Apakah oral sex yang dilakukan suami istri merupakan perbuatan dosa?

Pertanyaan:

Syalom Bapak Stefanus/ Ibu Inggrid,

Saya mempunyai pergumulan mengenai masalah tehnik hubungan suami istri secara oral yaitu di satu sisi suami merasa lebih senang dengan cara tersebut karena dia lebih bergairah dengan melihat istri orgasme dan juga dilakukan dengan istri sendiri, namun saya pribadi merasa tidak benar, sehingga kadang saya menghindari hubungan ini.
Namun disisi lain saya merasa tidak enak untuk menolak suami, karena selama inipun dia tidak pernah memaksa dan juga melakukan dengan lembut (dengan foreplay lebih dulu).
Saya mengakukan hal ini dalam beberapa sakramen tobat, dan berkonsultasi dengan pastur, mereka menjawab yang penting adalah dilakukan dg hubungan kasih antara anda berdua, soal tehnik tidak masalah asal menyenangkan berdua.
Namun sampai sekarang saya merasa tidak enak/berdosa dan telah membawanya dalam doa agar Tuhan Yesus membuka pengertian kami berdua, kalau seandainya Tuhan tidak berkenan, maka suami menjadi tercelik pikirannya dan apabila ini tidak menyebabkan dosa maka saya dapat melakukan tanpa merasa berdosa/bersalah.
Bagaimana saya harus bersikap dalam menunggu jawaban dari Tuhan, karena selama ini masih berlangsung, meski saya sudah mengutarakan kepada suami tentang yang saya rasakan, namun menurut dia seperti jawaban di atas ini dilakukan dg istri sendiri dan membuat dia lebih senang, sehingga saya menjadi serba sulit.
Terima kasih, mohon sarannya, Tuhan memberkati. – Loki

Jawaban:

Shalom Loki,
Terima kasih atas pertanyaannya yang sangat terbuka, yang saya percaya banyak pasangan Katolik yang juga ingin mengetahui apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik dalam hal ini. Loki mempertanyakan apakah boleh pasangan suami-istri Katolik melakukan oral-sex.
I. Berikut ini adalah beberapa prinsip mengenai seksualitas:

1) Paus Paulus VI di dalam ensiklik “Humanae Vitae”, paragraf 12 dikatakan “This particular doctrine, often expounded by the magisterium of the Church, is based on the inseparable connection, established by God, which man on his own initiative may not break, between the unitive significance and the procreative significance which are both inherent to the marriage act.
Dari sini kita melihat bahwa ada dua elemen penting di dalam hubungan suami istri, yaitu: 1) Elemen persatuan (the unitive) dan 2) terbuka terhadap kelahiran (the procreative).
Hubungan suami istri adalah suatu hubungan yang sakral (conjugal chastity), dimana suami istri disatukan dalam suatu kasih yang begitu indah dan sakral. Sebagai contoh: bayi tabung dilarang, karena menghilangkan dimensi kesatuan antara suami dan istri (selain itu juga karena proses bayi tabung melibatkan aborsi)
Hubungan suami istri juga harus terbuka terhadap kelahiran (the procreative), karena ini adalah bukti bahwa suami-istri saling mengasihi dengan cara memberikan dirinya secara total dan utuh tanpa ada yang “disembunyikan/ dibuang“. Oleh karena itu, penggunaan kontrasepsi melanggar prinsip ini.

2) Sacred Congregarion for the Doctrine of the Faith di dalam “Persona Humana” – deklarasi tentang etika seksual, bab IX, mengatakan “The main reason is that, whatever the motive for acting this way, the deliberate use of the sexual faculty outside normal conjugal relations essentially contradicts the finality of the faculty. For it lacks the sexual relationship called for by the moral order, namely the relationship which realizes “the full sense of mutual self-giving and human procreation in the context of true love.

