Apa yang harus kuketahui tentang Liturgi

Pendahuluan

Saya pernah mendengar bahwa ada orang-orang yang mengatakan liturgi di Gereja Katolik itu ‘membosankan’. Katanya lagu-lagunya itu-itu saja, kurang bersemangat dan kurang berkesan. Apa iya, demikian halnya? Sebelum berkomentar, mari kita lihat dulu apa sebenarnya arti liturgi di dalam Gereja Katolik. Lalu, setelah itu baru kita tilik kembali komentar itu. Sebab, jangan-jangan masalahnya bukan pada liturgi-nya tetapi pada diri si penerima. Ibaratnya, “kesalahan bukan pada stasiun pemancar radio, tetapi pada antena anda.” Walaupun demikian, mari kita lihat juga apa yang perlu kita lakukan supaya kita dapat menghayati liturgi dan menjadikannya bagian dari diri kita, supaya kita tidak sampai bosan. Ini adalah bentuk “perbaikan antena” sehingga radio kita dapat menangkap sinyal dengan lebih baik.

Pengertian liturgi

Telah kita ketahui bahwa sakramen adalah penghadiran Misteri Kristus (lihat artikel: Sakramen: Apa pentingnya dalam kehidupan iman kita?). Di dalam liturgi, Gereja merayakan Misteri Paskah Kristus yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga- yang membawa kita kepada Keselamatan. ((Lihat Sacrosanctum Concilium, Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci, 5, dan Katekismus Gereja Katolik 1067, 1068.)) Dengan merayakan Misteri Kristus ini, kita memperingati dan merayakan bagaimana Allah Bapa telah memenuhi janji dan menyingkapkan rencana keselamatan-Nya dengan menyerahkan Yesus Putera-Nya oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan dunia. ((Lihat KGK 1066.)) Jadi sumber dan tujuan liturgi adalah Allah sendiri.

Katekismus Gereja Katolik menjabarkan tentang liturgi sebagai karya Allah dengan mengutip surat Rasul Paulus, demikian:

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” (Ef 1:3-6) ((Lihat KGK 1077))

Maka “berkat rohani” merupakan karya Allah.  Sumber dari segala berkat rohani ini adalah Allah Bapa, berkat ini dicurahkan kepada kita di dalam Kristus, oleh kuasa Roh Kudus. Sejak awal mula Allah telah memberkati mahluk ciptaan-Nya, secara khusus umat manusia ((lih. KGK 1080)). Dalam liturgi inilah berkat rohani surgawi dicurahkan kepada kita. Dan karena berkat rohani dari Allah yang terbesar adalah karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus dan  di dalam Kristus, maka karya keselamatan Allah itulah yang dihadirkan kembali di tengah Gereja dalam liturgi, oleh kuasa Roh Kudus.

Liturgi pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((Lihat KGK 1069.)) Pada jaman Gereja awal seperti dijabarkan di dalam surat rasul Paulus, para pengikut Kristus beribadah bersama di dalam liturgi (dikatakan sebagai “korban dan ibadah iman” di dalam Flp 2:17). Termasuk di sini adalah pewartaan Injil “(Rom 15:16); dan pelayanan kasih (2 Kor 9:12). Maka, dalam Perjanjian Baru, kata ‘liturgi’ mencakup tiga hal, yaitu ibadat, pewartaan dan pelayanan kasih yang merupakan partisipasi Gereja dalam meneruskan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. ((Lihat KGK 1070.))

Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung. Dalam hal ini, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja; sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus). Konsili Vatikan II mengajarkan pengertian tentang liturgi sebagai berikut:

“Maka, benarlah bahwa liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. Di dalam liturgi, dengan tanda-tanda lahiriah,  pengudusan manusia dilambangkan dan dihasilkan dengan cara yang layak bagi masing-masing tanda ini; di dalam Liturgi, seluruh ibadat publik dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya.
Oleh karena itu setiap perayaan liturgis sebagai karya Kristus sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama.” ((Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, 7))

Oleh karena itu tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi ((Lihat KGK 1070, Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium, 7.)) karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.

Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:

“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.” ((Paus Pius XII, Mediator Dei, 20))

Atau, dengan kata lain, definisi liturgi adalah seperti yang dirumuskan oleh Rm. Emanuel Martasudjita, Pr. dalam bukunya Liturgi, yaitu: “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))

Allah Bapa: Sumber dan Tujuan Liturgi

Alkitab mengatakan, “Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya” (Ef 1:3-6). Dari sini kita mengetahui bahwa Allah Bapalah yang memberikan rahmat sorgawi kepada kita, melalui Kristus dan di dalam Kristus. Dan karena rahmat itu diberikan di dalam sakramen melalui liturgi, maka sumber liturgi adalah Allah Bapa, dan tujuan liturgi adalah kemuliaan Allah.

Kristus Bekerja di dalam Liturgi

Karena Kristus telah bangkit mengalahkan maut, maka, Ia yang telah duduk di sisi kanan Allah Bapa, pada saat yang sama dapat terus mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, melalui sakramen-sakramen. ((Lihat KGK 1084)) Karena Yesus sendiri yang bertindak dengan kuasa Roh Kudus-Nya, maka kita tidak perlu meragukan efeknya, karena pasti Kristus mencapai maksud-Nya.

