Alat Bantu Dengar Rohani

Suatu hari ayah saya memeriksakan telinganya ke dokter ahli THT. Karena faktor usia, pendengaran beliau sudah berkurang dan dokter menyarankannya untuk menggunakan alat bantu dengar. Bagiku dan kebanyakan orang, dalam hal mendengarkan orang lain, sekalipun pendengaran kita masih normal, mendengarkan tidaklah selalu mudah. Apalagi untuk menjadi seorang pendengar yang baik, di mana aku tidak cukup hanya mendengar, tetapi mendengarkan.

Ada perbedaan yang besar di antara keduanya. Mendengar hanya membutuhkan telinga, tetapi mendengarkan dengan baik, melibatkan hati. Dibutuhkan kemauan dan kerendahan hati untuk melupakan diriku sejenak dan mencoba mengerti apa yang dirasakan orang lain lewat pembicaraannya. Mendengarkan dengan baik juga termasuk mengamati bahasa tubuh lawan bicara, karena seringkali maksud yang sesungguhnya justru tidak terkatakan secara verbal, namun secara tak sadar disampaikan lewat bahasa tubuh. Komunikasi dalam keluarga atau di antara rekan sekerja tidak menghasilkan hubungan yang hangat atau bermanfaat manakala kita tidak saling mendengarkan dengan baik. Maksud yang ditangkap secara salah akhirnya akan menghasilkan respon yang juga tidak tepat, sehingga relasi yang saling menumbuhkan dan memberikan arti yang baik bagi kedua pihak tidak terjadi.

Menurut sumber yang pernah kubaca, rata-rata kita hanya mampu mendengarkan dengan konsentrasi penuh di tujuh menit pertama saja dari sebuah pembicaraan, dan setelah itu konsentrasi kita pelan-pelan berkurang, apalagi bila kemudian terjadi komplikasi seperti hal-hal ini:
-aku sibuk memikirkan ide atau gagasanku sendiri untuk segera diucapkan, sehingga mengurangi daya serapku kepada apa yang sedang dibicarakan sesamaku
-aku tidak cukup sabar / rendah hati untuk menunggu lawan bicaraku selesai bicara, apalagi ketika apa yang ia kemukakan itu sesuatu yang tidak kusukai atau bertentangan dengan nilai-nilai yang kuyakini
-isi pembicaraan itu sesuatu yang sudah kekutahui atau aku merasa tahu lebih banyak dari lawan bicaraku
-aku kurang menghargai buah pikiran sesama atau terburu-buru menghakimi apa yang diucapkannya
-aku sedang sibuk dengan pekerjaan atau keprihatinanku sendiri, atau pikiran sedang melayang ke berbagai hal, sehingga aku tidak mendengarkan dengan seksama

Akibat dari berbagai komplikasi itu, aku tidak fokus kepada isi pembicaraan, atau tidak menunjukkan keseriusan mendengarkan, atau bahkan lantas memotong pembicaraan. Dan demikianlah komunikasi yang baik dan kesempatan untuk memberikan kasihku lewat mendengarkan akhirnya tidak tercapai. Padahal dari aktivitas mendengarkan dengan baik sehingga bisa merespon dengan tepat, hadir banyak kesempatan berbuat kebaikan dan menyampaikan kasih Tuhan kepada sesama atau sebaliknya, menerima sapaan kasih Tuhan buat kita lewat sesama. Baiklah kita juga mengingat pengajaran Rasul Yakobus mengenai mendengarkan: ”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak 1:19)

Mendengarkan dengan baik adalah tanda kasih dan pemberian diriku kepada orang lain. Untuk menghadapi tantangan komplikasi dalam mendengarkan, hati harus dilibatkan, dan untuk itu, aku perlu merelakan egoku. Sepanjang yang kualami, hanya kasih yang bermuara dari kasihku kepada Tuhan yang dapat membantuku mengendalikan ego.

Pengalaman mendengarkan orang lain dengan hati juga membantu kita menjalin relasi kasih dan ketaatan terhadap Tuhan. “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar”
adalah kalimat seruan yang berkali-kali Yesus ucapkan setelah menceritakan sebuah kisah perumpamaan untuk mengajar para murid-Nya (salah satunya dalam Mat 11:15). Mendengarkan dengan baik memampukan kita menangkap esensi dari pesan yang disampaikan Yesus, menghayatinya, dan membantu kita menerapkan ajaran-Nya itu dalam tindakan nyata. Bagaimana aku mendengarkan Tuhan selama ini?