3) Secara prinsip, kasih dapat didefinisikan sebagai “eros” atau tertarik pada apa yang baik, dan “agape” atau mengharapkan yang baik terjadi pada orang yang kita kasihi. Dan ini hanya dapat dicapai dengan memberikan diri kita kepada orang yang kita kasihi. Dalam hubungan suami istri, saling memberi sebagai ungkapan kasih adalah menjadi elemen yang utama.

4) Tidak ada dokumen Gereja yang mengatur hubungan suami-istri sampai detail, namun Gereja memberikan prinsip “the unitive” dan “the procreative” sebagai dua hal yang harus terpenuhi dalam hubungan suami-istri.

II. Dengan dasar-dasar tersebut di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa:

1) Pada saat oral-sex dilakukan tanpa suatu hubungan suami istri yang sempurna/komplit, yang memungkinkan terjadinya suatu kelahiran, maka hal tersebut merupakan pelanggaran moral. Pada saat pihak suami, yang “memberikan benih” tidak memberikan benih kepada rahim sang istri, maka itu adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Namun pihak istri dapat mengalami orgasme sebelum atau setelah “hubungan yang normal” dilakukan, asal dalam konteks “complete conjugal act” atau hubungan suami-istri yang lengkap.
Maka, hubungan sex yang semata-mata hanya oral sex ataupun yang berakhir dengan cara oral-sex dan tidak membuka kesempatan untuk terjadinya kelahiran, sehingga ungkapan kasih yang total tidak terpenuhi- melanggar ketentuan kesatuan suami istri yang disyaratkan oleh Gereja dalam conjugal act.  Dalam kasus ini hubungan suami istri hanya dilihat sebagai pemuas nafsu belaka. Oleh karena itu, aspek “the unitive” juga dipertanyakan.

2) Namun kalau oral-sex dilakukan dalam konteks suatu “foreplay” yang menuju pada suatu hubungan yang sempurna, maka masih dapat dibenarkan secara moral. Hal ini disebabkan karena suami-istri saling memberi dan dilanjutkan dengan suatu hubungan yang terbuka terhadap kelahiran atau hubungan suami-istri yang komplit (complete conjugal act atau normal conjugal relation). Oleh sebab itu, dua aspek “the unitive” dan “the procreative” terpenuhi.
Namun hal ini hanya dapat dibenarkan kalau dua belah pihak (suami-istri) tidak berkeberatan untuk melakukannya. Pada saat salah satu pihak berkeberatan, maka prinsip untuk “self-giving” menjadi hilang dan diganti dengan rasa terpaksa. Untuk inilah pasangan suami istri perlu mendiskusikannya secara terbuka dan tidak boleh ada salah satu pihak yang memaksa atau terpaksa.

Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan. Karena Gereja Katolik tidak pernah memberikan suatu pernyataan tentang hal ini secara mendetail, maka mungkin ada yang mempunyai pendapat yang berbeda dengan apa yang saya paparkan.
Oleh karena hal ini adalah topik yang cukup sensitive, diskusikanlah dengan suami secara terbuka dan lemah lembut dengan dasar kasih. Diskusikan bahwa seorang istri dapat menerapkan nomor 1 dan 2, namun seorang suami hanya dapat menerapkan nomor 2. Dalam hal ini, mungkin cara tersebut masih dilakukan, namun sang suami tidak dapat mencapai ejakulasi di luar rahim sang istri. Bawalah dalam doa, dan bicarakan dengan suami pada saat yang tepat.

Saya mohon maaf, kalau ada kata-kata yang terdengar kasar karena keterbatasan saya dalam mengungkapkan konsep ini, namun hal ini diperlukan agar konsep moral dan teologis dapat dicapai. Semoga dapat berguna.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org

5 1 vote
Article Rating
36 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
bejo
bejo
11 years ago

shalom
mohon informasi, jika suami istri sudah tidak berencana mempunyai anak lagi karena sudah cukup anak, apakah boleh / dosa jika tetap berhubungan suami istri meskipun tidak ada tujuan untuk membuat anak lagi.
Trims