Puncak karya Kristus adalah Misteri Paska-Nya, maka Misteri Paska inilah yang dihadirkan di dalam liturgi Gereja. ((Lihat KGK 1085)) Jadi dalam liturgi, Misteri Paska yang sungguh-sungguh telah terjadi di masa lampau dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut, maka Misteri Paska-Nya tidak berlalu begitu saja ditelan waktu, namun dapat dihadirkan kembali oleh kuasa Ilahi, yang mengatasi segala tempat dan waktu. Hal ini dilakukan Allah karena besar kasih-Nya kepada kita, sehingga kita yang tidak hidup pada masa Yesus hidup di dunia dapat pula mengambil bagian di dalam kejadian Misteri Paska Kristus dan menerima buah penebusan-Nya. Katekismus mengajarkan, “Liturgi Kristen tidak hanya mengingatkan kita akan peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan kita, tetapi menghadirkannya juga. Misteri Paska Kristus dirayakan bukan diulangi; hanya perayaan-perayaan itu yang diulangi. Di dalam setiap perayaan terjadi curahan Roh Kudus yang membuat misteri yang terjadi hanya satu kali itu, menyata dalam waktu sekarang.” ((KGK 1104))

Kristus selalu hadir di dalam Gereja, terutama di dalam perayaan liturgi. Pada perayaan Ekaristi/ Misa kudus, Kristus tidak hanya hadir di dalam diri imam-Nya, namun juga di dalam wujud hosti kudus (lihat artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi?). Liturgi di dunia menjadi gambaran liturgi surgawi di mana Yesus duduk di sisi kanan Allah Bapa, dan kita semua sebagai anggota Gereja memuliakan Allah bersama seluruh isi surga. ((Lihat Konsili Vatikan II, tentang Liturgi  suci, Sacrosanctum Concilium, 8.))

Roh Kudus dan Gereja di dalam Liturgi

Jika Roh Kudus bekerja di dalam diri seseorang, maka Ia akan menggerakkan hati orang tersebut untuk bekerjasama dengan Allah. Kita dapat melihat hal ini pada teladan Bunda Maria dan para Rasul. Demikian halnya liturgi menjadi hasil kerjasama Roh Kudus dengan kita sebagai anggota Gereja. ((Lihat KGK 1091)) Kerjasama Roh Kudus dan Gereja ini menghadirkan Kristus dan karya keselamatan-Nya di dalam liturgi, sehingga liturgi bukan sekedar ‘kenangan’ akan Misteri Kristus, melainkan adalah kehadiran Misteri Kristus yang satu-satunya itu. ((Lihat KGK 1099, 1104))

Peran Roh Kudus dinyatakan pada saat pembacaan Sabda Allah, karena Roh Kudus menjadikan Sabda itu dapat diterima dan dilaksanakan di dalam hidup umat. Kemudian Roh Kudus memberikan pengertian rohani terhadap Sabda Tuhan itu, yang menghidupkan perkataan doa, tindakan dan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan dalam liturgi, dan dengan demikian Roh Kudus menghidupkan hubungan antara umat (beserta para imam) dengan Kristus. ((Lihat KGK 1101,1102.)) Selanjutnya peran Roh Kudus nyata saat konsekrasi, yaitu saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah puncak perayaan Ekaristi terjadi, saat Kristus berkenan menghadirkan Diri di tengah Gereja-Nya.

Oleh karena itu Sang Pelaku yang utama dalam liturgi adalah Kristus, dan kita sebagai anggota Gereja mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dilakukan oleh Kristus itu. Dengan demikian bukan kita pribadi yang dapat menentukan segala sesuatunya dalam liturgi menurut kehendak sendiri, melainkan kita sepantasnya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus dalam perayaan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para rasul dan diteruskan dengan setia oleh para penerus mereka.

Kristus mengajak kita ikut serta mengambil bagian dalam Misteri Keselamatan-Nya

Yesus mengajak kita semua ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paska-Nya yang dihadirkan kembali di dalam Liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Kristus memberikan kita kesempatan yang sama dengan orang-orang yang hidup pada zaman Ia hidup di dunia 2000 tahun yang lalu, yaitu menyaksikan dan ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan kita, yaitu wafatNya di salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Secara khusus penghadiran Misteri Paska ini nyata dalam Ekaristi, yang merupakan penghadiran kurban Kristus yang sama dan satu-satunya itu oleh kuasa Roh Kudus. ((Kini Ekaristi diwujudkan sebagai kurban yang tidak berdarah, karena Yesus telah menang atas maut, sehingga tidak mungkin kurban Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali dengan penumpahan darahNya seperti yang terjadi secara historis 2000 tahun yang lalu.)) Kuasa Roh Kudus yang dulu menghadirkan Yesus dalam rahim Maria, kini hadir untuk menghadirkan Yesus di altar. Kuasa Roh Kudus yang dulu hadir pada hari Pentakosta kini hadir di dalam setiap perayaan Ekaristi, untuk mengubah kita menjadi seperti para rasul, dipenuhi kasih dan semangat yang berkobar untuk ikut serta melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia ini.