Tuhan ingin selalu hadir dalam pergumulan kita setiap hari. Ia rindu mencurahkan kasih setia-Nya kepada kita, setiap saat. Sayangnya, karena tidak meluangkan waktu dan perhatian khusus untuk mendengarkan Dia, atau tidak mengundangNya untuk selalu terlibat di dalam setiap keputusan dan pertimbanganku, dengan sendirinya aku jadi tidak peka untuk menangkap pesan-pesan-Nya yang lembut dan sarat dengan kasih. Sesungguhnya tidak jarang ketika aku sedang sedih, kehilangan motivasi, atau saat sedang cenderung berbuat dosa, Tuhan mengirimkan peneguhan-Nya dan teguran-Nya dengan segera, baik lewat bacaan Kitab Suci, di dalam perenungan pribadi dan Ekaristi, atau lewat bacaan apapun di dekatku, dan juga lewat hal-hal yang dikatakan orang lain padaku. Tuhan hadir dalam setiap peristiwa hidup kita dari peristiwa yang besar hingga aspek yang terkecil. Justru Tuhan sering menyapa kita lewat peristiwa sehari-hari yang sederhana. Kesadaran itu amat indah. Tetapi Tuhan kerap terasa tidak ada dalam suka duka kehidupan ini, karena aku tidak mengundangNya, tidak pertama-tama menceritakan atau bertanya tentang segala sesuatu pada Dia yang selalu menyertaiku, sebelum aku menceritakannya kepada orang lain atau mengambil keputusan sendiri. Sebab kita ingat bahwa “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (Yoh 1:3). St. Gregorius dari Nazianze pernah mengatakan, “Kita harus mengingat Allah lebih sering daripada tarikan napas kita”.

Tuhan selalu memandu dan menunjukkan jalan terbaik untuk kita, jika hati kita terarah selalu kepadaNya, karena Ia mengatakan dalam Wahyu 3:20, ”Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”, dan dalam Amsal 3:6 kita mendapati pesan senada “Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Tetapi dalam Ibr 3: 15 Rasul Paulus menasehati,“Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman”

Lectio Divina yang sudah menjadi tradisi umat Katolik sejak ribuan tahun adalah suatu bentuk latihan mendalami kata-kata yang Tuhan sampaikan di dalam Kitab Suci, dapat dibaca di sini selengkapnya: https://katolisitas.org/2376/lectio-divina. Lectio Divina adalah saat kita meluangkan waktu khusus dalam diam dan keterbukaan hati di hadirat-Nya untuk menerima sapaan-Nya lewat kata-kata-Nya di dalam Kitab Suci. Merayakan Misa Kudus dan Adorasi juga suatu latihan sekaligus kesempatan yang indah dan intim untuk mengalami kehadiran Kristus yang nyata dan mendengarkan suara Tuhan yang lembut di dalam hati kita. Kesadaran bahwa Tuhan selalu ada dan dekat pada setiap langkah hidup kita adalah sebuah kekayaan rohani yang amat indah dan meneguhkan. Itulah sebabnya kepada mereka yang percaya, Tuhan Yesus mengatakan, ”Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar“ (Mat 13:16).

Teladan Bunda Maria menunjukkan pada kita anak-anaknya, bagaimana cara terbaik mendengarkan Tuhan dengan setia, sehingga beliau mampu menjadi pelaku Firman yang konsisten dan membawa manusia dalam kepenuhan rencana agung-Nya. Bunda mendengarkan Tuhan melalui kebiasaan beliau menyimpan segala perkara di dalam hatinya dan merenungkannya (bdk. Luk 2:19). Kebiasaan kudus Bunda itu mengajar kita bahwa merenungkan segala sesuatu dalam hati dengan terang iman dan kasih padaNya adalah awal perjalanan ketaatan kita menerima bimbingan Tuhan dan melaksanakan kehendak-Nya. Tuhan juga rindu agar kita menangkap pesan-pesan keselamatan dariNya. Hati yang dipenuhi kasih pada Allah akan menjadi alat bantu dengar rohani yang terbaik. Mari kita berdoa pada Tuhan agar Ia menajamkan pendengaran kita untuk mendengar seperti seorang murid (bdk. Yes 50:4b).

Doa: Terima kasih Tuhan, setiap pagi Engkau menyapa kami satu persatu dengan kasih-Mu yang tidak berkesudahan. Kami pun rindu mengundang Roh Kudus-Mu untuk memampukan kami mendengarkan Engkau dengan segenap hati, dalam semangat ketaatan dan kerendahan hati. Supaya kami selalu bersukacita menyadari berkat-Mu yang tidak pernah jeda, dan boleh senantiasa berada dalam kepenuhan rancangan-Mu yang agung. Dalam nama Yesus Tuhan dan Guru kami, dan teladan Bunda Maria kekuatan kami, kami berdoa, amin.

19/12/2018
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.