Caecilia Triastuti
Reply to  bejo
11 years ago

Shalom Bejo, Gereja mengajarkan bahwa pernikahan yang dimaksudkan Tuhan bagi manusia melibatkan kesatuan yang menyeluruh antara pasangan suami istri, dengan keterbukaan sepenuhnya kepada kelahiran anak-anak di antara mereka. Sikap terbuka itu diwujudkan dalam aspek hubungan suami istri yang suci di antara keduanya, di mana hubungan suami istri merupakan salah satu sendi dasar yang membentuk perkawinan yang utuh, yang tidak dapat dihilangkan. Keterbukaan terhadap kelahiran anak-anak adalah sikap dasar yang menjadi bagian dari komitmen pernikahan berdua sejak disahkan di hadapan Tuhan dan GerejaNya melalui Sakramen Perkawinan, dan menjadi sikap yang konsisten di sepanjang kehidupan perkawinan. Sebagai respon kepada kasih Tuhan dan… Read more »

topan
topan
12 years ago

salam damai n salam kenal, maaf sy seorang Katolik dari kecil, ibu Katolik kolot bapak Katolik moderat. sy sungguh tidak setuju dengan semua yg dipaparkan tentang sex suami istri di situs ini apalagi mengenai sex oral dan kontrasepsi. 1.karena menurut sy hubungan sex oleh suami istri adalah hubungan yg indah, sakral dan dibenarkan oleh tuhan dengan tujuan akhir untuk kebahagiaan dan keturunan 2. apapun model dan cara berhubungan sex yg dilakukan oleh suami istri selama itu dilakukan tanpa keterpaksaan, menurut sy adalah benar dan sah dan bukan dosa 3. sex oral menurut sy tidak dosa dan melanggar hukum tuhan, mengapa????… Read more »

Caecilia Triastuti
Reply to  topan
12 years ago

Shalom Topan, Untuk poin 1,2, dan 3 dari pernyataan Anda, apa yang diajarkan oleh Gereja tidak menyatakan bahwa apa yang Anda tuliskan ini salah, semuanya benar, hanya tidak sempurna. Kalau hubungan seks hanya ditujukan demi kepuasan fisik dan hanya berhenti sampai di situ, maka apa yang dikehendaki Tuhan melalui seks itu tidak tercapai seluruhnya, karena Tuhan menginginkan kebahagiaan itu tidak berhenti hanya sampai di aspek fisik saja, tetapi juga kedamaian batin dan kesejahteraan mental yang menyeluruh sebagai keluarga. Rencana Tuhan bagi manusia selalunya indah dan larangan-larangan Tuhan melalui ajaran Gereja semata-mata dibuat demi kebahagiaan sejati manusia, tidak hanya lahir tetapi… Read more »

budi
budi
Reply to  topan
12 years ago

Mas Topan, ada solusi yang mungkin berkenan yaitu dengan cara menahan hawa nafsu, jadi masalah nafsu itu jangan diumbar, tapi diarahkan agar tidak menimbulkan hal hal yang dilarang dan lain-lain.

Lia
Lia
13 years ago

Dear Katolisitas, Saya secara tidak sengaja menemukan sebuah thread salah satu aliran Kristen di Amerika yang mengharuskan wanita yang diperkosa untuk menikahi pria pemerkosanya. Jika si wanita menolak, maka ia berdosa. Mereka mendasarkan pandangan mereka kepada satu ayat kitab suci dan berpegang teguh pada ayat itu. Bagi saya, ini sangat mengerikan karena wanita yang sudah jadi korban (menurut saya) malah dipersalahkan. Saya ingin bertanya bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai kasus seperti ini. Maaf bila pertanyaannya terkesan aneh. Saya rasa semua pasti menganggap pemerkosaan adalah kejahatan. Tapi saya ingin tahu apakah Gereja Katolik punya sikap resmi mengenai ini. Terima kasih. NB:… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Lia
13 years ago