Jika kita menghayati kebenaran ini, kita seharusnya tidak bosan dan mengantuk dalam mengikuti misa. Sebab jika demikian, kita seumpama mereka yang hidup di jaman Yesus, hadir di bawah kaki salib Yesus, tetapi malah melamun dan tidak mempunyai perhatian akan apa yang sedang terjadi di hadapan mata mereka. Sungguh tragis, bukan? Memang Misteri Paska itu tidak hadir persis secara fisik seperti 2000 tahun lalu, namun secara rohani, Misteri Kristus yang sama dan satu-satunya itu hadir dan membawa efek yang sama seperti pada 2000 tahun yang lalu. Betapa dalamnya makna dari misteri ini, namun kita perlu menilik ke dalam hati kita yang terdalam untuk melihatnya dengan mata rohani dan menghayatinya dengan sikap tunduk dan kagum.

Bagaimana sikap kita di dalam liturgi

Bayangkan jika anda secara pribadi diundang pesta oleh Bapak Presiden. Tentu anda akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya bukan? Anda akan berpakaian yang sopan, bersikap yang pantas, mempersiapkan apa yang akan anda bicarakan, dan anda akan datang tidak terlambat, jika perlu siap sebelum waktunya. Mari kita memeriksa diri, sudahkah kita bersikap demikian di dalam ‘pertemuan’ kita dengan Tuhan di dalam liturgi. Karena Tuhan jauh lebih mulia dan lebih penting daripada Bapak Presiden, seharusnya persiapan kita jauh lebih baik daripada persiapan bertemu dengan Presiden.

Langkah #1: Mempersiapkan diri sebelum mengikuti liturgi dan mengarahkan hati sewaktu mengikuti liturgi

Untuk menyadari kedalaman arti misteri ini, kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh sebelum mengambil bagian di dalam liturgi. Persiapan ini dapat berbentuk: membaca dan merenungkan ayat kitab suci pada hari itu, hening di sepanjang jalan menuju ke gereja, datang di gereja lebih awal, berpuasa ( 1 jam sebelum menyambut Ekaristi dan terutama berpuasa sebelum menerima sakramen Pembaptisan dan Penguatan), memeriksa batin, mengaku dosa dalam sakramen Tobat sebelum menerima Ekaristi.

Lalu, sewaktu mengikuti liturgi, kitapun harus senantiasa mengarahkan sikap hati yang benar. Jika terjadi ‘pelanturan’, segeralah kita kembali mengarahkan hati kepada Tuhan. Kita harus mengarahkan akal budi kita untuk menerima dengan iman bahwa Yesus sendirilah yang bekerja melalui liturgi, dan bahwa Roh KudusNya menghidupkan kata-kata doa dan teks Sabda Tuhan yang diucapkan di dalam liturgi, sehingga menguduskan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan di dalam liturgi untuk mendatangkan rahmat Tuhan.

Sikap hati ini dapat diwujudkan pula dengan berpakaian yang sopan, tidak ‘ngobrol’ pada saat mengikuti liturgi, dan tidak menyalakan hp/ mengangkat telpon di gereja. Sebab jika demikian dapat dipastikan bahwa hati kita tidak sepenuhnya terarah pada Tuhan.

Langkah #2: Bersikap aktif: jangan hanya menerima tetapi juga memberi kepada Tuhan

St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa penyembahan yang sempurna itu mencakup dua hal, yaitu menerima dan memberikan berkat-berkat ilahi. ((Lihat St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, III, 63, 2.)) Di dalam liturgi, penyembahan kita kepada Tuhan mencapai puncaknya, saat kita kita turut memberikan/ mempersembahkan diri kita kepada Tuhan dan pada saat kita menerima buah dari penebusan Kristus melalui Misteri Paska-Nya. Puncak liturgi adalah Ekaristi, di mana di dalam Misteri Paska yang dihadirkan kembali itu, Kristus menjadi Imam Agung, dan sekaligus Kurban penebus dosa. ((Lihat KGK 1348, 1364,1365.))

Dalam liturgi Ekaristi, kita sebagai anggota Tubuh Kristus seharusnya tidak hanya ‘menonton’ atau sekedar menerima, tetapi ikut mengambil bagian dalam peran Kristus sebagai Imam Agung dan Kurban tersebut. Caranya adalah dengan turut mempersembahkan diri kita, beserta segala ucapan syukur, suka duka, pergumulan, dan pengharapan, untuk kita persatukan dengan kurban Kristus. ((Lihat Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, (Sophia Institute Press, New Hampshire, 1960), p.73, “To receive Communion is not only to receive, for it is a Treasure, but also to give, and to give something that will make of you and the Victim one gift. You cannot be one with the Victim without yourself being a victim. Your motto should be: “I live for Jesus, and Jesus Christ lives in me.”)) Setiap kali menghadiri misa, kita bawa segala kurban persembahan diri kita untuk diangkat ke hadirat Tuhan, terutama pada saat konsekrasi ((Doa Konsekrasi adalah saat imam mengangkat hosti dan berkata “Terimalah dan makanlah….” Dan mengangkat piala, dan berkata “Terimalah dan minumlah….”)), yaitu saat kurban roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dengan demikian kurban kita akan menjadi satu dengan kurban Yesus. Oleh karena itu, liturgi menjadi penyembahan yang sempurna karena Kristus yang adalah satu-satunya Imam Agung dan Kurban yang sempurna, menyempurnakan segala penyembahan kita. Bersama Yesus di dalam liturgi kita akan sungguh dapat menyembah Allah Bapa di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24), karena di dalam liturgi kuasa Roh Kudus bekerja menghadirkan Kristus yang adalah Kebenaran itu sendiri.

