. You ought to know what you have received, what you are about to receive, what you ought to receive every day. That bread which you can see on the altar, sanctified by the word of God, is the body of Christ.†2 That cup, or rather what the cup contains, sanctified by the word of God, is the blood of Christ. It was by means of these things that the Lord Christ wished to present us with his body and blood, which he shed for our sake for the forgiveness of sins. If you receive them well, you are yourselves what you receive. You see, the apostle says, We, being many, are one loaf, one body (1 Cor 10:17). That’s how he explained the sacrament of the Lord’s table; one loaf, one body, is what we all are, many though we be.”

Di awal kotbahnya St Agustinus malah menekankan bahwa sakramen pada altar Tuhan adalah sungguh Tubuh dan Darah Tuhan, dan karena itu kita harus menerima-Nya setiap hari. Kalau begitu, mengapa St. Agustinus mengatakan bahwa Tubuh Kristus tak bisa dimakan/ dicerna? Mari kita lihat kutipannya yang lebih lengkap, sehingga memahami konteksnya:

“So they are great sacraments and signs, really serious and important sacraments. Do you want to know how their seriousness is impressed on us? The apostle says, Whoever eats the body of Christ or drinks the blood of the Lord unworthily is guilty of the body and blood of the Lord (1 Cor 11:27). What is receiving unworthily? Receiving with contempt, receiving with derision. Don’t let yourselves think that what you can see is of no account. What you can see passes away, but the invisible reality signified does not pass away, but remains. Look, it’s received, it’s eaten, it’s consumed. Is the body of Christ consumed, is the Church of Christ consumed, are the members of Christ consumed?†9 Perish the thought! Here they are being purified, there they will be crowned with the victor’s laurels. So what is signified will remain eternally, although the thing that signifies it seems to pass away. So receive the sacrament in such a way that you think about yourselves, that you retain unity in your hearts, that you always fix your hearts up above. Don’t let your hope be placed on earth, but in heaven. Let your faith be firm in God, let it be acceptable to God. Because what you don’t see now, but believe, you are going to see there, where you will have joy without end.”

Maka maksud St. Agustinus adalah: walaupun apa yang kelihatan sepertinya habis/ terurai, namun apa yang tidak kelihatan, yang ditandainya, tidak akan berlalu. Demikianlah Ekaristi dalam rupa roti itu akan nampak seperti terurai/ tercerna dalam tubuh kita, namun realita yang tak nampak, yang ditandainya, yaitu Tubuh Kristus, akan tetap ada.

4. Imam Katolik ada hanya karena sebagian orang ingin kembali ke zaman imam Yahudi dalam Perjanjian Lama?

Gereja Katolik menerima keutuhan Kitab Suci, baik Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB), sehingga selalu membaca Perjanjian Baru dalam terang Perjanjian Lama dan sebaliknya. Yesus datang untuk menggenapkan Perjanjian Lama dan bukan untuk menghapuskannya sama sekali. Jadi kalau sejak dahulu kala (dalam PL) Tuhan berkenan terhadap kurban yang dilakukan oleh manusia, sebagai ucapan syukur maupun permohonan pengampunan dosa, maka hal yang sama tetap berkenan kepada Tuhan, dalam di masa Perjanjian Baru, dengan Kristus sendiri sebagai kurbannya, yang menyempurnakan segala kurban dalam PL.

Maka pelaksanaan Ekaristi bukan karena kembali ke Perjanjian Lama, tetapi karena melaksanakan perintah Tuhan Yesus yang telah menggenapkan/ menyempurnakan segala kurban yang pernah dipersembahkan kepada Allah. Dengan demikian, kita -walaupun terpisah 2000 tahun lamanya dengan zaman Yesus hidup di dunia- dapat mempersatukan kurban diri kita (ucapan syukur, tobat, penyembahan, maupun permohonan) dengan kurban Kristus yang satu dan sama itu, yang mengatasi ruang dan waktu, yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Allah sendiri, agar kitapun dapat menerima buah-buahnya.