Lia ybk,

Kekeliruan besar ketika ayat kitab suci dipakai untuk pembenaran tindakan yang salah dan berdosa. Maka pandangan itu keliru, ajaran yang benar selalu memberikan kebaikan bagi manusia dan Tuhan menghendaki itu. Perintahnya untuk menyelamatkan bukan untuk menghancurkan hidup manusia, Kalau begitu jangan dipakai ajaran itu.
Gereja Katolik mengajarkan jika terjadi perkosaan dari sisi hukum sipil diserahkan pihak yang berwenang, dari sisi rohani Gereja Katolik memberikan pelayanan treatment healing bagi korban dan memelihara anak yang dilahirkan.

salam
Rm Wanta

Alexander Pontoh
Alexander Pontoh
13 years ago

Pak Stef,

saya pernah bertanya ttg Coitus interruptus. bolehkah?

tetapi sepertinya tidak masuk ke web. jadi saya ulangi lagi disini.

http://en.wikipedia.org/wiki/Coitus_interruptus

fxe
fxe
13 years ago

Dear all; Diskusi sdr Paulus Prana (PP) dan sdr Stefanus (ST) ini sungguh menarik. Baik PP maupun ST setuju bahwa HSI harus bertujuan prounion dan procreation. Perbedaan ada pada titik : “Tindakan seperti apakah yang dapat dianggap memisahkan prounion dan procreation?”. Bila saya mengikuti alur pemikiran PP maka: “Selama sebuah keluarga tidak resisten / anti thd kelahiran anak, maka TIDAK SETIAP aktifitas HSi harus bertujuan prounion & procreation, ada sekali waktu HSI untuk prounion dan di lain waktu untuk prounion dan procreation.”. Sedangkan argumentasi ST lebih tegas: “SETIAP aktifitas HSI harus bertujuan procreation & prounion.”. Bila sebuah keluarga ANTI terhadap… Read more »

paulus prana
paulus prana
Reply to  Stefanus Tay
13 years ago

Mas Stef & Mas Fxe, Terima kasih atas penjelasannya. Saya ingin menyatakan kembali pada prinsipnya mas Stef dan saya are on the same page. Keterangan saya sebelumnya justru menunjukkan konsistensi sudut pandang tentang pemenuhan aspek pro-creation dan pro-union secara komprehensif dan integral, sebab; 1. Kesakralan HSI ditentukan antara lain oleh faktor libido, yang juga merupakan karunia Tuhan kepada ciptaannya, termasuk kepada hewan & tumbuhan. Sehingga libido / nafsu (termasuk nafsu seks, nafsu makan, nafsu belajar, nafsu untuk maju, nafsu berkompetisi, dll) merupakan hal yang alamiah, mulia & fisiologis, serta tidak perlu dikonotasi negatif (peyoratif), sejauh dalam rentang equilibrium tertentu yang… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Stefanus Tay
13 years ago

Terima kasih Katolisitas. Setuju bahwa prounion artinya adalah “terbuka terhadap kelahiran”. Setuju bahwa HSI harus mempunya dua tujuan yaitu prounion dan procreation. Perbedaan kita adalah: Anda menafsirkan bahwa setiap hubungan sex (coitus) suami-istri harus bertujuan prounion dan procreation. Sedangkan saya menganggap: ada kalanya coitus suami-istri untuk prounion saja, dan di lain waktu untuk prounion dan procreation. Dengan syarat pasangan tsb tetap terbuka thd kelahiran. Maka menurut saya, MOTIFASI keluarga itu yg penting, apakah terbuka thd kelahiran, ataukah seperti trend keluarga di Eropa, Tokyo, dan megapolitan lain yg dari awal nikah tidak mau punya anak (tertutup thd kelahiran). Argumen saya selanjutnya,… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Stefanus Tay
13 years ago

Dear pak Stefanus; Saya memahami posisi GK dalam hal kontrasepsi. Memang – seperti kata Anda, posisi GK ini menimbulkan kontroversi. Bahkan sebelum ensiklik dipromulgasikan, banyak teolog kepausan mengambil posisi berbeda. Apalagi disamping penolakan GK akan artifisial kontrasepsi banyak pihak menilai GK dgn KB alamiah nya belum dianggap alternatif solusi dan tindakan yg memadai / efektif. Itulah sebabnya ketika Paus Benedictus XVI homili ttg kontrasepsi banyak kepala pemerintahan tidak menyambut positif. Mengingkari bahwa posisi GK tidak kontroversial, atau bahkan menyangkal bahwa GK berposisi demikian – tentu ini tindakan yg tidak logis. Dan saya juga tidak bermaksud demikian. Maksud saya adalah: Apakah… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
13 years ago