Hal kehadiran Yesus tidak hanya terjadi dalam Ekaristi, tetapi juga di dalam liturgi yang lain, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci, dan Pengurapan orang sakit. Dalam liturgi tersebut, kita harus berusaha untuk aktif berpartisipasi agar dapat sungguh menghayati maknanya. Partisipasi aktif ini bukan saja dari segi ikut menyanyi, atau membaca segala doa yang tertulis, melainkan terutama partisipasi dari segi mengangkat hati dan jiwa untuk menyembah dan memuji Tuhan, dan meresapkan segala perkataan yang diucapkan di dalam hati.

Langkah #3: Jangan memusatkan perhatian pada diri sendiri tetapi pada Kristus

Jadi, agar dapat menghayati liturgi, kita harus memusatkan perhatian kita kepada Kristus, dan pada apa yang telah dilakukanNya bagi kita, yaitu: oleh kasihNya yang tak terbatas, Kristus tidak menyayangkan nyawa-Nya dan mau wafat bagi kita untuk menghapus dosa-dosa kita. Kita bayangkan Yesus sendiri yang hadir di dalam liturgi dan berbicara sendiri kepada kita. Dengan berfokus pada Kristus, kita akan memperoleh kekuatan baru, sebab segala pergumulan kita akan nampak tak sebanding dengan penderitaan-Nya. Kitapun akan dikuatkan di dalam pengharapan karena percaya bahwa Roh Kudus yang sama, yang telah membangkitkan Yesus dari kubur akan dapat pula membangkitkan kita dari pengaruh dosa dan segala kesulitan kita.

Jika kita memusatkan hati dan pikiran pada Kristus, maka kita tidak akan terlalu terpengaruh jika musik atau penyanyi di gereja kurang sempurna, khotbah kurang bersemangat, kurang keakraban ataupun hawa panas dan banyak nyamuk. Walaupun tentu saja, idealnya semua hal itu sedapat mungkin diperbaiki. Kita bahkan dapat mempersembahkan kesetiaan kita disamping segala ketidak sempurnaan itu- sebagai kurban yang murni bagi Tuhan. Langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kita lakukan untuk turut membantu memperbaiki kondisi tersebut. Inilah salah satu cara menghasilkan ‘buah’ dari penerimaan rahmat Tuhan yang kita terima melalui liturgi.

Liturgi adalah sumber kehidupan

Jadi sebagai karya Kristus, liturgi menjadi kegiatan Gereja di mana Kristus hadir dan membagikan rahmat-Nya, ((Lihat KGK 1071.)) yang menjadi sumber kehidupan rohani kita. Walaupun demikian, liturgi harus didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 9, KGK 1072.)) sebab tanpa ketiga hal tersebut akan sangat sulit bagi kita untuk menghayati perayaan liturgi, apalagi menghasilkan buahnya dalam kehidupan sehari-hari. Ibaratnya tak kenal maka tak sayang, maka jika kita ingin menghayati liturgi, maka sudah selayaknya kita mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan.

Liturgi yang bersumber pada Allah menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja. Bersumber pada liturgi ini, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan, dan menjaga persatuan umat. Maka jika kita mengalami ‘kemacetan ataupun percekcokan’ di dalam kegiatan paroki, petunjuk praktis untuk memeriksa adalah: Sudah cukupkah keterlibatan anggota dalam Ekaristi -tiap minggu atau jika mungkin setiap hari? Adakah kedisiplinan anggota untuk mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat secara teratur, misalnya sebulan sekali? Walaupun demikian, kehidupan rohani kita tidak terbatas hanya dari keikutsertaan dalam liturgi, tetapi juga dari kehidupan doa yang benar (doa pribadi (Mat 6:6) dan doa tanpa henti (1Tes 5:17)). ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 12))

Kesimpulan

Seperti telah diuraikan di atas: liturgi merupakan partisipasi kita di dalam doa Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Liturgi terutama Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska Kristus merupakan peringatan akan karya Allah Tritunggal untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maka liturgi merupakan puncak kegiatan Gereja, dan sumber di mana kuasa Gereja dicurahkan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 10, dan KGK 1074.)) yaitu kehidupan baru di dalam Roh, keikutsertaan di dalam misi perutusan Gereja dan pelayanan terhadap kesatuan Gereja. ((Lihat KGK 1072)) Jadi bagi kita umat beriman, terutama yang ikut ambil bagian di dalam karya kerasulan awam, keikutsertaan di dalam liturgi merupakan sesuatu yang utama. Tidak bisa kita melayani umat, jika kita sendiri tidak diisi dan diperbaharui oleh rahmat Tuhan sendiri. Prinsipnya, “kita tidak bisa memberi, jika kita tidak terlebih dahulu menerima” rahmat yang dari Allah.

Rahmat Allah ini secara nyata kita terima melalui liturgi. Dalam hal ini, Ekaristi memegang peranan penting karena di dalamnya rahmat yang diberikan adalah Kristus sendiri. Kini tinggal giliran kita untuk memeriksa diri dan mempersiapkan hati untuk menerima berkat rahmat itu. Jika kita mempunyai sikap hati yang benar dan berpartisipasi aktif di dalam liturgi, maka Tuhan sendiri akan memberkati dan menjadikan kita anggota TubuhNya yang menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya. Menimba bekal rohani melalui liturgi merupakan salah satu cara yang paling nyata untuk menjawab undangan Tuhan Yesus, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu…. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:4-5).