5. Imam harus mempunyai jalur apostolik?

Ya. Kitab Suci mencatat penumpangan tangan dari para Rasul, kepada para pembantu mereka (lih. 1 Tim 4:14, Kis 6:6) dan karena itu kita tidak dapat mengklaim bahwa siapapun dapat menjadi imam. Rahmat sakramen imamat adalah merupakan karunia Allah: suatu pemberian, dan karena itu, bukan merupakan hak yang dapat diklaim oleh semua orang. Memang atas rahmat Baptisan kita semua mengambil bagian dalam tri-misi Kristus (sebagai imam, nabi dan raja), namun yang dimaksud di sini adalah imamat bersama. Sedangkan imamat jabatan tetaplah ada pada para tertahbis, yang mempunyai jalur apostolik: yaitu terhubung dengan para Rasul, sebab menerima tahbisan dari para penerus mereka.

Maka bukan hak setiap orang untuk melakukan apa yang umumnya dilakukan oleh para imam Katolik, lalu mengklaim dirinya sebagai imam dan menuntut agar Paus mengakui mereka sebagai imam. Paus tidak berhak melakukan hal ini. Adalah tugas Paus untuk melestarikan Tradisi Suci para rasul tentang hirarki kepemimpinan Gereja, di mana imam terikat erat dengan bapa Uskup. Dengan demikian, jika ada orang yang jelas telah memisahkan diri dari kesatuan dengan Uskupnya, ia tak dapat mengklaim dirinya sebagai imam. Hal ini jelas dalam tulisan St. Ignatius dari Antiokhia (St. Ignatius ini adalah murid langsung dari Rasul Yohanes dan dari Uskup Antiokhia setelah Rasul Petrus. Ia wafat sekitar tahun 98 AD):

“Maka, kamu harus bertindak sesuai dengan pikiran para uskup, seperti yang pasti kamu lakukan. Para imam… adalah terikat dengan erat dengan para uskup seperti senar pada sebuah harpa…. Jangan salah tentang hal ini. Jika barangsiapa tidak berada di dalam tempat kudus (gereja), ia kekurangan roti Tuhan (Ekaristi). Dan jika doa satu atau dua orang sangat besar kuasanya, betapa lebih lagi doa uskup dan seluruh Gereja. Barang siapa yang gagal bergabung dalam penyembahanmu menunjukkan kesombongannya, dengan kenyataan bahwa ia menjadi seorang skismatik. Ada tertulis, “Tuhan menolak orang yang sombong”. Mari kita, dengan sungguh menghindari melawan uskup sehingga kita dapat tunduk kepada Tuhan.”

Selanjutnya tentang topik Apakah Hirarki dalam Gereja sudah ada sejak awal, silakan klik di sini.

6. Jangan memanggil siapapun di dunia dengan sebutan “bapa” atau “guru”?

Mari memahami ayat Mat 23:9 dalam kaitannya dengan seluruh ayat dalam Kitab Suci. Maksud Yesus melarang menyebut siapapun sebagai bapa di bumi ini (lih. Mat 23:9) adalah untuk memperingatkan kepada umat bahwa: 1) hanya ada satu saja yang dapat kita anggap sebagai Allah Bapa; 2) janganlah seperti ahli Taurat dan orang Farisi yang senang dihormati dan dipanggil sebagai rabbi dan bapa oleh semua orang.

Sebab di perikop-perikop yang lain dalam Kitab Suci, Yesus juga menyebut orang tua sebagai bapa dan ibu (lih. Mat 10:35; 19:29). Jika Ia sungguh melarangnya, maka Ia tidak mungkin menyebutkan sendiri panggilan ini. Abraham disebut sebagai “bapa Abraham” bapa leluhur kita (Luk 16:24, Kis 7:2; Rom 4:1, Yak 2:21), dan Rasul Paulus menyebutkan dirinya sebagai bapa bagi umat di Korintus (1 Kor 4:15) dan bapa rohani bagi Timotius (1 Tim 1:2, 2 Tim 1:2), dan bagi Titus (Tit 1:4). Rasul Yohanes juga berkhotbah kepada para bapa (1 Yoh 2:14). Tentunya rasul Paulus, Yakobus dan Yohanes memiliki maksud pada saat menuliskan ayat-ayat itu. Yaitu bahwa di dalam hidup kita ini memang ada orang-orang tertentu yang diberi tugas sebagai bapa untuk berperan sebagai orang tua bagi anak-anak, mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Karena itu, kita juga tetap memanggil bapa/ papa kepada orang tua kita. Secara rohani, tugas kebapaan itu diberikan kepada para pemimpin umat, yaitu para pastor, seperti teladan Rasul Paulus.