Shalom Fxe, Anda benar bahwa apa yang disampaikan dalam Humane Vitae merupakan ajaran yang tidak mudah. Ada banyak orang yang mempertanyakan apakah ajaran Humane Vitae ini merupakan ajaran yang bersifat infallible atau bukan. Maka mari kita lihat persyaratan suatu pengajaran yang bersifat infallible: 1) dikeluarkan secara definitif, perihal iman dan moral; 2) dinyatakan oleh Paus dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus; 3) berlaku untuk seluruh Gereja universal, seperti telah dibahas di sini, silakan klik. Sekarang, mari kita melihat apakah tiga kriteria tersebut terpenuhi dalam apa yang diajarkan dalam Humane Vitae: 1) Ajaran ditujukan untuk Gereja Universal di seluruh dunia, bahkan… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Ingrid Listiati
13 years ago

Terima kasih Katolisitas atas jawaban Anda. Berdiskusi detail dalam hal iman & implikasinya serta mendapat feedback yg credible sungguh sebuah kemewahan bagi umat Katolik, yg telah disajikan dgn sangat baik oleh Katolisitas. Bila Katolisitas berkenan, saya ingin melanjutkan diskusi ini. Agar lebih jelas, kita sepakati dulu bahwa kontrasepsi yg didiskusikan disini adalah yg NON-abortive. Pengetahuan teologi saya sangat terbatas, mohon maaf bila yg akan saya sampaikan ini kurang jelas. Sejauh saya tahu, infalibilitas HV masih disputable. Sejak sebelum promulgasi, sesaat setelah, dan sampai sekarang nyatanya dispute ini masih belum mereda. Paling tidak demikianlah pendapat Grisez — seorang proponent utama HV… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
13 years ago

Shalom Fxe, 1. Tentang wawancara Zenit dengan Germain Grisez perihal Humanae Vitae Agaknya ada keliru menginterpretasikan apa yang disampaikan oleh Germain Grisez tentang Humanae Vitae. Sebab dalam wawancara itu ia jelas mengatakan: “With “Humanae Vitae,” Paul VI reaffirmed the constant and very firm teaching of the Church excluding contraception. I believe and have argued that teaching had already been proposed infallibly by the ordinary magisterium — that is, by the morally unanimous agreement of the bishops of the whole world in communion with the popes. Together, they had taught for many centuries that using contraceptives always is grave matter.” Terjemahannya… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Ingrid Listiati
13 years ago

Terima kasih bu Ingrid. Saya dapat memahami poin-poin yg Anda sampaikan, dan saya akan merenungkannya kembali. Semoga Tuhan berkenan membimbing hati dan pikiran saya. Baiklah kalau memang tidak ada lagi sisi baru, kita akhiri diskusi HV ini. Namun sedikit meluruskan; saya tidak keliru mengerti pendapat Grisez, karena di awal tulisan saya, saya mengaui bahwa Grisez adalah proponent (= advocate / supporter) utama HV. Dan justru karena Grisez adalah proponent utama HV inilah maka saya menganggap pandangan dia bahwa “In my judgment, the overall situation today is no better than it was when Paul VI died.” menjadi lebih berarti karena saya… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  fxe
13 years ago