 

4.4 8 votes
Article Rating
86 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Herman Jay
Herman Jay
10 years ago

Imam Mencium Altar
1.Apakah di semua altar gedung gereja-gereja baru masih menyimpan relikwi?
2.Apakah alasan teologis dan biblis imam mencium altar pada awal dan akhir misa?
3.Apakah imam harus mencium juga meja altar abal-abal (apa adanya ) yang digunakan untuk misa di luar gereja ( rumah, sekolah, rumah duka dll) ?
4.Bukankah meja altar abal-abal itu sangat temporer, asal comot dan tidak dirancang khusus untuk misa dan tidak punya relikwi?
5.Kayaknya imam-imam sudah otomatis dan tidak kritis lagi, pokoknya asal mencium altar saja walaupun altar abal-abal, tanpa memahami lagi makna mencium altar

Herman Jay
Herman Jay
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Mengenai butir 5, sebenarnya tidak ada maksud menuduh sama sekali. Namun secara manusiawi , kalau ditanyakan secara jujur kepada imam : apakah anda senantiasa menikmati tugas memimpin misa? Bisa saja akan muncul jawaban bahwa sang imam juga mengalami kebosanan karena sudah menjalankan tugasnya secara mekanis. Bahkan ada imam yang pernah ngomong bahwa dia memimpin misa seperti membaca mantra. Kata-kata tersebut memberi kesan bahwa pemahaman dan penghayatan dari imam akan makna mendalam dari misa belum nyangkut ( diinternalisasi ) pada diri sang imam. Hal itu antara lain menyebabkan imam tertentu akhirnya meninggalkan imamatnya. Pemahaman dan penjelasan Ibu atas pertanyaan saya bisa… Read more »

Herman Jay
Herman Jay
10 years ago

Pengakuan / Tobat Pada Awal Misa
1. Dalam pengakuan diucapkan antara lain sebagai berikut : ” bahwa saya telah berdosa, dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian, saya berdosa, saya sungguh berdosa”
2. Mengapa tidak diucapkan : “……..dengan pikiran, perasaan, kemauan dan perkataan dan seterusnya?
3. Bukankah kedosaan terjadi dalam jiwa kita yang mengandung aspek ratio ( pikiran ) , emosi ( perasaan ) dan konasi ( kemauan ) ?
4. Apakah Komisi Liturgi KWI tidak sebaiknya merevisi doa tobat tersebut ?

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Herman Jay
10 years ago

Salam Herman Jay,

Dalam teks asli memang tidak ada kata: perasaan dan kemauan, karena kata pikiran meliputi perasaan dan kemauan meskipun sebenarnya ada perbedaan antara pikiran dan perasaan-kemauan. Komisi Liturgi KWI tidak dapat mengubah rumusan itu.

Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.

Bernadette Livia
Bernadette Livia
10 years ago

Mau tanya buat tugas agama. Apakah fungsi gong dan bel dalam perayaan ekaristi?
Terima Kasih :)

[Dari Katolisitas: PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi) 150, mengatakan:
“Bila dianggap perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula, sesuai dengan kebiasaan setempat, pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing….”

Maka bel dan gong yang dibunyikan pada saat konsekrasi maksudnya adalah untuk menjadi tanda bagi umat, untuk mengarahkan perhatian umat akan puncak perayaan liturgis, di mana Misteri Paska Kristus dihadirkan kembali dalam rupa roti dan anggur.]

purwanto
purwanto
10 years ago

Mau bertanya terkait dengan hosti yang belum dikonsekrasi apakah diperkenankan ditempatkan di meja altar sejak awal pembuka Misa, demi alasan praktis spy tidak terlalu lama ketika persiapan persembahan. Ini dilakukan ketika Misa hari Minggu yang kisaran hosti sampai 9 sibori? Terima kasih Romo

RD. Yohanes Dwi Harsanto
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  purwanto
10 years ago

Salam Purwanto,

Berikut ini jawaban Rm Bosco Da Cunha O.Carm, sekretaris eksekutif Komisi Liturgi KWI: “Letakkan saja sibori di meja kredens sesuai dengan peraturan liturgi. Waktu persiapan persembahan, sibori-sibori itu dihantar ke altar. Prinsipnya, altar bebas dari barang-barang yang belum saatnya diletakkan di situ”.

Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  purwanto
10 years ago

Salam Purwanto,

Melengkapi jawaban Rm Bosco, sebaiknya diletakkan di meja bahan persembahan agar dihantar ke altar sehingga menjadi jelas perarakan bahan persembahannya, walaupun dilakukan dengan cara yang sederhana. Bisa diperbanyak pembawa bahan persembahan dan pelayan yang membantu imam menerima bahan persembahan.

Tks dan doa. Gbu.
Rm Boli.