Para pastor/ imam, uskup dan Paus itu berperan dalam kelahiran kita semua umat Katolik secara rohani. Mereka itu adalah yang membaptis kita umat beriman, mengajar kita, membimbing kita dan memberi teladan kepada kita bagaimana mengasihi, seperti Allah Bapa mengasihi kita. Oleh karena itu kita harus berdoa bagi para imam, uskup dan Paus, agar mereka senantiasa dapat melaksanakan tugasnya sebagai “bapa rohani” bagi kita. Kita memanggil mereka sebagai ‘bapa’/ ‘Romo’/ ‘pastor’ untuk menunjukkan hormat kita kepada mereka. Sama seperti banyak pendeta Protestan yang dipanggil Rev./ Reverend oleh jemaatnya, padahal tentu hormat/ reverence juga paling layak diberikan kepada Tuhan.

Akhirnya, menjawab pertanyaan di atas, apakah benar tidak perlu imam dalam Gereja tentu jawabnya adalah: Tidak. Gereja membutuhkan imam. Bahkan di tengah situasi dunia yang tidak menentu ini, imam yang kudus, sungguh-sungguh dibutuhkan, agar dunia dapat melihat cerminan Kristus sendiri di tengah umat-Nya. Betapa kita sepantasnya berterima kasih kepada para imam yang telah berkata “Ya”, terhadap panggilan Tuhan yang mulia ini!

Mari kita berdoa bagi rahmat panggilan imamat bagi kaum muda, dan mendoakan para imam agar dapat dengan setia melakukan tugas panggilan mereka untuk membawa kita semakin dekat kepada Kristus dan Kristus kepada kita.

 

0 0 votes
Article Rating
19/12/2018
4 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
gabriel
gabriel
11 years ago

Yth. Tim Katolisitas, Sebenarnya saya masih agak bingung tentang Kardinal. Sejauh saya tahu (mohon dikoreksi jika salah), kardinal adalah penasihat pribadi Bapa Suci (jadi yang dalam lingkaran terdalam), dan diangkat secara bebas oleh beliau. Nah berikut ini pertanyaannya: 1. Apakah kardinal harus seorang uskup / sudah menerima tahbisan uskup? 2. Apakah perbedaan kardinal uskup, kardinal imam, dan kardinal diakon? Kalau di gcatholic.com, dikatakan YM Julius Kardinal Damaatmadja, SJ adalah kardinal imam, tapi beliau kan sudah menerima tahbisan uskup? 3. Mengapa kardinal di Indonesia hanya 1? Apakah harus berasal dari KAJ atau KAS? 4. Saya dengar tiap kardinal memiliki 1 gereja… Read more »

RD. Bagus Kusumawanta
RD. Bagus Kusumawanta
Reply to  gabriel
11 years ago

Gabriel yth, 1. Ya, aturan baru yaitu Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1996 tentang pemilihan kardinal, dalam tata pemilihan kardinal consistory selalu seorang uskup. 2. Tidak lagi kardinal imam. Panggilannya ya Bapak Kardinal. 3. Tidak selalu dari uskup KAS atau KAJ bisa dari keuskupan lainnya. 4. Benar tiap kardinal memiliki jabatan tituler keuskupan di pinggiran Roma. Kalau kardinal meninggal yang tidak lagi jabatan itu diberikan dan diberikan pada kardinal lain seperti uskup dioses. 5. Kita memanggil Kardinal dengan sebutan: Bapak Kardinal ….. (namanya), atau Your Eminence….. (his name) 6. Elevasi kardinal, silakan klik… Read more »

gabriel
gabriel
Reply to  RD. Bagus Kusumawanta
11 years ago

Terima kasih Pater atas jawabannya. Akan tetapi, maaf untuk poin 2, mengenai kardinal diakon, kardinal imam, atau kardinal uskup, itu bagaimana perbedaannya?

[Dari Katolisitas: Silakan membaca link ini, silakan klik]

RD. Yohanes Dwi Harsanto
RD. Yohanes Dwi Harsanto
11 years ago

Francis Kardinal Arinze mengajar dengan bahasa Inggris yang jelas bagi telinga kita bangsa Asia di video youtube ini, dengan judul “The Mystery of the Priesthood”. Silahkan klik
http://www.youtube.com/watch?v=NqnHLzXFQRQ
Salam
RD.YDH

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
4
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x