Shalom Fxe, Ini adalah jawaban terakhir saya untuk anda pada topik ini. Saya mengatakan anda keliru dalam memahami makna keseluruhan wawancara dengan Grisez, karena anda mengatakan demikian (berikut ini saya kutip tulisan anda): “Sejauh saya tahu, infalibilitas HV masih disputable. Sejak sebelum promulgasi, sesaat setelah, dan sampai sekarang nyatanya dispute ini masih belum mereda. Paling tidak demikianlah pendapat Grisez — seorang proponent utama HV — dalam wawancara EWTN (http://www.zenit.org/article-7791?l=english); “In my judgment, the overall situation today is no better than it was when Paul VI died.”. Di sini, seolah anda mengutip perkataan Grisez untuk mendukung pemahaman anda bahwa infalibilitas HV… Read more »

Thomas Trika
Thomas Trika
13 years ago

Dear all, Semuanya diatas saya bisa lihat poin2nya. Asal sama2 ada konsensus, tidak ada pemaksaan, hubungan makin mesra, toh tdk diatur oleh gereja..dll..Sayapun pernah berfikir demikian. Tapi saya punya suatu skenario yang sederhana saja. Semoga bisa diterima. Begini skenarionya: “Hari Minggu. Kita suami-istri di gereja merayakan Ekaristi. Tibalah saatnya kita menyambut Tubuh Kristus. Kita maju ke depan, antri untuk menerima komuni. Di kepala tiba2 teringat, oh iya ya, tadi malam, ini mulut yg sama yang sebentar lagi menerima Tubuh Kristus, sudah melakukan fellatio/cunilingus ke suami/istri…” Bagaimana rasanya? Hendaknya direnungkan masing2… Fakta bahwa tidak ada hukum gereja yang mengatur, bukan berarti… Read more »

fxe
fxe
13 years ago

Dear Katolisitas;

Bila mengingat bahwa yg akses situs ini ada dalam berbagai status sosial, umur, dan macam2 culture, apakah sebaiknya hal-hal yg membahas hubungan suami-istri , termasuk yg technically specific ada di forum khusus … sehingga yg tidak bermaksud membaca, tidak menemukannya secara KEBETULAN di forum umum.

Demikian sekedar saran. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

stigma
stigma
13 years ago

saya sering sekali melakukan oral sex dengan istri saya,melihat secara intim hal ini membuat kami menjadi lebih dekat dalam berhubungan. maka saya berfikir kenapa tidak saya lakukan hal ini, toh kami berdua cukup senang melakukan oral sex, bahkan saya tak sungkan untuk mengeluarkan sperma saya di mulut istri saya. karena istri saya pun senang dengan hal yg kita lakukan.
jadi intinya lakukanlah dengan benar tanpa paksaan dan hanya dengan pasangan anda.
GBU

Paulus Prana
Paulus Prana
Reply to  Stefanus Tay
13 years ago

Saya sependapat dengan point mas Stigma dan point mas Stef. 1. Setuju bahwa hubungan suami istri adalah Prounion dan Procreation 2. Setuju juga bahwa harus ada kesediaan bersama (tanpa paksaan) dan konsensus “Batasan” yang disepakati suami istri dalam aktifitas seksual. 3. Walau demikian, bukan berarti bahwa setiap hubungan seksual selalu HARUS bertujuan pro-creation. Sebab, masih banyak pendapat bahwa Fungsi utama aktifitas itu adalah menghasilkan keturunan, sehingga kalau sudah jumlah anak cukup, jadinya tidak perlu-perlu amat lah melakukan kegiatan tersebut. Maka, hasilnya malahan meng-ingkar-i fungsi Prounion dari Hubungan Suami Istri (HSI). 4. Karena pemenuhan aspek Pro-creation tidak dapat sering-sering (alias punya… Read more »

eveline
eveline
14 years ago

Saya merasa sedih, ingin menangis membacanya. Apakah banyak orang yg melakukan praktek spt ini? Menurut saya pribadi, ini tdk sesuai dgn cinta kasih, dan lebih mengedepankan nafsu. Itu sebabnya hati kecil ibu L menolak. Menurut saya mulut utk mulut, bawah utk bawah, bukan dibalik-balik. Entah sy belum ketemu ayat yg cocok, tapi yg teringat baru ayat ini: “Kuduslah kamu, sebab Aku (Tuhan) kudus.” Maaf, menurut saya jika dgn kasih sayang, mulut utk ciuman saja sdh bisa memuaskan. Suami yg mengasihi (dan bisa menguasai diri) pasti akan merasa cukup. Org berkhayal/ ingin macam2 gaya itu krn pasti pernah membaca majalah, film,… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  eveline
14 years ago