Joppy
Joppy
10 years ago

Syallom… saya sekarang lagi mendalami simbol-simbol yang hidup dalam tradisi gereja Katolik, yang ditempatkan dalam konteks penghayatan iman umat. Dari apa yang saya pelajari bisa mengerti dengan baik apa peran simbol-simbol dalam penghayatan iman. Bahkan saya sendiri menarik satu kesimpulan bahwa ternyata simbol-simbol yang hidup dalam tradisi gereja Katolik itu bisa menjadi sumber spiritualitas. Namun, di sana saya juga mengalami sedikit kendala ketika membaca tentang simbolisme pakaian. Fungsi dan perannya saya bisa pahami, tapi yang menjadi pertanyaan saya, yakni bagaimana simbol pakaian bisa menjadi sumber spiritualitas? sekian dan terima kasih…Tuhan Yesus memberkati.. [dari Katolisitas: Kami menyarankan Anda membaca di situs… Read more »

sheiz
sheiz
10 years ago

Shalom, maaf sehubung pengetahuan saya masih minim, bolehkah saya bertanya doa apakah yg didoakan ketika Doa Syukur Agung berlangsung saat bunyi gong dipukul? Terimakasih,

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  sheiz
10 years ago

Salam Sheiz, Di tempat tertentu gong dibunyikan pada awal unsur doa “epiklesis”, yaitu rumusan doa dalam Doa Syukur Agung yang berisi permohonan kepada Allah Roh Kudus untuk menguduskan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Yesus Kristus. Ketika gong dibunyikan kita siapkan hati untuk dengan tenang dan penuh perhatian mengikuti doa yang diucapkan imam sambil menumpangkan tangan atas atas roti dan anggur dan memberkatinya. Jadi umat tidak mengucapkan apa-apa ketika gong dibunyikan pada saat itu. Di tempat lain gong dibunyikan pada awal “kisah institusi”, yaitu kisah perjamuan malam terakhir yang diucapkan hanya oleh imam. Ketika gong dibunyikan umat hendaknya sungguh… Read more »

F Widyarsi
F Widyarsi
11 years ago

Yth Tim Katolisitas
Selamat paskah dan salam damai.

Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan:
1. Utk sisa tubuh Kristus yang masih tertinggal di sibori (remah-remah yg menempel). Bila tidak sempat dibersihkan oleh romo; bagaimanakah cara membersihkannya.
2. Utk purificatorium, korporal ataupun pala yang sudah sobek atau tua atau sudah usang, dan tidak dipakai lagi; bagaimanakah cara “nglabuhnya” (sebetulnya yang saya maksudkan adalah membuang atau membakarnya, menyempurnakannya).
3. Demikian juga utk stola, alba dan kasula yang sudah usang.
4. Bagaimana cara membuat makam suci utk material tersebut di atas (nomor 2 dan 3)
Terima kasih atas perhatiannya.

F Widyarsi
F Widyarsi
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Bu Ingrid terima kasih responnya. Sudah lama saya tunggu ternyata sudah direspon, terima kasih banyak. Oya bu kami juga pernah diskusi dengan romo: bahwa utk membersihkan remah-remah hosti, ataupun piala yang masih belum bersih, masih ada sisa “darah Kristus”; memang betul dituang dengan air, tetapi kemudian airnya diminum. Kalau nggak salah dalam suatu seminar, rm Bosco da Cunha pun mengatakan seperti itu. Sibori dibilas dengan air, dan airnya diminum. Baru setelah itu dibersihkan sebagaimana seharusnya membersihkan piala atau sibori. Sebaiknya bagaimana yaaa … Prihatin bu Ingrid, setiap kali mampir ke sakristi saya melihat sibori yang masih ada remah-remah Sakramen Mahakudus.… Read more »

Nofree
Nofree
11 years ago

saya Seorang katholik…istri saya dulunya adalah seorang Non kristen Katholik…tetapi yang merubah keinginanya untuk menjadi Seorang katholik Bukan dikarenakan saya..melainkan beberapa Mujizat yang memang ia Rasakan Sendiri melalui Perantara DOA MARIA…bahkan saya memberi kesaksian Terhadap Orang Non kristen katholik di daerah saya( kebetulan Saya Bergabung Dengan Satu Pelayanan yang didalam nya Terdiri dari Umat katholik dan Protestan)…..tetapi apa yang terjadi mereka mendengarkan dan Percaya..Bahwa Mujizat yang terjadi bisa terjadi karena KUASA ALLAH,,,,hanya Satu Pesan saya..tidak Pernah TUHAN ALLAH mengajarkan Kita Untuk memojokan agama yang satu dgn yang lain…masalah benar atau tidaknya tata cara Ibadat Sebuah Agama Didalam Gereja…Itu wewenang TUHAN… Read more »

deasy
deasy
11 years ago

boleh kah saya bertanya, apa latar belakang kitab suci dan maknanya menurut liturgi ? serta apa manfaat dan dampak positif dari liturgi ?
terima kasih :D

[dari katolisitas: Silakan membaca artikel liturgi di atas – silakan klik – terlebih dahulu dan mohon untuk memperjelas pertanyaannya.]

Paul MTG
Paul MTG
11 years ago

Yth. Pengasuh Katolisitas, Saya masih baru dengan situs ini, walau sudah pernah beberapa kali membacanya. Ada pertanyaan yang mudah-mudahan mendapat jawaban memuaskan dari pengasuh Katolisitas. Di gereja kami, beberapa bulan terakhir doa tobat diganti dengan percikan air suci sambil menyanyikan lagu “Percikilah aku (Asperges me). Ini memang dilakukan tidak pada setiap perayaan Ekaristi, hanya sebulan sekali. Meski hanya sekali, rasanya dengan doa tobat cara ini lebih mengena, lebih menyentuh. Belakangan, terdengar kabar, atas kebijakan romo paroki, cara doa tobat dengan percikan air sambil menyanyikan Asperges me tidak lagi dipakai. Alasan beliau, cara ini hanya dipakai saat Paskah. Pertanyaan saya, benarkah?… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Paul MTG
11 years ago

Salam Paul,

Percikan air suci diiringi lagu “Asperges me” bisa dibuat dalam perayaan-perayaan di luar masa Paskah. Berarti bisa dibuat pada masa Adven, masa Natal, masa Prapaskah dan masa biasa. Sedangkan dalam masa Paskah bisa dibuat percikan air suci tetapi hendaknya diiringi lagu “Vidi aquam”.

Tks dan doa. Gbu.
Rm Boli.

Mikael Adrian
Mikael Adrian
12 years ago

Selamat Hari Minggu Palma

Saya ingin membagikan sedikit pengalaman saya ketika saya berkunjung ke kota Pontianak selama 1 bulan terakhir. Dalam 1 bulan itu, saya mengikuti beberapa Misa disana baik di gereja, biara, kelompok, maupun lingkungan. Dalam beberapa kesempatan, saya mengikuti Misa dengan liturgi yang sebenarnya hampir tidak pernah saya alami dan saya sendiri merasa kurang nyaman. Dalam beberapa kesempatan ketika merayakan Misa dengan kelompok, mereka mengganti pernyataan tobat dengan lagu “Hanya Debulah Aku” dan kemudian tetap dilanjutkan dengan absolusi, Tuhan Kasihanilah Kami dst. Pertanyaan saya singkat saja, apakah ini dapat dibenarkan?

blasius bagung
blasius bagung
12 years ago

salam kasih Tim Katolisitas, Di paroki kami beragam jenis nyanyian untuk perayaan Misa dan beragam pula cara membawakan nyanyian Perayaan Ekaristi. Sebagai contoh: penggunaan nyanyian-nyanyian karismatik dan nyanyian pop dari kaset atau cd yang sedang populer, penggunaan band dan tarian anak-anak dengan melodi dan ritme serta syair profan setelah komuni dan masih banyak kekeliruan lain lagi. Saya, karena cukup concern dengan liturgi (pengajar liturgi), rasanya susah sekali mengikuti suasana Misa seperti itu. Tetapi saya mengalami kesulitan bagaimana mensosialisasikan liturgi yang sebenarnya karena dari Bapa Uskup dan Pastor-pastor di paroki saya tampaknya belum ada reaksi apapun mengenai keadaan tersebut. Pertanyaan saya… Read more »

Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply to  blasius bagung
12 years ago

Salam Blasius Bagung,

Menurut Rm Bosco Da Cunha, Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI, kuncinya ada pada uskup dan para imam. Karena itu, berikanlah keprihatinan Anda pada imam dan uskup. Entah Anda anggota Tim Liturgi Keuskupan atau Paroki atau pengajar liturgi ataupun umat “biasa”, Anda tetap berhak mengemukakan keprihatinan ini. Coba-lah membicarakan hal ini dengan penanggung jawab liturgi keuskupan dan paroki (Komisi Liturgi Keuskupan, Tim Liturgi Paroki, Uskup dan Imam), dengan acuan dari dokumen-dokumen Gereja mengenai Liturgi misalnya Konstitusi Liturgi (Sacrosanctum Concilium), Ecclesia de Eucharistia, dan lain-lain.

Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr

lino ms
lino ms
12 years ago

Salam Damai,

mau tanya tentang rumusan “Aku Percaya” dalam bahasa Latin yaitu Credo III (abad 17?), yang ada di buku Puji Syukur. Saya lihat tidak ada pernyataan turun ke tempat penantian. Mohon penjelasannya? Apakah semata-mata redaksional (kelewatan memasukkan) atau ada dasar iman untuk tidak mencantumkannya?

Gbu
lino

marcelino
marcelino
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Dear Bu Ingrid,

Saya merasa cukup janggal ketika sebuah rumusan pokok tidak menulis secara eksplisit (sehingga merupakan elipsis) suatu pengakuan iman hanya karena tidak menjadi bahan perdebatan/apologia.

Mengapa juga Gereja kita masih memakai (sekurang-kurangnya mencantumkan dalam buku umat – Puji Syukur – ) rumusan yang tidak lengkap? Bahkan dalam syahadat panjang yang orang awam akan menganggapnya sebagai rumusan yang lengkap kata-kata turun ke tempat penantian tidak ada, dan itu masih dimuat dalam buku umat.

Gbu
lino

marcelino
marcelino
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Dear Bu Ingrid,

Bagi orang awam seperti saya, maksud Gereja membuat penegasan kok malah memunculkan kebingungan, karena pada umumnya suatu rumusan yg dalam perkembangannya menjadi lebih ringkas/berkurang, rumusan yg terakhir itu yang dipakai. Maka saya menyimpulkan bahwa Saya mendapat pelajaran baru bahwa ternyata pengakuan iman kita tidak terumus dalam hanya satu formula tetapi dalam beberapa credo…..walaupun jawaban Bu Ingrid masih memakai kata “kemungkinan” (di awal kalimat paragraf kedua jawaban pertama di atas)….Apakah ada data historis yang menyatakan secara eksplisit bahwa kelompok kata “yang turun ke tempat penantian” sengaja tidak dicantumkan karena tidak relevan dalam credo nikea?