Shalom Eveline, Saya pribadi setuju dengan anda, bahwa oral sex kelihatannya terlalu mengedepankan nafsu. Memang tidak ada dokumen Gereja yang secara tertulis melarangnya. [Namun tentu saja, apa yang tidak tertulis belum tentu baik untuk dilakukan]. Yang dilarang secara tertulis memang adalah hubungan seksual yang dilakukan demi memuaskan dorongan seksual semata (seks sebagai tujuan akhir) yang tidak terbuka terhadap kemungkinan kelahiran. Ini secara tegas tertulis dalam Humanae Vitae. Maka di sini kami hanya dapat menuliskan apa yang kami ketahui tentang pengajaran Gereja Katolik menanggapi pertanyaan tersebut, yaitu bahwa jika oral sex dilakukan oleh sepasang suami istri terpisah dengan hubungan seksual yang… Read more »

stigma
stigma
Reply to  eveline
13 years ago

Hubungan intim memang didasari oleh hubungan yg dulu (atau mungkin sampai sekarang) yang disebut cinta, tetapi kenapa tuhan memberi kita hawa nafsu (dalam hal ini nafsu sex) tidak hanya untuk sesuatu yang negatif,bahkan dalam rumah tangga sangat diperlukan nafsu sex, sangat berguna untuk mempererat hubungan suami istri dan banyak hal yg secara medis dapat dibuktikan bahwa hubungan sex itu menyehatkan (bila dilakukan dengan pasangan saja) bahwa kesimpulan saya lakukanlah apapun yang ingin anda lakukan dalam hubungan sex anda tanpa ragu.
GBU

elisabeth
elisabeth
14 years ago

saya dan suami juga melakukan oral sex. tapi kami melakukannya atas dasar kami saling mengasihi. kami tidak merasa terpaksa satu sama lain. kami melakukan bukan sebagai final suatu persetubuhan tapi sebagai foreplay. sehingga saya dan suami tidak memaksakan dan tidak mementingkan pemuasan secara egois. tapi bagaimana bisa saling memberikan kepuasan secara seksual. saya merasa diberkati sekali dengan artikel ini. setidaknya apa yang saya dan suami lakukan dalam persetubuhan selama ini bukan sesuatu yang dosa dan penjelasan artikel ini ada dasarnya (firman Tuhan). terima kasih juga yang telah secara terbuka menanyakan hal ini sehingga dapat membagi pengetahuan seperti ini. setidaknya saya… Read more »

Loki
Loki
15 years ago

Syalom Bapak Stefanus/ Ibu Inggrid, Saya mempunyai pergumulan mengenai masalah tehnik hubungan suami istri secara oral yaitu di satu sisi suami merasa lebih senang dengan cara tersebut karena dia lebih bergairah dengan melihat istri orgasme dan juga dilakukan dengan istri sendiri, namun saya pribadi merasa tidak benar, sehingga kadang saya menghindari hubungan ini. Namun disisi lain saya merasa tidak enak untuk menolak suami, karena selama inipun dia tidak pernah memaksa dan juga melakukan dengan lembut (dengan foreplay lebih dulu). Saya mengakukan hal ini dalam beberapa sakramen tobat, dan berkonsultasi dengan pastur, mereka menjawab yang penting adalah dilakukan dg hubungan kasih… Read more »

Loki
Loki
Reply to  Stefanus Tay
15 years ago

Terima kasih atas jawabannya, semoga pak Stef dan bu Inggid terus berkarya melalui web ini, dipakai Tuhan lebih dan lebih lagi, membawa umatNya ke tanah terjanji surgawi tempat tujuan kita semua yaitu kehidupan kekal bersama Yesus Kristus, Tuhan, Raja dan Pengantara kita. Amin

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
36
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x