Terima kasih
Gbu
lino

marcelino
marcelino
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Dear Bu Ingrid,

terima kasih banyak atas penjelasannya. Saya sudah cukup merasa terjawab.

Gbu
lino

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Menambahkan jawaban yang sudah diberikan Ibu Ingrid, kalau yang dimaksudkan Credo yang dimuat dalam Puji Syukur no. 474 (karena tak ada credo Latin lain dalam Puji Syukur), maka teksnya sesuai dengan teks asli (hasil Konsili Nikea Konstantinopel), yaitu tanpa rumus “yang turun ke tempat penantian”. Jadi bukan kelewatan. Para Bapa Konsili Nikea Konstantinopel memandang isi iman “yang turun ke tempat penantian” sudah secara implisit terkandung dalam rumus “wafat dan dimakamkan”

Semoga menjadi jelas. Doa dan Gbu.
Pst. B.Boli, SVD.

Herman Jay
Herman Jay
12 years ago

Sejarah Cara Pemilihan Kutipan Teks Kitab Suci dalam Misa Harian sepanjang Tahun Liturgi ( A, B, C) : Gereja Katolik sudah menetapkan daftar kutipan teks Kitab Suci yang berlaku tetap sepanjang tahun sesuai dengan tahun liturgi yang berlaku. Pertanyaan : 1.Berdasarkan daftar kutipan tetap tersebut, bahkan diajarkan kepada semua umat : jika mengikuti Misa harian selama tiga tahun berturut-turut maka anda sudah membaca dan atau mendengar seluruh isi Kitab suci. Apakah kesimpulan (aksioma) itu sudah teruji dan dibuktikan secara tuntas? 2. Sejak kapan ( tahun berapa) dan oleh siapa daftar tetap tersebut difinalisasi untuk tiga tahun liturgi yang berturut-turut? 3.… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Herman Jay
12 years ago

Shalom Herman Jay, Jawaban saya tulis dalam huruf miring di bawah pertanyaan Anda Sejarah Cara Pemilihan Kutipan Teks Kitab Suci dalam Misa Harian sepanjang Tahun Liturgi ( A, B, C) : Gereja Katolik sudah menetapkan daftar kutipan teks Kitab Suci yang berlaku tetap sepanjang tahun sesuai dengan tahun liturgi yang berlaku. Pertanyaan : 1.Berdasarkan daftar kutipan tetap tersebut, bahkan diajarkan kepada semua umat : jika mengikuti Misa harian selama tiga tahun berturut-turut maka anda sudah membaca dan atau mendengar seluruh isi Kitab suci. Apakah kesimpulan (aksioma) itu sudah teruji dan dibuktikan secara tuntas? Bacaan Tahun A, B, C, bukanlah lingkaran… Read more »

Herman Jay
Herman Jay
12 years ago

Pertanyaan seputar Liturgi Tri Hari Suci : 1. Sejak kapan Liturgi Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah dalam bentuknya yang berlaku sampai sekarang mulai berlaku? 2. Bagaimana sejarah pengembangan Liturgi Tri Hari Suci sehingga mencapai bentuknya seperti yang sekarang ini? 3.Siapa sebenarnya tokoh atau event organizer asli dari Liturgi Tri Hari Suci , sebagaimana tercatat dalam sejarah gereja katolik? [Dari Katolisitas: pertanyaan digabungkan karena masih satu topik] Pertanyaan seputar Liturgi Malam Paskah: 1. Terdapat 26 Santo/Santa yang disebutkan secara eksplisit dalam Litani Para Kudus. Para santo/santa tersebut hidup pada jaman yang berbeda. Kapan Litani Para Kudus sebagaimana yang dipakai… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  Herman Jay
12 years ago

Salam Herman Jay, Pertanyaan- pertanyaan ini sangat luas cakupannya. Mungkin jawaban di bawah ini amat singkat dan tidak sesuai dengan harapan, mohon dimaafkan. 1. Liturgi Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah dalam bentuknya yang berlaku sampai sekarang dimulai sejak 1951, sebagai Ad experimentu selama 3 tahun, lalu pada tahun 1955 ditetapkan secara definitif hingga sekarang. 2. Sekilas sejarah pengembangan liturgi Tri Hari Suci, yang paling awal adalah perayaan hari Minggu, yaitu hari Kebangkitan Kristus sebagai hari Tuhan. Agak jelas pada pada abad ke- 2 mulai dibuat perayaan Paskah tahunan pada tanggal 14 Nisan, berdasarkan tradisi Yahudi, tetapi dengan isi… Read more »

phiner
phiner
Reply to  Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
12 years ago

Tentang mulai kapan ada litani para kudus: sudah ada sejak abad 4, seperti di Gereja Timur dari kesaksian di jaman St. Basilius (+ 379) dan bahkan jauh sebelumnya dari St. Gregorius Thumaturgus (270). Untuk Gereja Barat, sudah menyebar hampir semua Gereja lokal sejak abad ke-5. Ada litani yang dikenal dengan nama Litani Minor atau Galicana dari St. Mamertus, uskup Wina tahun 477. Beliau menyeruhkan kepada umat untuk mendoakan litani ke para kudus ini ketika gempa bumi dan mala petaka melanda kota Wina dan sekitarnya. Dari litani ini oleh St. Gregorius Agung menyeruhkan kepada warga kota Roma ketika bencana banjir tahun… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
86
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x